Callina tak sekadar buah biasa dengan beragam keunggulan yang mengantarnya menuju rak-rak pasar hingga toko mentereng. Karya anak bangsa itu pun digandrungi karena kualitas dan rasanya.
Oleh
Dwi Bayu Radius & Riana A Ibrahim
·5 menit baca
Pepaya callina bukan sekadar buah biasa. Buah ini punya beragam keunggulan yang mengantarnya menuju rak-rak kios buah di pasar hingga toko mentereng. Karya anak bangsa ini digandrungi sehingga harganya tinggi. Di balik pamor callina itu, para petani mendambakan solusi untuk mengatasi berbagai penyakit yang menyerang pohon callina.
Kiki Wijarnako (42) mengawasi callina yang disusun di gudangnya di Desa Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia ikut turun tangan dengan mengatur buahnya agar rapi. Truk-truk datang silih berganti untuk bongkar muat pepaya ranum.
”Kebutuhan 40-50 ton per minggu, alhamdulillah terpenuhi. Hari ini masuk 4 ton, kemarin malah sampai 10 ton,” katanya, Senin (24/5/2021). Di belakang gudang tersebut, terhampar deretan pohon pepaya yang rimbun. Beberapa pohon sudah berbuah lebat.
Hasil perkebunan Kiki itu, yang dipadu kemitraan dengan para petani, didistribusikan untuk memenuhi permintaan konsumen. ”Sampai sekarang, ada sekitar 100 petani yang bermitra dengan saya. Perkebunan di Jabar dan Lampung,” katanya.
Sebelumnya, Kiki menanam pepaya berbeda yang berasal dari negara lain. Ia berangsur banting setir menanam pepaya callina lantaran harganya lebih tinggi. ”Saya mulai tanam callina pada tahun 2003. Semakin lama permintaannya booming (melonjak). Budidaya callina juga tergolong mudah,” katanya.
Harga callina di tingkat petani Rp 4.500 per kilogram (kg). Di pasar tradisional, harganya lebih kurang Rp 6.000 per kg. ”Kalau di pasar modern, Rp 10.000, bahkan Rp 15.000 per kg, tergantung toko dan mereknya. Sementara, harga pepaya yang identik dengan impor Rp 8.000 per kg,” ucapnya.
Pepaya-pepaya yang disalurkan Kiki mudah ditemukan di berbagai toko serba ada, pasar swalayan mini, dan toko buah mentereng. Ia memang memasok buahnya ke pengecer-pengecer ternama. Kiki lantas menyebutkan beberapa jenama dengan jaringan pemasaran yang luas di kota-kota besar.
”Callina disukai karena beratnya hanya 1-2 kg. Praktis untuk keluarga. Sekali santap, habis. Kalau bersisa, lalu masuk kulkas rasanya mungkin berubah,” ucapnya. Pepaya jenis lain beratnya 3-4 kg per buah. Callina juga tak berbau tajam dan lebih kenyal.
Popularitas callina juga dibuktikan dengan kehadirannya di rak-rak produk buah premium di toko swalayan megah seperti yang ada di Larangan, Banten. Mereka yang lewat di bagian buah bakal tersita perhatiannya pada pepaya ranum berwarna kuning kehijauan itu.
Di dalam bangunan yang dikelola jaringan ritel ternama itu, callina ditempatkan di depan semangka, melon, dan anggur. Label yang dibubuhkan menunjukkan pepaya itu berasal dari gudang Kiki. Sementara itu, di toko buah mewah di Kebon Jeruk, Jakarta, pepaya yang disediakan hanya jenis callina. Tak ada pepaya jenis lain.
Saat ini Kiki telah memenuhi permintaan 30 pihak, mulai toko modern, pasar tradisional, hingga pabrik pengolahan buah-buahan. ”Retailer bersegmen menengah atas saja ada di 10 lokasi yang memajang callina di antara buah-buahan impor,” katanya.
Pertaruhan
Kiki menanam sekitar 500 pohon di lahan seluas 5.000 meter persegi. Jumlah itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan saat ia menanam callina pertama kali sebanyak 275 pohon di lahan seluas 1.500 meter persegi.
”Sebenarnya, tahun 2007, saya punya 10.000 pohon. Penyakit busuk batang menyerang. Pusingnya tujuh keliling, malah lebih,” kenang Kiki. Penyakit itu menyerang pangkal batang lalu menjalar. Pucuk mati diikuti pohon kering dan buah rontok. Kalaupun hidup, pepaya tak produktif.
Ia pun menggandeng petani agar callina tetap bisa mengisi rak-rak pedagang buah. Ia berharap pemerintah, lembaga pertanian, dan perguruan tinggi menemukan obat untuk penyakit itu. ”Sekarang saja, saya masih kebat-kebit. Perkebunan di Jabar mulai kena,” katanya.
Di Kebun Buah, permintaan callina justru naik 75 persen dibandingkan sebelum pandemi. Konsumen toko buah dan jus itu kian menyadari pentingnya menjaga kesehatan. ”Setiap hari, penjualan callina setidaknya 60 kg per toko,” ucap Supervisor Area Kebun Buah Wilayah Harapan Indah Joko Purwanto.
Anwar Mustofa (43), penangkar bibit di Desa Prasutan, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, mengungkapkan besarnya minat petani menanam callina. ”Sekali panen saja sudah balik modal. Persoalannya, tanam callina bisa dibilang pertaruhan,” ujarnya.
Anwar tak menyangkal jika kendala membudidayakan callina sangat besar. Pepaya itu rentan layu fusarium dan busuk batang. ”Tiba-tiba bisa mati. Ada yang langsung busuknya dari akar. Buah juga busuk. Semua cara sudah dicoba, tetapi belum ada solusi,” katanya.
Persoalan itu merundung petani sejak empat tahun lalu. Meski demikian, petani tetap menanam callina. Anwar bisa menjual sekitar 3.000 bibit per minggu. ”Permintaan callina tinggi, tetapi budidayanya kayak main lotre. Kalau bisa panen berkali-kali, petani sangat bersyukur,” ujarnya.
Nana Permana (38), Ketua Kelompok Tani Segar Sari Buah di Kelurahan Cipedes, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, Jabar, turut mengungkapkan manisnya hasil budidaya callina. ”Di lahan seluas 12 hektar, kami bisa menghasilkan hingga 15 ton per minggu padahal permintaannya mencapai 70 ton,” ujarnya.
Ketahanan
Peneliti dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB University, Endang Gunawan, yang turun tangan melahirkan pepaya callina atau IPB 9, telah mendengar keluhan mengenai penyakit varietas ini. Pihaknya berupaya meningkatkan ketahanannya dengan melakukan silang balik dengan pepaya yang punya ketahanan baik.
”Dalam waktu dekat, bisa muncul jalan keluar. Ada penyakit antraknosa, ada erwinia. Lalu, benar ada busuk batang dan busuk akar,” kata Endang yang telah menyilangkan pepaya callina hingga tujuh generasi di kebun percobaan sejak tahun 2003 hingga 2009.
Pilihan mengembangkan pepaya ini juga karena perawatan tak makan waktu lama, tetapi hasil panennya memadai dan laku. Umur petiknya berkisar sekitar delapan bulan sejak pohon mengeluarkan bunga hermafrodit. Selanjutnya, masuk masa petik setelah 6-7 bulan dari umur panen pertama.
Callina, singkatan dari carica kelahiran Indonesia, resmi dilepas pada tahun 2012. Carica merupakan nama latin dari pepaya, yakni Carica papaya. ”Sama atau enggak dengan California? Callina ini nama varietas resmi lewat kementerian, punya IPB. California itu merek dagang. Jadi, (pepaya) California ini asli Indonesia,” ujarnya.
Penggunaan merek California diakuinya karena konsumen kerap menganggap label internasional lebih berkualitas. Padahal, untuk pepaya ini, Endang mengungkapkan, produk lokal jauh lebih unggul.