Ikhtiar Jatim Mengatasi Kontraksi Ekonomi di Tengah Pandemi
Jawa Timur bertekad bangkit dari tekanan ekonomi akibat pandemi. Sejumlah upaya strategis dijalankan, antara lain, memperkuat sektor industri dan menggenjot transaksi perdagangan luar negeri.
Di usia 76 tahun pada 12 Oktober ini, Provinsi Jawa Timur bertekad bangkit dari tekanan ekonomi akibat pandemi. Sejumlah upaya strategis dijalankan, antara lain, memperkuat sektor industri dan menggenjot transaksi perdagangan luar negeri.
Bagi Jatim, industri manufaktur dan perdagangan adalah ”nyawa” yang membuat perekonomian tetap berdenyut dan hidup secara berkesinambungan. Peran strategis itu ditandai dari kontribusi industri manufaktur yang melebihi 30 persen terhadap nilai produk domestik regional bruto (PDRB).
Sementara sektor perdagangan menyumbang peran lebih dari 18 persen. Industri manufaktur dan perdagangan secara total menguasai 48 persen atau hampir separuh PDRB Jatim. Selama semester I tahun ini, misalnya, PDRB Jatim tercatat Rp 1,193 triliun. Dari nilai tersebut, industri berkontribusi 30,36 persen dan perdagangan berkontribusi 18,46 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jatim, sektor industri juga menjadi penopang utama kinerja perdagangan luar negeri. Pada Juni 2021, misalnya, industri menyumbang 84,80 persen terhadap total ekspor Jatim yang nilainya 2,06 miliar dollar AS.
Baca juga: Tidak Patuh, Izin Sejumlah Pelaku Industri di Jawa Timur Dicabut
Sementara itu, sektor migas hanya berkontribusi 9,08 persen, pertanian 6,97 persen, dan sektor tambang 1,17 persen. Capaian ekspor Juni sebesar 2,06 miliar dollar AS tersebut meningkat 22,46 persen dibandingkan dengan Mei atau meningkat 48,02 persen dibandingkan Juni tahun lalu.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim Drajat Irawan mengatakan, sektor industri cukup agresif dalam mendorong perdagangan di pasar luar negeri di masa pandemi Covid-19. Hal itu menjadi poin penting bagi Pemprov Jatim untuk memperhatikan secara khusus sektor industri.
Perhatian itu, antara lain, peningkatan kualitas dan pemberian kemudahan dalam layanan pengurusan perizinan kepada para pelaku usaha sektor industri dan perdagangan. Layanan ini bisa diakses oleh industri berskala besar, industri kecil menengah (IKM), serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Bekerja sama dengan Bank Indonesia Perwakilan Jatim dan Kamar Dagang dan Industri Jatim, Pemprov Jatim juga mengoperasikan inovasi Rumah Kurasi untuk meningkatkan daya saing IKM dan UMKM, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Program ini mengurasi pelaku usaha berdasarkan sejumlah kriteria, seperti legalitas, desain kemasan produk, kontinuitas produksi, hingga potensi jangkauan pemasaran.
Hingga saat ini, sudah terkurasi 338 IKM dengan jenis komoditas, di antaranya makanan minuman, batik, bordir, kerajinan kayu, kerajinan kulit, dan kosmetik. IKM yang memenuhi standar diprioritaskan mengikuti fasilitas promosi, baik di dalam maupun di luar negeri.
Baca juga: Lonjakan Industri Migas Di Jatim Berpotensi Pulihkan Ekonomi
Drajat menambahkan, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan juga menyediakan fasilitas berupa Export Center Surabaya (ECS). Layanan yang beroperasi sejak Februari lalu tersebut bertujuan menaikkan kinerja ekspor nonmigas di sembilan provinsi, antara lain, Jatim, Bali, NTB, dan NTT.
”Semua komoditas asal Jatim berpotensi menembus pasar ekspor. Komoditas itu, antara lain, hasil perikanan, baik tangkap maupun budidaya, hasil perkebunan seperti kopi, dan perhiasan,” ujar Drajat, Senin (4/10/2021).
Upaya meningkatkan kinerja sektor industri sekaligus memacu transaksi perdagangan luar negeri juga dilakukan oleh Kadin Jatim. Salah satunya membangun sinergi bersama perbankan nasional dalam hal pendampingan dan fasilitasi pembiayaan pelaku usaha yang berorientasi ekspor.
Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, saat ini sinergi dibangun dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. BNI dipilih karena punya program penguatan kinerja UMKM melalui pendampingan usaha hingga pemberian akses permodalan. Selain itu, jaringan pasar BNI di luar negeri luas.
”Melalui kerja sama ini, transaksi ekspor ditargetkan bisa meningkat menjadi 100 juta dollar AS per tahun. Nilai transaksi ini lebih tinggi dari ESC yang menargetkan 64 juta dollar AS per tahun,” kata Adik, Senin.
Baca juga : Fasilitas Pembiayaan UMKM Untuk Pacu Kinerja Ekspor Di Jatim
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jatim Budi Hanoto mengatakan, selain fasilitasi pembiayaan ekspor, pelaku usaha di Jatim butuh pendampingan manajemen usaha. Kapabilitas sumber daya manusia pelaku industri juga harus ditingkatkan terus-menerus agar mereka lebih berdaya saing di pasar global.
Menurut Budi, peluang pelaku usaha Indonesia untuk memperluas segmen pasar di luar negeri sangat terbuka lebar di masa pandemi. Beberapa komoditas bahkan memiliki permintaan tinggi, seperti industri pengolahan, pertambangan, dan produk makanan olahan.
Salah satu penyebabnya, kegiatan produksi di sejumlah negara produsen barang di dunia masih terkendala sehingga belum pulih sepenuhnya. Dengan penanganan pandemi yang semakin baik di Indonesia, sektor industri di dalam negeri sudah bisa beroperasi.
”Ini peluang untuk mengisi kekosongan pasokan di pasar luar negeri. Oleh karena itu, pelaku usaha harus meningkatkan kapabilitasnya sehingga mampu memenuhi standar dan tersertifikasi secara global,” ucap Budi, Senin.
Peningkatan transaksi perdagangan luar negeri, menurut Budi, tidak hanya akan menggerakkan aktivitas ekonomi masyarakat Jatim. Hal itu juga berpotensi menambah devisa negara dan mengatasi defisit neraca perdagangan ekspor-impor.
Nilai ekspor Jatim pada Agustus 2021, misalnya, sebesar 1,98 dollar AS, sementara nilai impor Jatim pada Agustus 2,34 miliar dollar AS. Secara kumulatif, selama Januari-Agustus 2021, ekspor Jatim 14,59 miliar dollar AS, sementara impor Jatim 17,20 miliar dollar AS.
Terjadinya defisit pada neraca perdagangan ekspor-impor Jatim salah satunya disebabkan tingginya impor bahan baku dan bahan tambahan produksi pada sektor industri manufaktur. Tingginya ketergantungan terhadap bahan baku impor ini menjadi pekerjaan tersendiri yang harus segera dicari solusinya.
Kontraksi ekonomi
Pandemi Covid-19 yang mendera Tanah Air dalam dua tahun terakhir berdampak pada sektor ekonomi. Kebijakan penanganan pandemi, seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), turut menyebabkan ruang gerak ekonomi kian sempit sehingga sulit untuk tumbuh.
Badan Pusat Statistik Jatim mencatat, kinerja ekonomi triwulan II-2020 terkontraksi 5,90 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, yakni triwulan II-2019. Kinerja ekonomi Jatim ini juga terkontraksi 5,45 persen dibandingkan dengan triwulan 1-2020 atau sebelum pandemi terjadi.
Seiring membaiknya penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, kinerja sektor ekonomi berangsur meningkat. Perbaikan kinerja itu mulai terlihat ketika memasuki triwulan IV-2020 dan terus berlangsung hingga sekarang.
Ekonomi Jatim triwulan II-2021, misalnya, tumbuh 7,05 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kinerja ekonomi tersebut juga meningkat 1,78 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara kumulatif, ekonomi Jatim sampai dengan triwulan II meningkat 3,20 persen.
Meski selama tahun ini ekonomi Jatim tumbuh positif, pertumbuhannya belum pulih seperti sediakala. Dibutuhkan lebih banyak terobosan dan sinergi dengan lebih banyak pihak untuk bekerja bersama-sama agar aktivitas ekonomi Jatim segera bangkit dan masyarakatnya lebih sejahtera.