Dana Otsus untuk Pembangunan Dermaga di Aceh Besar Diduga Dikorupsi
Dana otonomi khusus masih menjadi lahan basah bagi oknum aparatur negara dan rekanan di Aceh untuk dikorupsi, termasuk pembangunan dermaga di Aceh Besar.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
JANTHO, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Aceh Besar menggeledah kantor Dinas Pengairan Aceh untuk mencari alat bukti tambahan terkait kasus korupsi pembangunan dermaga di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, Aceh. Pembangunan dibiayai oleh dana otonomi khusus, tetapi pembangunan diduga dikorupsi sehingga negara rugi Rp 2,3 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Aceh Besar Deddi Maryadi, Selasa (12/10/2021), mengatakan, pihaknya telah menahan tiga tersangka pada Jumat, 8 Oktober 2021. Namun pada Senin (11/10/2021), penyidik kembali menggeledah kantor Dinas Pengairan Aceh untuk mencari alat bukti tambahan sebelum berkas tuntutan diserahkan ke pengadilan.
”Tim penyidik menyita 14 dokumen, ini menjadi alat bukti tambahan dalam berkas tuntutan perkara,” ujar Deddi.
Adapun tiga tersangka yang ditahan adalah MZ (55), mantan Kepala Dinas Pengairan merangkap kuasa pengguna anggaran, TH (39) pejabat pelaksana teknis kegiatan, dan YR (41) rekanan. Mereka dianggap bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
Modus korupsi yang mereka lakukan adalah mengurangi volume fisik pembangunan, seperti mengurangi jumlah batu dan pasir. Sementara laporan pembangunan dermaga untuk menahan laju kerusakan pantai itu dimanipulasi agar sesuai dengan kontrak. ”Dari anggaran pembangunan Rp 13,3 miliar, kerugian negara mencapai Rp 2,3 miliar,” ujar Deddi.
Deddi mengatakan tersangka kini ditahan di Rumah Tahanan Kaju, Aceh Besar. Selama masa tahanan 20 hari, penyidik akan merampungkan berkas tuntutan perkara.
Lahan basah
Dana otonomi khusus Aceh masih menjadi lahan basah bagi oknum aparatur negara dan kontraktor sebagai sasaran korupsi. Sebelumnya pada Agustus 2021, Kepolisian Daerah Aceh menahan sembilan tersangka korupsi dana otonomi khusus untuk pembibitan sapi.
Kompas mencatat, dalam kurun 2020-2021, terdapat delapan kasus korupsi di Aceh yang kasusnya sampai pada penetapan tersangka. Sebanyak 34 tersangka telah ditahan. Mayoritas merupakan kasus korupsi yang bersumber dari dana otonomi khusus. Bahkan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga terjerat suap dana otonomi khusus.
Juru Bicara Pemprov Aceh Muhammad Mta mengatakan komitmen membangun pemerintah yang bersih menjadi salah satu misi Pemprov Aceh, tetapi jika ada oknum yang melakukan korupsi, itu sepenuhnya ranah aparat penegak hukum. ”Kami menghargai proses penegakan hukum, tetapi tetap mengedepankan azas praduga tidak bersalah,” kata Muhammad.
Muhammad berharap aparatur negara menghindari prilaku korupsi sebab selain ancaman penjara juga menghambat pembangunan daerah.
Jadi korupsi memang direncanakan. (Mahmuddin)
Sebelumnya, Kepala Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) Mahmuddin menuturkan, kasus korupsi proyek yang dibiayai uang negara biasanya melibatkan aparatur sipil negara (ASN) dan rekanan. Aparatur negara sebagai pengambil kebijakan dan rekanan sebagai pelaksana.
Dalam kasus itu, dipastikan mereka bersepakat melakukan tindak pidana korupsi. Sebab, jika salah satu pihak tidak bersedia, penyimpangan tidak akan terjadi. Dalam beberapa kasus, keinginan korupsi telah diatur sejak program dirancang. Di sisi lain, pengawasan internal lemah.