Pendampingan terhadap sejumlah sekolah di Kota Kupang berhasil mencegah terjadinya kluster penyebaran Covid-19 akibat pembelajaran tatap muka.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah sekolah di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Timur, sudah memulai pembelajaran tatap muka. Untuk mencegah terciptanya kluster penularan Covid-19, setiap sekolah dituntut memiliki rencana aksi tatap muka. Di Kota Kupang, NTT, rencana aksi itu terbukti efektif.
Demikian disampaikan Elcid Li, sosiolog yang juga Wakil Ketua Tim Pool Test Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT, saat dihubungi Kompas di Kupang, Selasa (28/9/2021). Tim tersebut secara khusus mendampingi delapan sekolah di Kota Kupang untuk menyiapkan pembelajaran tatap muka.
Menurut Elcid, persiapan di sekolah berlangsung selama tiga bulan, mulai dari tes massal Covid-19 secara berkala, persiapan ruangan, serta penyediaan berbagai fasilitas demi menunjang terlaksananya penerapan protokol kesehatan secara ketat. Hasilnya, di delapan SMA/SMK itu tidak tercipta kluster penularan.
Ia mengatakan, kunci utamanya adalah penerapan protokol kesehatan. ”Ada siswa yang berdasarkan hasil tes akhir itu dia positif Covid-19, tetapi tidak menularkan ke teman-teman yang lain. Tidak menimbulkan kluster baru. Setelah ditelusuri, dia tertular dari anggota keluarganya,” ucap Elcid.
Delapan sekolah dimaksud hanyalah contoh. Ke depan, lanjutnya, setiap sekolah wajib memiliki rencana tatap muka. Sekolah harus menciptakan sendiri proses pembelajaran yang taat prokes. Sekolah harus kreatif, tidak lagi bergantung pada satuan tugas Covid-19 setempat.
Dalam rilis yang disiarkan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT, Menteri Kesehatan Budi G Sadikin mengajak pimpinan laboratorium, dokter Fima Inabuy, untuk mempresentasikan model surveilans sekolah yang telah mereka kembangkan itu. Hal itu bisa didorong menjadi model surveilans sekolah di Indonesia.
”Dalam dua kesempatan, yakni 27 Agustus dan 23 September 2021, kami diminta untuk berbagi pengalaman, khususnya terkait model surveilans sekolah yang kami kembangkan, yang kemudian terbukti tidak memunculkan kluster sekolah atau nol penularan,” kata Fima.
Menurut Fima, ada tiga pendekatan yang dilakukan, yakni edukasi, testing, dan pendampingan sekolah. Terkait testing, misalnya, semua siswa, guru, staf administrasi, tenaga kebersihan, dan lainnya di sekolah diperiksa usap massal dengan menggunakan metode pool test PCR secara berkala. Semua tanpa biaya.
Selain pendampingan ke sekolah, saat ini Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat NTT aktif membantu sekolah-sekolah dan kampus-kampus di Kota Kupang dengan memberikan tes massal PCR secara gratis. Mereka ikut memantau pelaksanaan pertemuan tatap muka di sekolah dan memberikan masukan kepada dinas terkait.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi mengapresiasi kontribusi tim dari laboratorium itu dalam menunjang pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Ia telah menginstruksikan semua SMA/sederajat untuk menyiapkan rencana aksi tatap muka.
Menurut Linus, untuk sekolah di Kota Kupang, pelaksanaan surveilans dapat berjalan dengan baik lantaran memiliki fasilitas memadai seperti akses tes massal PCR. ”Untuk wilayah pedalaman, tatap muka dengan protokol kesehatan. Di sisi lain, vaksinas pelajar terus kita percepat,” katanya.