Tarif Pungutan Tak Kunjung Turun, Nelayan Tegal Bakal Mogok Melaut
Ratusan pemilik kapal di Kota Tegal, Jateng, bakal mogok melaut memprotes kenaikan tarif pungutan hasil perikanan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang mencapai 4 kali lipat. Puluhan ribu orang bisa terdampak.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Ratusan pemilik kapal dan nelayan di Kota Tegal, Jawa Tengah, bakal mogok melaut mulai Kamis (7/10/2021) dengan cara menyandarkan kapal mereka di pelabuhan perikanan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes karena tarif Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tak kunjung turun.
Sebelumnya, para nelayan menggelar unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal pada Senin (27/9/2021). Setelah ujuk rasa, mereka bersurat kepada Presiden Joko Widodo untuk meninjau kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 86 Tahun 2021, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 87 Tahun 2021.
Dengan aturan-aturan tersebut, besaran PHP naik empat kali lipat. Para nelayan yang sebelumnya membayar PHP sebesar Rp 900.000 per gros ton (GT) per tahun, harus membayar Rp 3,5 juta-Rp 4 juta per GT per tahun.
Selain menanggung kenaikan tarif PHP, para nelayan Kota Tegal yang sedang dalam proses pergantian alat dari cantrang menjadi jaring tarik berkantong juga harus membayar pungutan PNBP supaya bisa mendapatkan surat izin usaha perikanan. Sebelumnya, tarif pungutan PNBP untuk alat tangkap cantrang sebesar Rp 5 juta. Adapun tarif pungutan untuk alat tangkap jaring tarik berkantong sebesar Rp 26,8 juta.
”Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah menjanjikan revisi tetapi hingga kini belum terealisasi. Karena itu, ada sekitar 900 pemilik kapal yang sepakat akan mogok melaut mulai besok sampai ada pembatalan kenaikan PHP dan PNBP yang mencapai empat kali lipat dari sebelumnya," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Tegal, Riswanto, Rabu (6/10/2021).
Menurut Riswanto, para pemilik kapal tidak keberatan kenaikan PHP dan PNBP asalkan kenaikannya tidak mencapai empat kali lipat. Idealnya, kenaikan tarif pungutan maksimal 50 persen dari sebelumnya.
Aksi mogok melaut yang dilakukan juga dikhawatirkan bakal mempengaruhi perekonomian para nakhoda dan awak buah kapal yang diperkirakan mencapai 17.400 orang. Salah satu anak buah kapal (ABK), Fauzi (23), mengatakan, kenaikan tarif pungutan dapat berakibat pada pengurangan upah.
”Penentuan upah ABK itu menggunakan sistem bagi hasil. Jika hasil tangkapan sedikit, upahnya juga sedikit. Kalau hasilnya sudah sedikit, terus masih harus dipotong untuk pembayaran pajak dan biaya operasional, saya enggak bisa membayangkan berapa nanti upah yang kami terima,” ujar Fauzi.
Dalam setahun, Fauzi melaut sebanyak tiga kali dengan waktu melaut sekitar dua sampai tiga bulan. Rata-rata upah yang didapatkan sekali melaut berkisar Rp 5 juta-Rp 6 juta.
Dampak ikutan
Tak hanya berdampak pada orang-orang yang mengais rezeki di atas kapal. Mogok melaut juga diperkirakan berdampak pada puluhan ribu orang yang bekerja di tempat-tempat pengolahan ikan.
”Di Kota Tegal, ada 135 tempat usaha pengolahan ikan mulai dari yang skala kecil hingga besar. Tempat-tempat usaha itu mendapatkan suplai ikan dari nelayan Kota Tegal. Kalau kapal-kapal ini tidak melaut, suplai ikan ke tempat-tempat pengolahan ikan juga pasti terganggu,” kata Pelaksana tugas Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan Sirat Mardanus.
Berdasarkan catatan Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan Kota Tegal, jumlah ikan yang dilelang di tempat pelelangan ikan di Kota Tegal sedikitnya 25.000 ton per tahun. Artinya, ada sekitar 70 ton ikan yang dilelang di pelabuhan-pelabuhan perikanan di Kota Tegal setiap harinya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP menyatakan akan merevisi pungutan hasil perikanan dengan mengubah harga patokan ikan dan komponen penghitungan tarif. Revisi tarif penerimaan negara bukan pajak atau PNBP itu akan dilakukan dalam dua pekan (Kompas, 28/9/2021).
”Masukan pelaku usaha sudah kami data dan akan diproses sepanjang datanya akurat. Hasil masukan akan dibawa ke rapat pimpinan. Saya janji (revisi) dalam dua minggu,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini.