Kapal Cantrang Nelayan Pantura Jateng Meresahkan Nelayan Kalsel
Nelayan di Kalimantan Selatan dibuat resah dengan beroperasinya kapal nelayan dari pantai utara Jawa Tengah yang menggunakan cantrang. Pengawasan dan penindakan diperlukan agar tidak terjadi konflik antarnelayan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Nelayan di Kalimantan Selatan dibuat resah dengan beroperasinya kapal nelayan dari pantai utara Jawa Tengah yang menggunakan cantrang. Banyak nelayan kecil tidak mendapatkan hasil karena wilayah tangkapnya diobrak-abrik kapal cantrang.
Ketua Ikatan Nelayan Saijaan (Insan) Kabupaten Kotabaru Zainal Abidin mengatakan, cukup banyak kapal nelayan dari Jawa Tengah yang memasuki wilayah tangkap nelayan Kotabaru. Kapal mereka cukup besar dengan ukuran rata-rata 40 groston (GT) serta menggunakan alat tangkap jenis cantrang, yang sudah dilarang oleh pemerintah.
”Kami sangat resah karena kapal cantrang itu kerap masuk dan mengobrak-abrik wilayah perairan tempat kami beroperasi. Alat tangkap yang kami pasang sampai rusak, bahkan hilang. Kami kerap tidak mendapatkan hasil apa-apa,” katanya ketika dihubungi dari Banjarmasin, Kamis (11/11/2021).
Menurut Zainal, daerah operasi kapal cantrang itu hanya berjarak 10-20 mil dari pantai Kotabaru. Di situ, nelayan Kotabaru biasanya melaut dengan menggunakan perahu kecil berukuran kurang dari 1 GT. Satu perahu hanya untuk satu orang dengan menggunakan alat tangkap jaring pantai atau rempa (seint net) dan rawai.
”Kami ini ibaratnya sekali melaut hanya untuk makan sehari. Mereka yang pakai kapal besar dan teknologi canggih kok tidak kasihan dengan nelayan kecil,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Zainal, jangan heran jika nelayan Kotabaru sampai berbuat nekat beberapa waktu lalu. Sekelompok nelayan di Pulau Laut Barat, Kotabaru, pada waktu itu sampai membakar kapal cantrang milik nelayan dari Jateng. ”Kalau mereka begitu terus, bukan tidak mungkin akan terjadi bentrok besar-besaran,” katanya.
Menurut Zainal, nelayan Kotabaru sudah melaporkan masalah yang terjadi di lapangan kepada instansi terkait. Mereka juga pernah mengadakan pertemuan yang difasilitasi Dinas Perikanan Kotabaru, Kepolisian Resor Kotabaru, dan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Kotabaru. Namun, yang hadir dalam pertemuan itu hanya pengepul hasil tangkapan kapal cantrang.
”Setelah pertemuan itu, hanya 1-2 bulan mereka tidak beroperasi. Setelah itu, mereka beroperasi lagi dan terus berulang sampai sekarang,” ujarnya.
Zainal meminta pemerintah pusat yang memiliki kewenangan dalam mengatur penggunaan cantrang segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini. ”Jangan lagi sampai terjadi konflik antara nelayan Kalsel dan nelayan dari Pulau Jawa,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel Rusdi Hartono mengatakan, penggunaan cantrang tidak hanya meresahkan nelayan di Kotabaru, tetapi juga nelayan di Tanah Bumbu dan Tanah Laut. Padahal, penggunaan cantrang sudah dilarang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021.
Kalau mereka begitu terus, bukan tidak mungkin akan terjadi bentrok besar-besaran.
Menurut dia, kapal cantrang yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 712, yang mencakup wilayah perairan Laut Jawa, kebanyakan memang dari Jateng. Secara administratif, wilayah perairan tersebut turut menjadi kewenangan dan tanggung jawab delapan provinsi, termasuk Jateng dan Kalsel.
Patroli perairan
Rusdi menyebutkan, pihaknya sudah berupaya menyelesaikan masalah kapal cantrang dengan melakukan patroli di wilayah perairan Kalsel, bekerja sama dengan Polisi Perairan (Polair), Lanal, Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan, serta Satuan Pengawasan SDKP Banjarmasin.
”Namun, di lapangan, mereka sangat lihai main kucing-kucingan. Kalau kami patroli, mereka tidak ada. Namun, selesai patroli, mereka datang lagi,” ujarnya.
Dalam patroli itu, lanjut Rusdi, Pemprov Kalsel juga memiliki keterbatasan karena wilayah perairan sesuai kewenangan provinsi hanya 12 mil dari pantai. Sementara wilayah operasi kapal cantrang itu kadang-kadang di atas 12 mil.
”Jika wilayah operasinya sudah di atas 12 mil, Stasiun PSDKP Tarakan yang memiliki kewenangan. Pada April 2021 setidaknya ada 11 kapal cantrang yang ditindak sampai disidang di Pengadilan Negeri Kotabaru,” ungkapnya.
Rusdi juga mengimbau agar nelayan Kalsel tetap menjaga diri dan menahan emosi untuk tidak melakukan aksi vandalisme, seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. ”Kami di pemerintah provinsi serius menyelesaikan persoalan ini. Nelayan jangan khawatir,” katanya.