Dugaan Asusila Mantan Kapolsek di Sulteng Mulai Diselidiki
Proses pidana dengan dugaan asusila terhadap mantan kepala kepolisian sektor di Sulteng dijamin transparan. Pembela hukum korban membuka kemungkinan menuntut tersangka dengan kasus pemerkosaan.
Oleh
videlis jemali
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Penyidik pidana umum Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah mulai menyelidiki kasus dugaan tindakan asusila yang dilakukan mantan Kepala Kepolisian Sektor Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Inspektur Satu IGDN. Penyelidikan pidana ini dilakukan menyusul hasil sidang kode etik yang menegaskan yang bersangkutan bersalah.
”Penyelidikan pidana sementara berlangsung. Penyidik telah memeriksa 15 saksi, termasuk terlapor,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Sulteng, Senin (8/11/2021).
Didik menegaskan, pihaknya akan transparan dan profesional menangani kasus IGDN. Setiap perkembangan perkara akan disampaikan kepada publik.
Kasus tersebut juga mendapat atensi khusus Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi untuk diselesaikan. Rudy bahkan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban dan masyarakat umum atas kasus tersebut saat menyampaikan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri jelang akhir Oktober 2021.
Ada kemungkinan, dalam perkembangan, IGDN dilaporkan dengan dugaan pidana pemerkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara.
Kasus asusila IGDN dengan SF (20) terjadi pada awal Oktober 2021. IGDN dengan posisinya sebagai kepala kepolisian sektor bersetubuh dengan SF dengan iming-iming atau janji akan membebaskan ayahnya. Ayah SF ditahan di sel Kepolisian Sektor Parigi atas dugaan pencurian ternak. Setelah itu, ayah SF tak dibebaskan. Bahkan, IGDN berniat untuk mengulangi lagi perbuatannya, tetapi ditolak oleh SF.
IGDN telah dinyatakan bersalah atau melanggar kode etik kepolisian dalam sidang Komisi Kode Etik Polri yang digelar jelang akhir Oktober 2021. Ia direkomendasikan untuk dipecat (pemberhentian dengan tidak hormat). Namun, rekomendasi itu belum bisa dieksekusi karena dia melakukan banding atas putusan tersebut.
Didik menyampaikan, para pihak masih menyiapkan sidang banding yang digelar di Markas Polda Sulteng. Pemecatan baru bisa dilakukan setelah sidang banding mengonfirmasi putusan sidang sebelumnya.
Penasihat hukum SF, Akbar, mengatakan, pihaknya telah menerima surat pemberitahuan dari penyidik terkait penyelidikan kasus asusila IGDN. Pihaknya akan mengawal proses pidana tersebut demi keadilan untuk korban.
Menurut Akbar, untuk sementara, IGDN dilaporkan dengan tindak pidana asusila atau persetubuhan dengan seseorang tanpa ikatan sah sebagaimana diatur dalam Pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman sembilan tahun penjara. Namun, ada kemungkinan, dalam perkembangan, IGDN dilaporkan dengan dugaan pidana pemerkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara.
Dugaan pemerkosaan terungkap dari pemaksaan yang dilakukan IGDN untuk bersetubuh dengan SF. Hal itu merujuk pada pengakuan korban.