Petambang Ilegal Keruk 1 Hektar Lahan di Balikpapan
Kurang dari sebulan, lahan sekitar 1 hektar di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, sudah dikeruk oleh petambang batubara ilegal.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Satuan Polisi Pamong Praja Kota Balikpapan menghentikan penambangan batubara ilegal di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (16/11/2021). Kurang dari sebulan, lahan sekitar 1 hektar sudah dikeruk oleh dua ekskavator.
Lokasi penambangan itu berada di sekitar kawasan Km 25 Kota Balikpapan. Dari Jalan Soekarno-Hatta, area yang ditambang berjarak sekitar 3 kilometer, masuk ke jalan tanah. Untuk menuju daerah tersebut, masyarakat harus melewati jalan becek di sekitar kebun warga dan perkebunan sawit.
Terdapat dua buah ekskavator dan empat tangki solar di area yang ditambang. Batubara yang sudah digali ditumpuk di dua titik utama. Tinggi salah satu tumpukan batubara sekitar 4 meter. Aktivitas ini diketahui Pemkot Balikpapan pada 13 November 2021 dari laporan warga.
Saat Satpol PP Kota Balikpapan melakukan inspeksi mendadak, operator alat berat dan pengawas sedang bekerja. Kepala Satpol PP Balikpapan Zulkifli yang hadir saat itu meminta mereka menghentikan pekerjaannya sekaligus menyegel lokasi itu. Sebab, menurut Peraturan Daerah Kota Balikpapan terkait tata ruang, tidak ada area untuk tambang.
”Kedua, secara spesifik juga ada Peraturan Wali Kota Balikpapan tentang Balikpapan ini bebas dari pertambangan, utamanya (tambang) batubara, sehingga kami menyimpulkan kegiatan ini pasti tidak ada izin dari Pemerintah Kota Balikpapan,” ujar Zulkifli.
Zulkifli menjelaskan, sesuai Perda Kota Balikpapan, para pelaku dikenakan sanksi administratif. Sebab, meskipun berada di wilayah perbatasan dengan Kutai Kartanegara, wilayah yang ditambang itu masuk wilayah Kota Balikpapan. Adapun terkait proses hukum, pihaknya menyerahkan kasus tersebut ke Polresta Balikpapan untuk penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut.
Sahid, pengawas pertambangan tersebut, mengatakan bahwa tambang batubara itu baru beroperasi selama 10 hari. Ia ditugasi pemilik lahan untuk mengawasi lima pekerja dan dua alat berat yang beroperasi.
”(Lahan yang ditambang) punya Pak Zakar, orang Sulawesi. Kenal di sini,” katanya, irit bicara.
Daerah yang ditambang berada di sekitar kebun warga, kebun sawit, dan tempat pembuatan batu bata merah. Lokasi ini masih berupa belukar dan jauh dari keramaian. Hal itu membuat para petambang leluasa bekerja karena lokasinya jauh dari jalan raya dan permukiman.
Salah seorang pekerja pembuat batu bata, Adi (35), menjelaskan, area yang ditambang belum ada sebulan dikeruk. Tempatnya bekerja hanya berjarak sekitar 100 meter dari area yang ditambang. Sejauh ingatannya, batubara yang dikeruk belum sempat diangkut dari lokasi penambangan.
”Alat berat yang satu itu baru saja datang, belum ada seminggu. Sepengamatan saya batubara belum sempat diangkut,” katanya saat ditemui di lokasi.
Setidaknya dalam lima tahun terakhir, ini merupakan temuan tambang batubara ilegal pertama di Balikpapan. Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud menjelaskan, Pemkot Balikpapan tetap memiliki komitmen untuk menolak wilayahnya ditambang.
Kejadian ini akan ia tindak lanjuti dengan memerintahkan jajarannya mengawasi daerah perbatasan dengan Kutai Kartanegara. Sebab, selama ini tambang batubara ilegal kerap ditemukan di wilayah Kutai Kartanegara.
”Saya minta SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait untuk memantau daerah perbatasan karena memang cukup rawan pertambangan,” katanya.
Sebelumnya, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, menilai, tambang ilegal marak di Kaltim karena ada yang menampung dan membeli hasil galian tambang ilegal. Jadi, tambang yang diperjualbelikan di Kaltim bukan hanya dari perusahaan tambang berizin resmi, melainkan juga dari petambang ilegal.
Untuk itu, ia menuntut kepada penegak hukum agar tambang ilegal diusut menyeluruh, tidak hanya dengan menangkap pekerja yang menambang secara ilegal. Jika terus dibiarkan, kawasan hijau di Kaltim terancam terus tergerus dan mendatangkan bencana bagi warga di sekitarnya.
”Ini kekosongan negara dalam penegakan hukum. Tambang batubara ilegal ini mata rantai: ada pemodal, pemasok alat, sampai yang membeli batubara. Itu semua harus diusut agar aktivitas itu tidak terus berjalan,” kata Rupang.