Kebun dan Hutan Universitas Mulawarman Pun Ditambang secara Ilegal
Hutan dan kebun untuk penelitian milik Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, ditambang tanpa izin. Penambangan batubara ilegal terus terjadi di Kaltim karena mata rantainya tak diputus sampai saat ini.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Penambangan secara ilegal di Kalimantan Timur tak kunjung usai, bahkan sampai merusak lahan yang dikhususkan untuk pendidikan. Sejak Agustus hingga Oktober 2021, dua lahan milik Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, rusak akibat ulah petambang ilegal.
Pada 25 Oktober 2021, sebuah ekskavator sedang dioperasikan mengeruk batubara di kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) di Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara. Lahan yang sebelumnya ditumbuhi pohon karet dan beberapa jenis dipterokarpa itu sudah terbuka.
Kepala Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropika Humida (Pusrehut) Unmul Sukartiningsih, yang saat itu sedang memantau KHDTK Unmul, langsung menghampiri operator alat berat tersebut. Bersama perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim dan UPTD Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, ia meminta aktivitas itu dihentikan.
Itu merupakan temuan aktivitas perusakan hutan tanpa izin yang kesekian kali di sana. Padahal, KHDTK Unmul seluas 20.271 hektar itu merupakan kawasan hutan yang dijaga untuk tujuan pendidikan dan penelitian. Berbagai akademisi dan mahasiswa dari dalam hingga luar negeri pernah meneliti di sana.
”Saat itu kami tidak bertemu bosnya. Mereka bilang bos mereka orang luar Kalimantan. Kemarin kami bilang, kalau sudah tidak bisa diingatkan lagi, kami tempuh jalur hukum,” ujar Sukartiningsih, dihubungi dari Balikpapan, Rabu (3/11/2021).
Selain melanggar hukum, aktivitas itu membuat program pemulihan ekosistem tropis lembab di sana terhambat. Sejak 2017, Pusrehut Unmul memulihkan lahan di sekitar KHDTK Unmul. Tujuannya untuk menghijaukan kembali lahan yang rusak akibat kebakaran hutan, perambahan ilegal, dan faktor alam.
”Fokus saat ini membangun hutan, yakni mengganti tumbuhan yang rusak dengan jenis dipterokarpa, seperti meranti, kapur, ulin, dan bengkirai, serta beberapa jenis bioenergi,” kata Sukartiningsih.
Selain rusak karena faktor alam, banyak titik di lahan hutan itu juga rusak karena perambahan, perkebunan tanpa izin, dan penambangan. KHDTK Unmul mencatat, 383,37 hektar wilayahnya ditambang secara ilegal.
Adapun 848,48 hektar dijadikan perkebunan sawit. Itu membuat program rehabilitasi lingkungan tak kunjung usai karena perusakan hutan terus terjadi seiring program penanaman.
Akhirnya, pada Selasa (2/11/2021), Sukartiningsih melaporkan hal tersebut ke Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Bukti foto dan titik koordinat disertakan dalam laporan tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Harian Kepala Seksi II Samarinda Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan David Muhammad menjelaskan, pihak Unmul juga melaporkan hal tersebut kepada Polda Kaltim. Saat Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan sedang mengumpulkan data, Polda Kaltim sudah bergerak untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
”Sehingga kami akhirnya diminta Unmul untuk membantu sosialisasi kepada warga di sana. Pada Selasa (9/11/2021), ada anggota (Balai Gakkum) yang membantu Unmul terkait sosialisasi,” katanya.
Merusak kebun
Selain temuan itu, pada Agustus 2021, Dekan Fakultas Pertanian Unmul Rusdiansyah mendapat kabar bahwa aktivitas tambang ilegal masuk ke area Kebun Percobaan Teluk Dalam di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara. Itu merupakan kebun seluas 16,7 hektar milik Faperta Unmul yang dikhususkan sebagai tempat praktik mahasiswa.
Rusdiansyah bercerita, aktivitas itu diketahui pada 31 Agustus 2021. Saat itu, penanggung jawab sekaligus Kepala Kebun Percobaan Teluk Dalam Faperta Unmul Sofian melaporkan bahwa ekskavator sudah mengeruk lahan kebun dan melewati patok batas lahan.
Aktivitas ilegal itu membuat kerusakan lahan kebun dan menggerus sebagian badan jalan. Terdapat pula tumpukan batubara di sekitar lubang galian itu. Selain itu, patok sebagai tanda batas lahan juga rusak akibat tanahnya dikeruk.
”Saudara Sofian telah berkomunikasi dan memberi teguran beberapa kali kepada pelaku aktivitas penambangan batubara di lapangan. Namun, belum ada tanggapan dari pelaku aktivitas penambangan tersebut,” ujar Rusdiansyah, dihubugi dari Balikpapan, Rabu (3/11/2021).
Karena aktivitas tambang terus berlanjut, pada 1 November 2021 Rusdiansyah didampingi Dekan Fakultas Hukum Unmul Mahendra Putra melapor ke Polres Kutai Kartanegara. Keesokan harinya, 2 November 2021, Polres Kutai Kartanegara mendatangi lokasi tersebut.
Dihadiri juga oleh perwakilan dosen Unmul, polisi melihat titik yang digali oleh petambang. Saat itu, tak ada aktivitas tambang dan ekskavator yang beroperasi.
”Saat sidak, ada ekskavator di sekitar lokasi, tetapi kami belum memastikan untuk apa alat berat itu. Kami masih dalami,” kata Kanit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kukar Inspektur Dua RM Sagi Janitra.
Terus terjadi
Dalam sejumlah kasus sebelumnya, petambang ilegal biasanya merambah kawasan yang dilindungi dan lahan warga yang jauh dari permukiman. Sebab, lahan-lahan itu minim pengawasan.
Ini kekosongan negara dalam penegakan hukum.
Tak jarang pula tambang ilegal itu membuat petaka bagi warga di sekitar lokasi yang ditambang. Di Kecamatan Samboja, misalnya, kawasan hijau Waduk Samboja ditambang. Dampaknya, air waduk yang digunakan warga untuk mandi, irigasi, dan minum ternak tercemar.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim, Pradarma Rupang, menilai, tambang ilegal marak di Kaltim karena ada yang menampung dan membeli hasil galian tambang ilegal. Jadi, tambang yang diperjual-belikan di Kaltim bukan hanya dari perusahaan tambang berizin resmi, melainkan juga dari petambang ilegal.
Untuk itu, ia menuntut kepada penegak hukum agar tambang ilegal diusut menyeluruh, bukan hanya menangkap pekerja yang menambang secara ilegal. Jika terus dibiarkan, kawasan hijau di Kaltim terancam terus tergerus dan mendatangkan bencana bagi warga di sekitarnya.
”Ini kekosongan negara dalam penegakan hukum. Tambang batubara ilegal ini mata rantai: ada pemodal, pemasok alat, sampai yang membeli batubara. Itu semua harus diusut agar aktivitas itu tidak terus berjalan,” kata Rupang.