Minat Pemuda Jepara pada Seni Ukir Kian Tergerus, Regenerasi Terancam
Sebagian besar pengukir merupakan sisa-sisa generasi lama yang berusia lebih dari 50 tahun. Meski demikian, tetap ada segelintir anak muda yang tetap minat pada seni ukir demi kelanjutan regenerasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JEPARA, KOMPAS — Minat pemuda Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, untuk menjadi pengukir semakin tergerus seiring kian beragamnya peluang kerja, termasuk di pabrik garmen, tekstil, dan sepatu yang tumbuh lima tahun terakhir. Kemauan dan kesadaran kian menipis. Identitas sebagai bumi ukir pun terancam.
Rendra Setiawan atau Wawan (40), pengasuh Sanggar Persing yang salah satu kegiatannya terkait konservasi seni ukir Jepara, menilai, berdirinya pabrik-pabrik yang menyerap tenaga kerja sebenarnya bukan alasan utama. Namun, dengan berbagai tantangan, minat dari diri para pemuda sendiri untuk menjadi pengukir sudah sangat berkurang.
Menurut Wawan, kegiatan pelatihan mengukir gratis sebenarnya bisa dilakukan setiap hari. ”Tapi masalahnya memang tidak ada (peminat). Kami bahkan memberi uang jajan bagi anak-anak yang mau belajar ukir. Kami cari-cari, kenyataannya memang tak ada yang mau. Terakhir ada yang mau belajar itu pertengahan 2020,” katanya di Jepara, Jumat (12/11/2021).
Ia menekankan, kegiatan di Sanggar Persing di Desa Langon, Kecamatan Tahunan, yang bergerak secara swadaya, bukanlah untuk mencetak pengukir. Namun, bagaimana mengajak anak muda untuk mencintai budaya setempat, termasuk seni ukir. Pemuda diajak untuk menghargai peninggalan budaya, yang pada akhirnya terkait kecintaan pada Jepara.
Saat ini, kata Wawan, sebagian besar pengukir merupakan sisa-sisa generasi lama. Di tempat usaha miliknya, misalnya, didominasi para pekerja berusia lebih dari 50 tahun. Meski demikian, tetap ada sejumlah anak muda yang mau dan tetap berkomitmen menjadi pengukir, yang bakal menjadi penentu regenerasi.
Wawan berharap, pemerintah memberi perhatian lebih akan terancamnya regenerasi pengukir di Jepara. ”Pemerintah bisa memfasilitasi IKM-IKM. Di samping itu, juga menggelar, misalnya, Festival Ukir yang dikemas sedemikian rupa, bukan sekadar ajang lomba ukir,” katanya.
Muhammad Ulin Nuha (30), pengukir asal Desa Mantingan, Tahunan, merupakan salah satu pemuda Jepara yang sejak lama bertekad menjadi pengukir. Hingga kini, seni ukir terus dijalankannya. Adapun rekan-rekan seangkatannya lebih banyak bekerja di bidang lain. ”Sejak dulu memang tertarik dan suka. Selain itu, saya juga tidak mau seni ukir Jepara ini punah,” katanya.
Eko Sandi Puji Kuswanto (29), pemuda asal Desa Langon, menuturkan, lingkungan cukup memengaruhi minat seseorang, termasuk menjadi pengukir atau tidak. Di era saat ini, dengan segala perkembangan teknologi, banyak fokus dan minat teralihkan dari seni ukir. Sebagian juga mencari pekerjaan yang cepat, demi memenuhi kebutuhan hidup. Sebab, menjadi pengukir butuh waktu, kesabaran, dan ketelatenan.
Menurut data Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara, jumlah industri kecil menegah (IKM) furnitur/mebel atau yang tergolong skala kecil, terus menurun dalam setahun terakhir. Pada 2020, tercatat ada 3.438 IKM di bidang itu, menurun dari 2019 yang 4.554. Sementara IKM kerajinan kayu meningkat dari 242 (2019) menjadi 319 (2020).
Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara, Abas tak memungkiri, dalam lima tahun terakhir ada pergeseran minat setelah Jepara terbuka pada investasi. Sejumlah pemuda lebih memilih menjadi pegawai pabrik sepatu, garmen, tekstil, dan lainnya, yang lokasinya kebanyakan dekat perbatasan Kudus.
Menurut dia, hal tersebut dilematis karena kehadiran industri padat karya tersebut menghadirkan pertumbuhan ekonomi dan menekan pengangguran. Namun, sebagai konsekuensi, ada hambatan regenerasi pengukir akibat peralihan minat tersebut.
Kendati demikian, lanjut Abas, Pemkab Jepara akan terus mengupayakan pelestarian seni ukir sebagai identitas Jepara. ”Lewat pendidikan, ada SMKN yang fokus pada bidang itu. Lomba ukir juga terus digelar meski saat ini terhenti akibat pandemi Covid-19. Begitu juga berbagai pelatihan dan dukungan,” katanya.