Aktivitas Pendakian Diharapkan Segera Dibuka dengan Pembatasan
Para pemandu wisata gunung berharap aktivitas pendakian kembali dibuka. Selain karena digelar di area terbuka, pendakian juga dipastikan aman karena aktivitas tersebut bisa dilakukan sesuai protokol kesehatan.
Oleh
REGINA RUKMORINI DAN DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Aktivitas pendakian gunung di Jawa Tengah diharapkan bisa kembali dibuka. Selain karena digelar di udara terbuka dan merupakan aktivitas fisik yang justru bisa meningkatkan imunitas, aktivitas pendakian saat ini juga dipastikan aman karena segala kegiatan bisa diatur dengan standar protokol kesehatan secara ketat.
”Jika memang tetap dianggap berisiko memicu terjadinya kerumunan dan beresiko menimbulkan penularan, kami siap melaksanakan aktivitas pendakian dengan pembatasan pendaki,” ujar Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Jawa Tengah Dasirun, Kamis (14/10/2021).
Aktivitas pendakian dipastikan aman karena panduan pendakian gunung sesuai panduan cleanliness, health, safety, environment sustainability (CHSE) telah disusun. Adapun pengurus pusat APGI bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga terlibat dalam penyusunan panduan tersebut. Tahun lalu, panduan pendakian ini sudah disosialisasikan dan dipraktikkan di Gunung Papandayan, Merbabu, Bromo, Tengger, Semeru, Rinjani, dan Cikurai.
Di Jawa Tengah terdapat delapan gunung, di mana area gunung tersebar di 18 kabupaten di Jawa Tengah dan satu kabupaten di Jawa Timur.
Saat ini, aktivitas pendakian sudah dibuka di tiga gunung dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Namun, menyesuaikan perkembangan kasus Covid-19 yang cenderung masih fluktuatif, aktivitas pendakian di tiga gunung tersebut juga dibuka dan ditutup. Tiga gunung tersebut masing-masing adalah Gunung Merbabu, Gunung Slamet, dan Gunung Prau.
Hosea Mulyanto Nugroho, pemandu wisata Gunung Merbabu, mengatakan, mengacu pada aturan yang ditetapkan Taman Nasional Gunung Merbabu, setiap pendaki yang ingin mendaki Gunung Merbabu harus terlebih dahulu mendaftar secara daring dan harus memenuhi syarat dua kali divaksinasi. Jumlah pendaki yang biasanya mencapai ratusan orang per hari kini juga dibatasi maksimal hanya 82 orang per hari.
Pada prinsipnya, Hosea memastikan segenap pemandu wisata gunung juga akan selalu mendukung pelaksanaan protokol kesehatan karena masing-masing juga ingin menjaga keamanan wilayah masing-masing dari bahaya penularan Covid-19.
”Saya juga akan mengerahkan segala upaya untuk mencegah terjadinya penularan karena ketika munculnya penyakit dari aktivitas pendakian, pasti juga akan berimbas, berpotensi menimbulkan kluster baru di desa,” ujarnya.
Jumlah keseluruhan pemandu wisata gunung yang tergabung dalam APGI Jawa Tengah terdata 50 orang. Dengan aktivitas pendakian di tiga gunung tersebut, hanya sekitar 10 pemandu yang bisa kembali aktif bekerja dan 40 pemandu lainnya masih menganggur.
Sejak awal pandemi hingga sekarang, puluhan pemandu wisata, termasuk pemandu wisata gunung, di Jawa Tengah, saat ini terpaksa beralih profesi. Saat menganggur, kebanyakan dari mereka menerjuni profesi sebagai petani. Sebagian lain memilih menjadi peternak dan sejumlah pemandu lain memberikan pelatihan tentang pendakian gunung secara daring.
Kendati demikian, kebanyakan dari mereka hanya ingin menjalankan pekerjaan yang diterjuni saat ini sebagai pekerjaan sementara saja. ”Mereka tetap menginginkan pendakian kembali dibuka sehingga para pemandu tersebut bisa kembali ke profesi lama mereka,” ujarnya.
Hosea yang beralih menjadi petani sayur juga mengungkapkan hal serupa. Dia berharap agar aktivitas pendakian bisa kembali berjalan normal karena profesinya sebagai petani saat ini dianggapnya tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Selain karena hasil bertani baru bisa dinikmati sekitar dua bulan setelah menanam, pendapatan yang diterima pun tidak pasti karena harga sayur-mayur sangat bergantung kondisi permintaan di pasaran,” ujarnya.
Tidak hanya pemandu wisata gunung, pemandu wisata di Kecamatan Borobudur juga merasakan kondisi yang sama. Karena tidak adanya wisatawan asing selama pandemi, Mura Aristina, salah seorang pemandu anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), akhirnya memilih mencari penghasilan dengan membuka usaha pembuatan tiwul, makanan khas Jawa berbahan singkong. Sementara itu, rekan lainnya berupaya segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari menjual kendaraan hingga membuka warung soto ataupun toko kelontong.
Kirno Prasojo, Ketua Forum Rembug Kluster Pariwisata Borobudur, mengatakan, tidak hanya pemandu wisata, guncangan ekonomi akibat pandemi ini juga dirasakan para pelaku wisata lain di Kecamatan Borobudur. Kebanyakan dari mereka juga beralih profesi, mulai dari menjadi petani hingga menjadi buruh bangunan atau menjadi pedagang.
Namun, sama seperti yang diungkapkan Dasirun, pekerjaan saat ini tidak menjadi pekerjaan tetap yang akan dijalani selamanya. ”Begitu pariwisata pulih, para pelaku wisata tersebut akan bergerak cepat kembali ke profesi lamanya lagi,” ujarnya.
Di Jawa Timur, kawasan wisata Bromo dan pendakian di Gunung Semeru kembali ditutup total sejak 5 Oktober 2021 hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan. Alasannya, level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah itu naik lagi ke level 3. Pada 9 September 2021, Gunung Semeru dan Bromo dibuka untuk pendakian.
”Tujuan penutupan ini untuk meminimalkan risiko meluasnya Covid-19 bagi pengunjung, petugas, dan masyarakat,” kata Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar TNBTS Novita Kusuma Wardani, Selasa (5/10/2021).