Maksimalkan Kampung Tangguh untuk Mitigasi Bencana
Penanganan dan pencegahan bencana hidrometeorologi terkait La Nina dan musim hujan bisa ditempuh dengan memaksimalkan kampung tangguh sebagai modal menjadi desa tangguh atau siaga bencana.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penanganan dan pencegahan bencana hidrometeorologi terkait La Nina dan musim hujan dapat memanfaatkan peran kampung tangguh. Kampung tangguh dengan cakupan RT, RW, dusun, dan kelurahan/desa sudah lebih dulu berhadapan dengan persoalan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020.
Dalam penanganan pandemi Covid-19, pengurus RT, RW, dusun, dan kelurahan/desa bertugas di kampung tangguh memelihara komunikasi dan koordinasi dengan warga. Masyarakat yang dicurigai terjangkit didorong untuk diperiksa. Warga yang terjangkit dikarantina dan keluarga diperhatikan. Program vaksinasi juga didorong melalui gugus tugas kampung tangguh.
”Pola kampung tangguh bisa dimaksimalkan untuk desa tangguh bencana, desa siaga, atau apa pun namanya dengan tujuan penanganan dan pencegahan bencana hidrometeorologi,” kata Koordinator Program Studi Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, Arief Hargono, Selasa (9/11/2021).
Untuk kampung tangguh bencana, aparatur pemerintah diharapkan menyiapkan prasarana dan sarana penunjang, terutama sistem peringatan dini. Terpenting, masyarakat harus secepat mungkin mendapat peringatan risiko bencana dari lembaga resmi pemerintah, terutama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, yang diteruskan oleh aparatur kepada gugus tugas.
”Ketika bencana mendekat, pemerintah harus segera mengeksekusi kebijakan untuk memastikan keselamatan masyarakat,” kata Arief. Dalam pencegahan, pemerintah atau aparatur terpadu harus dapat menerapkan kebijakan mitigasi yang menekan risiko atau dampak bencana di masa depan. Misalnya, relokasi warga, penataan dan atau rehabilitasi kawasan, dan kesiagaan warga terhadap bencana.
Peneliti senior Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amien Widodo, mengatakan, La Nina dan musim hujan sedang berlangsung meski dalam tahap awal. Kondisi puncak yang linier dengan kenaikan risiko bencana hidrometeorologi berupa banjir, tanah longsor, tanah gerak, dan banjir bandang mendekat.
Menurut Amien, dalam situasi saat ini, yang bisa ditempuh masyarakat adalah meningkatkan kesiagaan terhadap bencana dan kesiapan evakuasi. Cek rumah dan kerentanan lingkungan terhadap bencana, terutama permukiman di kawasan berisiko, yakni tepi sungai, dekat tebing, dan perbukitan.
”Jika memungkinkan merehabilitasi kawasan dengan menanam kawasan kritis agar bisa diterapkan, tetapi patut melihat situasi cuaca agar terhindar dari ancaman bencana,” kata Amien.
Pemerintah saatnya mencari dan menentukan lokasi risiko tinggi bencana dan menerapkan kebijakan yang tepat. Jika suatu kawasan amat rentan sehingga perlu ada program relokasi, saat ini haruslah segera dicari lokasi-lokasi alternatif sekaligus penguatan kelembagaan masyarakat untuk menjadi desa tangguh.
Secara terpisah, Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Taufik Hermawan dalam dialog virtual tentang kebencanaan mengatakan, fenomena La Nina meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi. Waspadai perkembangan cuaca sampai dengan awal tahun (Januari-Februari 2022) yang berpotensi menghadirkan hujan lebat, angin kencang, puting beliung, dan dampaknya, yakni banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
”Bencana hidrometeorologi berpotensi terjadi di seluruh wilayah Jatim,” kata Taufik. Apalagi La Nina akan meningkatkan curah hujan sekaligus risiko dan dampak bencana. La Nina merupakan fenomena global peningkatan suhu permukaan laut sehingga berkarakter basah atau meningkatkan curah hujan.