Api Menyembur di Tengah Pemadaman Sumur Minyak Ilegal di Jambi
Pemadaman kebakaran sumur minyak ilegal berlangsung lebih dari tiga pekan. Penundaan kembali dilakukan karena tanah ambles.
Oleh
Irma Tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Pemadaman sumur tambang minyak ilegal di Bajubang, perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan, akhirnya dimulai, Selasa (12/10/2021). Di tengah upaya pemadaman, api tiba-tiba menyembur tinggi dan langsung memukul mundur tim.
Setelah kebakaran sumur tambang ilegal itu berlangsung lebih dari tiga pekan, upaya pemadaman dimulai Selasa pagi. Tim gabungan terdiri dari petugas teknis Pertamina Hulu Energi Jambi Merang, PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan aparat kepolisian yang tiba sejak pagi di lokasi sumur terbakar. Tim lalu melakukan serangkaian persiapan melapisi permukaan dengan busa (foam) berisi air.
Di tengah proses tersebut, mendadak api menyembur tinggi dari dalam sumur. Semburan api yang dipicu amblesnya tanah sekitar sumur itu langsung memukul mundur tim pemadam. ”Ketinggian semburan api mencapai 50 meter, diakibatkan oleh amblesnya tanah di sekitar sumur,” ujar Hengky Hermawan, Manajer Distrik PT AAS, yang areal konsesi hutan tanaman industrinya menjadi lokasi sumur minyak ilegal yang terbakar itu.
Pascasemburan api, upaya pemadaman dihentikan sementara. ”Tim memutuskan untuk kembali ke pos karena kondisi di lokasi tidak memungkinkan untuk dilakukan pemadaman kembali,” katanya.
Ia melanjutkan, tim pemadam akan mengupayakan kembali koordinasi untuk menambah alat pemadaman dan personel. Untuk selanjutnya, kegiatan pemadaman akan dilanjutkan pada Rabu (13/10/2021).
Senior Manager Relations Pertamina Subholding Upstream Regional Sumatera Yudy Nugraha menjelaskan, penanggulangan sumur minyak ilegal yang terbakar membutuhkan penanganan khusus yang menuntut kehati-hatian tinggi. Pemadaman di sumur tambang ilegal tersebut akan dilakukan melalui dua tahapan berupa pemadaman api dan penutupan sumur.
Langkah pemadaman semburan api memanfaatkan foam yang mengandung air 95 persen. Mesin pompa akan terhubung ke tangki foam dalam daya semburan yang tinggi, yakni 500 galon per menit. Selanjutnya, petugas akan mematikan sumur dengan cara memompakan fluida lumpur dan menutupnya dengan semen.
Media pemadam yang dipilih berjenis busa berkonsentrasi Aqueous Film-Forming Foam (AFFF) dengan perbandingan 97 persen air dan AFFF 3 persen. Foam akan melapisi permukaan seluas sekitar 1.000 meter persegi. Kebutuhan airnya untuk per 30 menit adalah 11.931 liter.
Kegiatan tambang minyak ilegal dalam hutan negara di wilayah itu berlangsung sejak 2018. Pada tahun ini, aparat penegak hukum dua kali menggelar operasi gabungan di bawah komando Kepolisian Daerah Jambi. Pada operasi pertama, Februari 2021, tim memutus pipa-pipa yang mengalirkan hasil minyak curian. Panjang pipa hampir 10 kilometer. Pipa-pipa itu menyambung dari lokasi tambang menuju jalur penampungan.
Dua bulan pascaoperasi, aktivitas tambang liar itu kembali merambah hutan. Operasi pemberantasan diupayakan kembali pada Juli. Sebanyak 17 pekerja tambang turut ditangkap.
Namun, satu bulan setelahnya, para pekerja tambang kembali lagi menjalankan aktivitas liar itu. Kali ini, pekerja tambang tidak lagi memasang pipa distribusi menuju lokasi penampungan, tetapi melansirnya dengan kendaraan roda dua. Di sekitar lokasi bermunculan kedai-kedai makanan untuk memasok kebutuhan para petambang ilegal.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan, sebelumnya telah dilakukan rapat koordinasi para pihak terkait. Dibentuk tim koordinasi penanganan sumur liar yang beralas hukum Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 175 Tahun 2021. Semua pihak terkait diharapkan memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing serta siap berkoordinasi untuk menentukan langkah selanjutnya.
Sejauh ini, seorang polisi yang berdinas di Polres Batanghari, berinisial DR, menjadi tersangka pemodal dan pemilik sumur. Selain itu, ada warga sipil yang menjadi pengelola sumur dan penentu lokasi sumur.