Pasal Berlapis Diusulkan untuk Jerat Aktor Tambang Minyak Ilegal
Aparat penegak hukum perlu tegas menerapkan sanksi bagi para aktor tambang minyak ilegal. Ancaman hukuman dikenakan maksimal dengan pasal berlapis agar pelaku jera.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pemberantasan tambang minyak ilegal memerlukan komitmen kuat dan ketegasan aparat penegak hukum. Pasal berlapis dan jerat hukum perlu diterapkan maksimal agar para aktor tambang liar jera.
Ahli kebakaran hutan dan lahan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengimbau jangan lagi ada kompromi bagi aktivitas tambang liar. Selain menghancurkan lingkungan, merugikan negara dan investasi, aktivitas itu juga mengancam keselamatan warga serta menimbulkan konflik sosial. Karena itu, penanganannya harus berjalan seiring antara pencegahan, pemberantasan, dan solusi.
Terkait pemberantasan, aparat penegak hukum agar tegas menerapkan sanksi bagi pelaku. Ancaman hukuman haruslah maksimal. ”Gunakan jerat hukum multidoor lewat banyak undang-undang terkait. Ancaman hukumannya harus yang paling maksimal, bukan yang paling rendah, supaya memberi efek jera,” katanya, Kamis (28/10/2021).
Terkait sumur minyak ilegal yang meledak dan terbakar 18 September lalu di batas Jambi dan Sumatera Selatan, Kepolisian Daerah Jambi menetapkan Aipda Dr dan Uj sebagai tersangka. Keduanya mendekam di rumah tahanan Polda Jambi. Berkas perkara telah masuk ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jambi. Berkas itu lalu dikembalikan lagi ke penyidik untuk diperbaiki sesuai petunjuk dari jaksa.
Dalam berkas itu, tersangka dijerat tindak pidana orang perseorangan yang melakukan kegiatan tambang dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin berusaha dari pemerintah. Pelaku melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Juncto Pasal 37 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.
Menurut Bambang, penyidik masih dapat menambahkan pasal lainnya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan PPLH, misalnya. Lewat pintu tersebut, ada penghitungan nilai kerugian lingkungan.
Penyidik masih dapat menambahkan pasal lainnya. (Bambang Hero Saharjo)
Kebakaran sumur ilegal itu terjadi 18 September. Api baru berhasil padam 26 Oktober setelah melalui berbagai upaya.
Dari kejadian itu, Bambang menghitung total kerugian lingkungan, hingga biaya pemulihannya mencapai Rp 163,9 miliar. Itu belum termasuk biaya pemadaman yang dikeluarkan tim dari Pertamina Hulu serta kerugian akibat hilangnya potensi minyak dan gas dari sumur, dan juga paparan karbon yang terlepas di udara akibat kebakaran.
Menurut Afrianto dari Humas Pertamina EP Zona 1, biaya yang dikeluarkan untuk memadamkan kebakaran dari aktivitas tambang minyak ilegal itu terbilang besar. Tim masih di lapangan untuk membantu penutupan sumur pascapadamnya api.
”Nilai totalnya belum dapat kami pastikan karena tim kami masih di lapangan. Tentu saja jumlah biaya yang keluar tidak sedikit karena begitu banyak upaya yang harus dilakukan untuk memadamkan api hingga tuntas,” katanya.
General Manager Pertamina Subholding Upstream Regional Sumatera Zona 1, Ani Surakhman, dalam rilisnya, menjelaskan proses pemadaman api intensif dimulai Senin lalu lewat proses foaming. Tim menggunakan 2 unit pompa bertekanan tinggi dan 4 pipa penyemprot. Dalam proses foaming, tim teknis melakukan pula injeksi semen ke lubang sumur. Saat foaming dilakukan, api sudah mulai mengecil. Namun, karena tekanan dalam sumur lebih besar, api sempat menyala kembali.
Pada hari kedua, upaya serupa dilanjutkan. Api akhirnya berhasil padam. Proses selanjutnya dilakukan penutupan lubang sumur secara permanen.
Bambang menambahkan sistem deteksi dini perlu diperkuat untuk mencegah masuknya kembali tambang minyak ilegal. Polda Jambi telah memiliki sistem deteksi yang baik melalui aplikasi Asap Digital. Sistem tersebut dapat diperluas pemanfaatannya tak hanya untuk mendeteksi kebakaran hutan dan lahan, tetapi juga tambang liar. ”Sangat bisa dimanfaatkan dan diaplikasikan di lapangan dengan bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait,” katanya. Selain itu, lanjutnya, perlu segera dilakukan upaya pemulihan lingkungan yang rusak.
Manajer Kajian dan Penguatan Informasi Walhi Jambi DwiNanto mengemukakan banyak pihak yang terlibat dalam bisnis minyak curian itu. Mulai dari pelaku di hulu atau lokasi tambang hingga hilirnya pada industri pengolahan dan pendistribusiannya. Panjangnya aliran minyak dan banyaknya pihak yang terlibat akan sulit diberantas selama aparat penegak hukum tak serius.
Ia pun mendapati ada oknum-oknum aparat yang malah turut bermain. ”Akan sulit diberantas permanen jika penegak hukumnya tidak benar-benar serius atau malahan turut bermain,” katanya.
Pemetaan jaringan dalam praktik tambang liar itu semestinya telah ada. Karena itu, pemberantasan harus langsung menyasar pada aktornya agar pemberantasan dapat tuntas.