Ambisi Mengurangi Energi Fosil di ”Pulau Panas Bumi”
Pulau Flores menyimpan cadangan energi panas bumi setara 400 megawatt pembangkit. Tahun 2027, panas bumi ditargetkan menyumbang 70 persen sistem kelistrikan Flores.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Suhu panas menembus telapak kaki saat melangkah di atas bebatuan di tengah aliran Sungai Desa Wewo, Kabupaten Manggarai, Senin (4/10/2021). Dari berbagai celah batu mencuat mata air mendidih abadi yang bercampur aliran sungai. Inilah salah satu wujud potensi panas bumi di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, yang berjuluk ”Pulau Panas Bumi”.
Potensi besar itu pula yang mendorong eksplorasi hingga proses pengeboran tahun 1994. Lebih kurang 400 mater dari lokasi itu kini berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ulumbu. Di sana terdapat tiga sumur. Sumur satu sedalam 1.887,4 meter, sumur dua 878,6 meter, dan sumur tiga 951 meter.
Di wilayah operasi PLTU Ulumbu akan dibangun lagi tambahan pembangkit berkapasitas 2x20 megawatt.
Kini, baru satu sumur yang menyuplai uap panas, yakni sumur dua, sedangkan sumur satu dan tiga masih dalam penelitian dan pengembangan. Setiap jam, dari dalam sumur dua itu keluar 88 ton uap panas bersuhu 180 derajat celsius. Uap panas bertekanan tinggi dialirkan untuk menggerakkan turbin pada empat pembangkit.
Setiap pembangkit memiliki kapasitas 2,5 megawatt yang mulai beroperasi tahun 2012. Kini, aliran listrik dari pembangkit itu terhubung sistem jaringan listrik di Pulau Flores, mulai dari Kabupaten Manggarai Barat hingga Sikka atau tujuh dari total delapan kabupaten di pulau itu.
Kapasitas listrik dari PLTP Ulumbu menyumbang 12 persen ke sistem interkoneksi Flores. Di sistem itu, daya yang tersedia sebesar 119 megawatt dengan beban puncak 74 megawatt pada malam hari. Total pelanggan yang terhubung ke jaringan itu sebanyak 408.397 pelanggan.
Manajer PLN Unit Pelaksana Pembangkitan Flores, Lambok Siregar mengatakan, keberhasilan pengelolaan PLTP Ulumbu menjadi modal untuk mengembangkan potensi panas bumi di lokasi lain di Pulau Flores. ”Padahal, untuk mengembangkan pembangkit ini tidak mudah dan berisiko tinggi. Pengeboran panas bumi risikonya sama dengan pengeboran migas,” katanya.
Dalam rencana ke depan, di wilayah operasi PLTU Ulumbu akan dibangun lagi tambahan pembangkit berkapasitas 2x20 megawatt. Proses eksplorasi sudah selesai dan kini dalam persiapan pembangunan konstruksi. Jika berhasil, dari wilayah Ulumbu saja akan ada 50 megawatt.
Rencana pengembangan
Selain Ulumbu, PLN juga sedang membangun PLTU Sokoria di Kabupaten Ende dengan kapasitas 30 megawatt. Di Oka Ile Angin, Flores Timur, terdapat 10 megawatt hasil eksplorasi serta di beberapa tempat lainnya. Total potensi yang sedang digarap dan sudah dieksplorasi lebih kurang 120 megawatt dari prakiraan potensi sekitar 400 megawatt.
Lambok mengatakan, dalam rencana PLN, komposisi pembangkit dari bahan bakar fosil yang kini 84 persen perlahan akan diganti. Untuk wilayah Flores, tak ada lagi penambahan pembangkit dari fosil. Mereka menargetkan, tahun 2027 komposisi pembangkit berbahan bakar fosil akan dikurangi hingga 30 persen dan selebihnya bergantung pada energi baru terbarukan dengan sandaran utama panas bumi.
Dalam hitungan mereka, selain ramah lingkungan, pembangkit dengan energi baru terbarukan menekan biaya hingga lebih dari 50 persen. Untuk pembangkit listrik bertenaga diesel, misalnya, biaya produksinya sekitar Rp 2.400 per kilowatt jam, sedangkan untuk panas bumi lebih sekitar Rp 900 per kilowatt jam.
Ia berharap, seiring bertambahnya investasi pembangkit, diimbangi pula investasi industri di daerah itu yang menggunakan listrik. Sejauh ini, daerah di Flores yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat.
Permintaan listrik di wilayah yang oleh pemerintah ditetapkan sebagai kawasan wisata super premium itu meningkat signifikan tiga tahun terakhir. Tahun 2018, kebutuhan listrik di Labuan Bajo 9 megawatt yang pada Agustus 2021 meningkat hingga 19 megawatt. ”Perlu didorong untuk daerah lain,” ucapnya.
Ketua Kamar Dagang Industri Kabupaten Manggarai Boni O Romas mengatakan, penambahan daya listrik di Flores harus dilihat sebagai peluang usaha baru. Pemerintah daerah perlu mendorong masyarakat terutama lewat program pemberdayaan dengan memanfaatkan listrik.
Ia menuturkan, bisnis warung kopinya di Ruteng, sekitar 80 persen dari total alat pengolahan kopi menggunakan mesin listrik. Daya yang terpasang 7.000 watt. ”Selain kopi, usaha mebel, las, dan banyak lagi sudah mulai bangkit. Banyak industri rumah tangga juga sudah menggunakan listrik,” katanya.
Perhatikan lingkungan
Di tengah ambisi PLN menggenjot pembangkit panas bumi, aspek lingkungan harus diperhatikan. Seperti di PLTP Ulumbu, masih ada uap bercampur gas yang keluar dari cerobong dan dibuang ke alam.
Selain itu, perlu didorong pula gerakan menanam pohon di areal itu untuk mendudukung ketersediaan air. Dengan begitu, cadangan uap panas terus terpelihara dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Biasanya, cadangan potensi panas bumi bisa bertahan lebih dari 40 tahun.
”Tentu ada kekhawatiran dari masyarakat. Sebaiknya, secara berkala, perlu dilakukan penelitian terkait kondisi lingkungan sekitar dan seperti apa langkah mitigasinya. Pada prinsipnya masyarakat mendukung kebijakan pemerintah untuk hal yang baik, tetapi pemerintah juga harus melindungi masyarakat,” kata Ernesto, warga Manggarai.
Pengelolaan panas bumi di Flores kini sedang berjalan yang didukung banyak pemangku kepentingan. Ambisi menekan penggunaan bahan bakar fosil patut menjadi gerakan bersama seiring gerakan global. Panas bumi yang menjadi sandaran energi terbarukan di Flores hendaknya dikelola secara baik agar bermanfaat dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.