Penyatuan advokat dalam Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) yang belum terlaksana dapat menghambat terwujudnya marwah lembaga sebagai organ negara dan wadah tunggal untuk mengatur segala kepentingan advokat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penyatuan tiga kubu Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi terus diupayakan. Penyatuan bertujuan memenuhi Peradi sebagai organ negara dan wadah tunggal atau single bar sesuai amanat perundang-undangan.
Demikian diutarakan Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Peradi, di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (11/11/2021) malam. Rakernas perdana yang berlangsung sampai dengan Jumat (12/11) itu bertema ”Melalui Rakernas Kita Pertahankan dan Perkokoh Peradi sebagai Organ Negara dan Single Bar”.
Untuk diketahui, Peradi terpecah menjadi tiga kubu setelah musyawarah nasional di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2015 gagal memilih kepengurusan. Perpecahan menghasilkan Peradi pimpinan Fauzie Hasibuan, Juniver Ginsang, dan Luhut Pangaribuan. Peradi pimpinan Fauzie pada 2020 kemudian mengadakan Munas III yang mengantarkan Otto sebagai ketua umum. Otto memimpin Peradi dalam kepengurusan sebelum perpecahan, yakni 2005-2010 dan 2010-2015.
Otto mengatakan, Peradi (pimpinannya) sudah berdiri di 162 cabang (kabupaten/kota). Ada 40 permohonan pendirian cabang baru. Menurut laporan panitia rakernas, acara itu dihadiri oleh perwakilan 128 dewan pimpinan cabang dengan total peserta 341 orang. ”Sebagian peserta mengikuti rakernas secara online karena pembatasan kehadiran peserta untuk menaati protokol kesehatan Covid-19,” ujarnya.
Menurut Otto, sampai dengan akhir tahun ini diupayakan keberadaan 200 DPC Peradi. Sampai dengan masa bakti kepengurusannya berakhir atau 4 tahun lagi, Peradi diharapkan hadir di seluruh kabupaten/kota atau daerah yang memiliki pengadilan negeri.
Otto menyatakan tidak akan bosan menggemakan penyatuan Peradi agar memenuhi amanat sebagai organ negara dan wadah tunggal. Peradi yang terbentuk pada 2005 dilahirkan dari delapan organisasi advokat ketika itu sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2003 tentang Advokat.
Peradi bukan organisasi biasa, tidak bisa disamakan dengan organisasi advokat lainnya. Peradi merupakan organ negara yang bebas dan mandiri untuk melaksanakan fungsi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan advokat. Belum tercapainya penyatuan, lanjut Otto, menghambat upaya Peradi untuk memenuhi amanat sebagai organ negara dan wadah tunggal.
Sebagai organ negara dan wadah tunggal, Peradi dapat menjalankan delapan kewenangan. Masing-masing adalah melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat, pengujian calon advokat, mengangkat advokat, membuat kode etik, membentuk dewan kehormatan, membentuk komisi pengawas, mengawasi advokat, dan memberhentikan advokat.
”Di negara-negara terkemuka, bahkan seluruh dunia, menganut single bar. Itulah marwah Undang-Undang Advokat. Jika multibar atau banyak organisasi advokat yang berkewenangan mengatur segala sesuatu tentang advokat merupakan kemunduran bagi Indonesia,” tutur Otto.
Otto menegaskan, advokat adalah orang yang selalu harus berpikir tentang keadilan dan kebenaran. Untuk itu, advokat harus jujur, cerdas, dan kompeten. Alasannya, memastikan pencari keadilan dalam hal ini rakyat mendapatkan keadilan dan kebenaran. Advokat yang berintegritas atau selalu mengedepankan keadilan dan kebenaran dapat dihasilkan melalui organ negara yang wadah tunggal dalam hal ini Peradi.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang hadir dalam pembukaan rakernas mengatakan, acara masih dalam nuansa peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November untuk mengenang dan menghormati Pertempuran Surabaya. ”Semoga semangat Hari Pahlawan mendorong persatuan dan kesatuan,” katanya.
Khofifah mengatakan, dalam situasi pandemi Covid-19, segala aktivitas dunia profesi, termasuk advokat, tetap dapat diselenggarakan dengan menjaga protokol kesehatan. Peradi diharapkan dapat terus memberikan pelayanan hukum yang terbaik bagi pencari keadilan atau rakyat sekaligus mengikuti perkembangan situasi.
”Di masa kini, pelayanan tetap bisa diberikan melalui transformasi digital sehingga dapat diakses lebih luas, lebih cepat, dan lebih mudah oleh masyarakat,” ujarnya.