Menteri PUPR: Relokasi Warga Korban Banjir Bandang Kota Batu
Menteri PUPR meminta korban bencana banjir bandang di Kota Batu direlokasi ke tempat lain. Selain itu, sepanjang 4 kilometer alur Kali Sambong ke arah hilir diperlebar.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BATU, KOMPAS — Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono meminta korban banjir bandang di Kota Batu, Jawa Timur, direlokasi ke tempat lain. Selain itu, alur Kali Sambong—yang menjadi lokasi banjir bandang 4 November—sepanjang 4 kilometer ke arah hilir akan diperlebar.
”Penanganannya sekarang, karena kita menghadapi La Nina yang puncak hujannya sampai Januari-Februari. Saya minta ini (Kali Sambong) dibersihkan, dilebarkan. Saya minta masyarakat yang tinggal di bantaran direlokasi,” ujar Basuki saat meninjau langsung lokasi terdampak bencana di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Batu, Kamis (11/11/2021).
Untuk warga yang rumahnya mengalami kerusakan ringan-sedang, perbaikan rumah akan ditangani Pemerintah Kota Batu. Sementara untuk relokasi warga yang rumahnya rusak oleh banjir bandang maupun warga yang harus direlokasi karena posisi rumah di bantaran sungai akan ditanggung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kementerian PUPR juga akan membantu perbaikan saluran pipa air warga dan penanganan jembatan. Menurut Basuki, dirinya telah menunjuk salah satu badan usaha milik negara (BUMN) untuk segera menangani dampak bencana di Batu. Penanganan sesegera mungkin dilakukan sambil mengejar puncak musim hujan.
”Tidak ada konektivitas (jembatan) yang terputus, tetapi ada beberapa jembatan yang harus di-upgrade. Itu yang akan kita kerjakan. Saya sudah perintahkan. Kebetulan ada salah satu BUMN yang bekerja di daerah sini, saya tunjuk untuk mengerjakan sekarang,” katanya.
Pada kesempatan itu Basuki juga meminta semua alur sungai kecil (creek) yang berhulu di Lereng Arjuno dicek. Jika ada sumbatan, segera dibersihkan. Hal itu mengingat banjir bandang di Batu terjadi akibat alur air tersumbat oleh sampah hutan dan material lain yang lama-kelamaan menjadi bendung. Karena volume air besar, bendung jebol dan terjadi banjir bandang.
Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko akan segera berkoordinasi dengan camat dan kepala desa guna mencari lahan relokasi. Lahan kas desa menjadi salah satu pilihan. Pemkot Batu akan segera menyiapkan regulasi, termasuk memberikan edukasi dan sosialisasi terhadap warga yang bakal direlokasi.
Mengenai jumlah rumah yang harus direlokasi, Pemkot Batu akan menghitung kembali lantaran permintaan Menteri PUPR tidak hanya rumah yang rusak oleh bencana, tetapi juga rumah lain di sempadan sungai. ”Kalau yang rusak dan hanyut oleh banjir bandang, ada delapan buah. Ini mau didata lagi oleh kepala desa pastinya berapa,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan mengingatkan kewaspadaan menghadapi bencana perlu terus digalakkan. Dari hasil penelusuran Jasa Tirta lima hari terakhir diketahui masih ada pematus (curah, creek) lain yang terdapat penumpukan sedimen dan perubahan tata guna lahan di sekitarnya, yakni Glagah Wangi. Bagian hilir Glagah Wangi menyatu dengan alur saat bencana 4 November.
”Selain pematus alami yang mengalami banjir bandang (Curah Sambong dari Pusung Lading dan Alas Bengking), masih ada alur pematus lain (Glagah Wangi) yang belum mengalami bencana, tetapi juga terjadi perubahan tata guna lahan dan penumpukan sedimen di dalam paras pematusnya. Jika dikombinasi dengan hujan deras, tidak tertutup kemungkinan bisa terulang (banjir) di pematus yang lain,” katanya.
Raymond menduga banjir bandang sepekan lalu terjadi akibat kombinasi faktor alami di permukaan tanah, kondisi alur, dan hujan. Curah hujan saat banjir bandang 80-100 mm sehari, sedangkan air di permukaan tanah yang tidak bisa meresap kemudian mengalir ke lahan terbuka. Diduga, aliran ini kemudian masuk ke pematus alami serta mengangkut serasah, kayu, dan batu yang sebelumnya tertimbun.
Disinggung adanya kemungkinan banjir bandang tersebut juga dipicu oleh kebakaran lahan di lereng Arjuno tahun 2019, Raymond menjelaskan untuk mengetahuinya perlu dipetakan lagi lokasi kebakaran hutan dua tahun lalu dengan sumber limpasan permukaan yang menjadi penyebab banjir.
Untuk penanganan, menurut Raymond, tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu diprogramkan bagaimana mengurangi perubahan tata guna lahan di bagian hulu. Fungsi lahan yang sudah menjadi lahan pertanian, tambah Raymond, bisa dikembalikan secara bertahap. Berdasarkan data 3-4 tahun lalu, luas tutupan di daerah tangkapan hulu Daerah Aliran Sungai Brantas saat kemarau hanya 19-25 persen (vegetasi sepanjang musim). Idealnya lebih dari 30 persen.