Nanas Benggolo Dikembangkan untuk Ekonomi dan Wisata di Sekitar Borobudur
Nanas benggolo dikembangkan sebagai tanaman pekarangan di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Selain untuk menbambah pemasukan warga, buah ini akan dikembangkan untuk wisata.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memperluas gerakan budidaya tanaman buah di pekarangan rumah warga perdesaan. Salah satu buah yang dikembangkan ialah nanas benggolo. Produk ini diharapkan bisa menjadi komoditas unggulan dan meningkatkan ekonomi daerah.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang Romza Ernawan mengatakan, saat ini para penyuluh pertanian berupaya mendampingi petani memgembangkan budidaya nanas benggolo. Daerah sasaran ialah desa-desa di Kecamatan Borobudur.
”Buah nanas ini diharapkan bisa menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Borobudur,” ujarnya, Kamis (14/10/2021).
Nanas benggolo, menurut Romza, memiliki cita rasa berbeda dibandingkan nanas lainnya. Tidak hanya manis, nanas benggolo juga memiliki rasa asam dan karakter buah yang sangat berair.
Romza menambahkan, selama ini warga perdesaan di Kabupaten Magelang terbiasa memanfaatkan tanah pekarangan untuk ditanami sejumlah tanaman. Tanaman yang paling banyak ditanam adalah sayuran dan buah-buahan, yang biasanya untuk dikonsumsi sendiri.
Budidaya nanas benggolo salah satunya dikembangkan warga Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Berasal dari bibit yang diyakini sebagai tanaman lokal, jenis nanas benggolo menghasilkan ukuran buah yang sangat besar.
Nanas benggolo yang dihasilkan warga Desa Kembanglimus memiliki berat selalu lebih dari 1 kilogram. Bahkan, pernah mencapai hingga 7,4 kg. Berat nanas ini berbeda jauh dengan kebanyakan nanas lain di pasaran yang biasanya beratnya berkisar 300 gram hingga 400 gram.
Rohadi, salah satu perangkat Desa Kembanglimus, mengatakan, selain untuk menambah pemasukan warga, selanjutnya tanaman nanas akan terus dikembangkan dengan penanaman yang semakin masif. Nantinya tanaman ini diharapkan bisa menjadi bagian dari daya tarik wisata desa.
”Kami berharap nantinya kami bisa menarik wisatawan untuk datang, berkeliling desa dan memetik nanas di rumah-rumah,” ujarnya.
Saat ini, sekitar 70 persen warga Desa Kembanglimus yang tersebar di tujuh dusun telah menanam nanas benggolo. Jumlah tanaman terbanyak terdapat di Dusun Bumen. Dari 116 keluarga, sekitar 90 persen di antaranya telah menanam nanas. Setiap keluarga menanam lebih dari lima pohon nanas.
Awalnya, nanas benggolo ini hanya ditanam sejumlah warga di Dusun Bumen. Tahun 2018, Pemerintah Desa Kembanglimus kemudian mencoba menginisiasi pengembangan dengan membeli 600 bibit tanaman nanas dari warga Dusun Bumen, kemudian membagikannya kepada warga di enam dusun lainnya.
Tidak sekadar dijual buahnya, seiring waktu warga Desa Kembanglimus juga berupaya menjual bibit nanas ke daerah lain. Harga nanas benggolo Rp 12.500 per kg, sedangkan harga bibit Rp 10.000 per bibit.
Sejak berkembang tahun 2018, hasil panen nanas tidak pernah dipasarkan di luar desa. Biasanya petani cukup menitipkan hasil panennya ke salah satu warung mangut beong yang cukup populer di Desa Kembanglimus. Selanjutnya, konsumen warung yang berminat akan langsung membeli nanas di warung atau kemudian diarahkan langsung ke petani.
Tidak hanya dari wilayah Kota dan Kabupaten Magelang, sebagian pembeli buah atau bibit nanas adalah wisatawan Candi Borobudur yang datang dari Jakarta dan Bandung. Pembeli dari sentra nanas Subang (Jawa Barat) juga pernah berkunjung untuk membeli dan membandingkannya dengan nanas produksi daerah mereka.
Ketua Gabungan Kelpompok Tani (Gapoktan) sumber Makmur sekaligus Kepala Dusun Bumen, Wardi, mengatakan, semula tanaman nanas benggolo sebatas tanaman liar yang sering kali diabaikan warga. Oleh karena tidak tahu nama ilmiahnya, nama ”benggolo” seketika muncul untuk menggambarkan ukuran buah yang sangat besar. Dalam bahasa Jawa, benggolo artinya ’besar’.
Iskak, warga Dusun Bumen, mengatakan, dirinya awalnya sekadar iseng mengembangkan tanaman nanas benggolo. Namun, akhirnya upaya ini diteruskan keluarga dan warga sekitar.
Wardi baru memulai menanam pada 2016. Dia dan keluarga Iskak akhirnya menjadi perintis pengembangan bibit tanaman nanas di dusunnya. Untuk membuat bibit, seusai panen dan dipetik buahnya, bonggol tanaman nanas diambil, lalu dibersihkan dan ditanam sebagai bibit.
Dari hasil percobaan mandiri, Wardi dan petani lainnya mengetahui bahwa dengan menanam dalam posisi miring, satu bonggol bisa menghasilkan 10-15 bibit. Hasil ini jauh lebih banyak dibandingkan saat menanam dalam posisi lurus karena satu bonggol hanya menghasilkan dua hingga tiga bibit.
Pantauan di lapangan, banyak warga Desa Kembanglimus menanam tanaman nanas di samping atau depan rumah. Tidak hanya di tanah pekarangan, sebagian warga yang memiliki lahan juga menanam puluhan tanaman tersebut di areal khusus.
Rata-rata tanaman yang dirawat dan tumbuh optimal dengan komposisi pupuk berimbang akan menghasilkan buah dengan berat di atas 3 kg. Namun, sebagian warga lain yang sekadar menanam tanpa merawat dan memberi pupuk biasanya hanya mendapatkan panen sekitar 1 kg.