Kehadiran listrik di Pulau Papagarang tidak hanya membuat warga bisa berhemat untuk membeli bahan bakar, tetapi juga secara langsung membuka peluang munculnya usaha-usaha baru.
Oleh
Ismail Zakaria
·4 menit baca
Suara bising mesin serut kayu, Jumat (1/10/2021) pukul 13.30 Wita, terdengar nyaring. Bunyi mesin itu memecah keheningan di pesisir Dusun Lamolo Jaya, Desa Papagarang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Di sebuah bangunan semipermanen berdinding bilah-bilah bambu dan beratap terpal, Irwan (27) tengah mengerjakan pesanan kosen jendela. Saat tengah fokus bekerja, mesin serut kayu itu tiba-tiba mati. Namun, Irwan tetap tenang. Ia lantas meminta anaknya menghidupkan meteran listrik. Saat listrik kembali menyala, Irwan melanjutkan pekerjaannya.
Belum satu menit bekerja, mesin serut mendadak mati lagi. Irwan kembali meminta anaknya menghidupkan meteran. Ia juga meminta alat-alat elektronik lain yang masih menyala dimatikan. Setelah kejadian kedua, meteran dengan daya 900 volt ampere (VA) tidak lagi jeglek (terputusnya aliran listrik). Irwan kembali menghidupkan mesin dan menghaluskan kayu kosen.
”Itu (meteran jeglek) sudah biasa. Sekarang kondisinya jauh lebih baik dari sebelum ada PLTS,” katanya.
Irwan merupakan salah satu dari 1.500 lebih penduduk Papagarang yang kini merasakan manfaat hadirnya PLTS Papagarang yang berdaya 380 kilowatt peak. PLTS tersebut beroperasi sejak November 2019.
Kehadiran PLTS yang beroperasi 24 jam itu berdampak sangat positif bagi warga di pulau yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo ini. Tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga untuk usaha lain yang sebelumnya tidak optimal karena listrik terbatas.
Kehadiran PLTS yang beroperasi 24 jam itu berdampak sangat positif bagi warga di pulau yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo ini.
Saat mesin diesel masuk, warga Papagarang harus membayar Rp 10.000 per hari untuk diesel. Pun demikian saat menggunakan genset, banyak ongkos untuk bahan bakar. Irwan, misalnya, menghabiskan 5 liter bensin per hari. Jika harus bekerja penuh, bisa menghabiskan 10 liter.
Saat itu, harga bensin di Papagarang Rp 10.000 per liter. Artinya, dalam sehari Irwan bisa mengeluarkan Rp 50.000-Rp 100.000 per hari untuk usahanya, termasuk kebutuhan penerang rumah. Dalam sebulan, biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1,5 juta-Rp 3 juta.
”Sekarang, kami hanya mengeluarkan sekitar Rp 100.000 per bulan. Tidak hanya untuk peralatan kerja, tetapi juga untuk penerangan dan perabotan elektronik lain di rumah. Benar-benar bisa berhemat sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan lainnya,” kata Mirawati (28), istri Irwan.
Sukirman (66), yang sehari-hari membuat kapal bagan, telah merasakan susahnya hidup tanpa listrik dan mengandalkan lampu damar atau petromaks. ”Sebelum ada listrik, semua alat kerja saya manual. Satu bagan baru selesai sekitar lima bulan. Sejak ada listrik, bisa sedikit cepat karena memakai alat dengan listrik,” ujarnya.
Usaha baru
Kehadiran listrik tidak hanya membuat warga bisa berhemat untuk membeli bahan bakar, tetapi juga secara langsung membuka peluang munculnya usaha-usaha baru yang selama ini tidak ada di Papagarang karena terbatasnya listrik.
Warga Dusun Tanjung Keramat, Syahrani (46), sejak enam bulan terakhir membuka usaha air isi ulang. Selain peluang bisnis, ia juga ingin memudahkan warga mengakses air bersih yang selama ini menjadi persoalan di Papagarang. ”Tentu mesin air ini tidak akan jalan kalau tidak ada listrik seperti sekarang,” katanya.
Kehadiran listrik tidak hanya membuat warga bisa berhemat untuk membeli bahan bakar, tetapi juga secara langsung membuka peluang munculnya usaha-usaha baru.
Usaha lain yang muncul adalah pembuatan es batu. Usaha ini dijalankan Afna (52) sejak awal PLTS Papagarang beroperasi dan Wirnawati (31) sejak setahun terakhir. ”Saya sudah lama ingin punya pendingin agar bisa berjualan es. Apalagi suami saya nelayan dan butuh es batu agar ikan tetap segar. Makanya, saya senang sekali ada PLTS dan mulai menabung untuk beli kulkas,” kata Wirnawati.
Tidak hanya geliat ekonomi, kehadiran PLTS juga memudahkan kegiatan belajar-mengajar di Papagarang, misalnya bagi Sekolah Dasar Negeri Papagarang. Kepala SDN Papagarang Ahmad Hardin (39) mengatakan, sebelum ada PLTS, ia harus ke Labuan Bajo untuk memperbarui data pokok pendidikan. Namun, setelah ada listrik yang stabil dan menyala 24 jam, Ahmad tak perlu lagi ke Labuan Bajo menjelang ujian. Ia juga bisa mencetak dengan laptop dan printer sekolah.
”Seluruh ruang kelas juga sudah terpasang instalasi listrik. Kapan saja dibutuhkan, proyektor dipakai di dalam kelas. Sekolah juga bisa mengoperasikan alat penyedot air untuk keperluan toilet,” ujar Ahmad.
Pengoperasian PLTS memang bisa dikata belum begitu sempurna. Namun, kehadirannya telah membawa terang dan harapan hidup yang lebih baik bagi warga Papagarang.