Banjir yang melanda Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan sudah surut. Namun, pemerintah kabupaten setempat tetap meningkatkan kewaspadaan dengan menetapkan status siaga darurat banjir hingga Maret 2022.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Banjir yang melanda sebagian wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan sudah berangsur surut. Sebanyak 505 warga yang sempat mengungsi selama dua hari sudah kembali ke rumah. Pemerintah kabupaten setempat meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan dengan menetapkan status siaga darurat banjir hingga Maret 2022.
Bencana banjir kembali melanda wilayah Hulu Sungai Tengah pada Senin (15/11/2021) setelah banjir besar menerjang wilayah tersebut pada 14 Januari 2021. Banjir kali ini menggenangi delapan wilayah kecamatan dengan ketinggian air mulai dari 20 sentimeter (cm) sampai dengan 100 cm atau 1 meter. Namun, pada Rabu (17/11/2021), tinggi genangan tinggal 10-15 cm di beberapa lokasi.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Hulu Sungai Tengah, sebanyak 1.414 rumah warga dan 44 gedung sekolah terdampak banjir kali ini. Jumlah warga terdampak sebanyak 1.512 keluarga atau 6.687 jiwa. Sebanyak 505 orang di antaranya sempat mengungsi ke empat posko pengungsian yang disiapkan pemerintah setempat.
Kepala Pelaksana BPBD Hulu Sungai Tengah Budi Hariyanto mengatakan, banjir kali ini juga dipicu curah hujan yang cukup tinggi, yakni di atas 100 mililiter per detik. Sementara daya tangkap air dan daya tampung sungai di Hulu Sungai Tengah hanya untuk curah hujan maksimal 92 mililiter per detik.
”Meskipun banjir sudah surut, kami tetap meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan untuk mengantisipasi dampak dari fenomena La Nina. Pemkab Hulu Sungai Tengah sudah menetapkan status siaga darurat banjir dari 10 November 2021 sampai dengan 10 Maret 2022,” kata Budi saat dihubungi dari Banjarmasin, Rabu.
Selama periode siaga banjir, pihaknya selalu memantau informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Apalagi, fenomena La Nina diperkirakan berlangsung hingga Februari 2022. Di daerah Pegunungan Meratus sudah dibentuk juga sahabat BPBD, sukarelawan, dan aparat desa yang siaga untuk menghadapi dampak La Nina.
”Kami membangun early warning system (sistem peringatan dini) berbasis kemasyarakatan dengan mengoptimalkan grup Whatsapp sehingga diharapkan bisa lebih cepat mendeteksi kejadian bencana,” ujarnya.
Kepada warga, terutama yang bermukim di daerah bantaran sungai, juga sudah diinformasikan untuk selalu siap siaga. Mereka harus memiliki tas siaga bencana yang berisi makanan kering, pakaian bersih, obat-obatan, senter, dan alat pengisi daya. Ketika terjadi bencana dan belum dievakuasi, mereka setidaknya memiliki persediaan untuk bertahan selama 2 x 24 jam.
”Dengan adanya fenomena La Nina, tentu masih ada potensi banjir. Namun, kami berharap kejadian banjir besar (banjir bandang) seperti pada Januari 2021 lalu bisa diantisipasi sehingga tidak terulang lagi,” kata Budi.
Upaya mitigasi
Menurut Budi, pemkab di bawah kepemimpinan Bupati Hulu Sungai Tengah Aulia Oktafiandi sudah mengupayakan langkah-langkah mitigasi struktural untuk mengurangi dampak banjir, misalnya dengan normalisasi sodetan sungai yang sebelumnya tertutup sedimentasi, membersihkan beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang sempat tertutup sampah kayu setelah banjir sebelumnya.
Selain itu, sudah dilakukan pula tindakan vegetatif dengan penanaman pohon di sejumlah DAS, serta sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada masyarakat agar mereka lebih siap. ”Sebagai upaya mitigasi struktural, direncanakan pula pembangunan kolam regulasi untuk pengalihan arus air,” kata Budi.
Kejadian banjir di Kalsel pada Januari 2021 lalu menggambarkan bahwa iklim tidak lagi bisa diprediksi dengan tepat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga sudah mengekspos hasil kajian banjir Kalsel pada Januari 2021 lalu pada Jumat (12/11/2021). Kajian pengamanan lingkungan hidup berbasis ekoregion di provinsi Kalsel diharapkan bisa diimplementasikan guna mengantisipasi bencana banjir parah terulang kembali.
Berdasarkan hasil kajian KLHK, diperlukan tindakan vegetatif untuk mengembalikan fungsi ekologis di DAS Barito, terutama pada kawasan-kawasan yang jasa lingkungannya telah menurun dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Rekayasa vegetatif itu bertujuan untuk mengembalikan fungsi pengaturan air dengan meningkatkan kemampuan tanah menyerap air permukaan.
Diperlukan juga tindakan sipil teknis di hulu dan tengah DAS Barito melalui pembangunan bendungan, bendung, pengendali jurang atau gully plug, normalisasi sungai, dan rehabilitasi riparian sungai. Setidaknya ada 378.459 hektar (ha) pola ruang di kawasan budidaya dan 125.375 ha pola ruang di kawasan lindung yang harus diperkuat dengan intervensi vegetatif dan sipil teknis.
”Sangatlah penting untuk menyamakan konsepsi, persepsi, dan komitmen bagaimana menghadapi perubahan iklim yang akan terus terjadi di seluruh dunia. Kejadian banjir di Kalsel pada Januari 2021 menggambarkan bahwa iklim tidak lagi bisa diprediksi dengan tepat,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Hanif Faisol Nurofiq.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar mengatakan, hasil kajian KLHK itu akan menjadi rekomendasi kebijakan daerah terkait pengamanan lingkungan hidup, khususnya penanggulangan bencana banjir yang akan diintegrasikan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
”Hasil kajian KLHK yang dapat menggambarkan kondisi riil itu diharapkan membuat setiap daerah kabupaten/kota di Kalsel tidak hanya melakukan upaya kuratif, tetapi juga upaya preventif terhadap kerusakan lingkungan,” kata Roy.