Pemulihan trauma anak-anak korban banjir bandang di Desa Bulukerto, Kota Batu, Jawa Timur, juga penting untuk ditempuh demi keberlangsungan hidup mereka.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Berkumpul dan bermain bersama di Pendopo Kasepuhan membantu anak-anak korban banjir bandang di Bulukerto, Bumiaji, Batu, Jawa Timur, mengatasi trauma terhadap bencana hidrometeorologis tersebut.
Lebih dari 20 anak dan remaja mendatangi Pendopo Kasepuhan di Dusun Buludendeng, Desa Bulukerto, yang menjadi Pos Kesehatan dan Psikososial Kalingga-Alit Indonesia, Rabu (10/11/2021) malam.
Mereka datang ke pendopo setelah mengaji atau selepas maghrib. Di pendopo, mereka bermain kartu, boneka, dakon, atau permainan papan, didampingi sukarelawan Kalingga dan Alit dari Surabaya. Anak-anak bermain sampai pukul 20.00, sedangkan remaja sampai pukul 21.00.
Mendekati pukul 20.00, jika ada penjual bakso atau makanan lewat, anak-anak dan sukarelawan membeli serta bersantap bersama. Sebelum anak-anak pulang, mereka berdoa bersama untuk percepatan penanganan bencana yang sedang berlangsung.
”Kalau besok sekolah online-nya siang, pagi saya mau ke sini lagi main boneka,” ujar seorang anak dari Dusun Buludendeng.
Anak-anak dan remaja itu korban banjir bandang pada Kamis (4/11/2021) selepas pukul 12.30. Bencana menewaskan 7 orang yang 5 orang di antaranya warga Bulukerto, memaksa 89 keluarga mengungsi, merusak 35 rumah, menimbun 33 rumah, serta menghanyutkan 10 kandang, 107 hewan ternak, 73 sepeda motor, dan 7 mobil.
Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Yuliati Umrah mengatakan, pembukaan pos pelayanan kesehatan dan psikososial itu bertujuan untuk menangani trauma warga, terutama kalangan anak-anak, dari bencana.
”Anak-anak itu perlu trauma healing agar tidak tertekan selama musim hujan karena potensi bencana susulan,” ujar Yuliati.
Sebagian anak-anak itu ada yang selamat dari kematian akibat terjangan banjir bandang. Mereka menjadi trauma dan ketakutan ketika hujan turun, bahkan gerimis. Bermain bersama diharapkan mengikis pelan-pelan trauma itu.
”Pos pelayanan ini didesain berlangsung selama masa tanggap darurat yang dua pekan,” ujar Rakai Kurmavatara, Koordinator Pos dari Yayasan Alit.
Di pos, jika ada dokter sukarelawan Kalingga (Keluarga Alumni Universitas Airlangga), warga atau anak-anak yang datang untuk mencari pelayanan akan mendapat pemeriksaan kesehatan dan psikologis.
Yuliati mengatakan, Bulukerto satu di antara desa-desa dampingan Alit dalam konteks pemajuan kebudayaan. Sasaran pendampingan adalah anak-anak yang di masa depan diharapkan menjadi motor perubahan dalam gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan pelestarian lingkungan.
Anak-anak itu perlu trauma healing agar tidak tertekan selama musim hujan karena potensi bencana susulan. (Yuliati Umrah)
Jalan kebudayaan
”Kami mengadopsi konsep hasta brata atau delapan jalan kebudayaan,” ujar Yuliati. Masing-masing adalah wicaksana (norma kebijakan), waras (kesehatan), waskita (spiritual), wasis (nilai pendidikan), wareg (pangan), wastra (busana), waruga (bela diri), dan wisma (arsitektur griya).
Di Bulukerto, ada kalangan warga yang menjadi sukarelawan Alit untuk pendampingan anak-anak dalam program pembudayaan itu. Kegiatan berlangsung di Pendopo Kasepuhan yang karena bencana menjadi pos pelayanan kesehatan dan psikososial.
Dalam jalan wasis, anak-anak di Bulukerto didorong bukan sekadar sekolah online karena masih dalam situasi pandemi Covid-19. Mereka dilibatkan dalam Sekolah Merdeka yang salah satunya belajar dari alam desa di lereng selatan Gunung Arjuno tersebut.
Dari sana, mereka berusaha mengenali berbagai tumbuhan untuk kepentingan jalan wareg (pangan) atau waras (kesehatan). Mereka didorong untuk menyerap pengetahuan dari sesepuh atau orang tua untuk melestarikan kearifan yang ada dalam hasta brata tadi.
Peneliti utama Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Amien Widodo, meminta aparatur dan masyarakat agar tetap waspada terhadap ancaman bencana karena masih di awal musim hujan dan La Nina.
”Selalu waspada dan sigap untuk evakuasi agar terhindar dari dampak fatal. Sementara itu, segera eksekusi kebijakan pengendalian dan antisipasi, misalnya rehabilitasi lahan kritis, relokasi warga, dan penataan,” kata Amien.