Menempa Diri, Meniti Jalan Kemandirian Ekonomi di Masa Pandemi
Untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka di Sidoarjo, sejumlah strategi telah disusun. Salah satunya memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat, seperti memijat refleksiologi dan spa.
Pandemi Covid-19 yang berlarut-larut bukan halangan untuk terus menempa diri dan meningkatkan kompetensi. Di Sidoarjo, Jawa Timur, ruang-ruang penempaan kompetensi dibuka lebar demi menebalkan bekal meniti jalan kemandirian secara ekonomi.
Belasan peserta pelatihan refleksiologi, Senin (14/9/2021), tampak semringah. Jika sukses dalam ujian akhir, mereka akan dikukuhkan sebagai terapis dan mendapatkan sertifikat kelulusan. Sebelumnya, selama delapan hari, para peserta yang berasal dari berbagai desa di Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, ini telah menempa diri. Materi teori dan praktik diserap peserta silih berganti.
Firdaus (38), salah satu peserta pelatihan, optimistis lulus ujian akhir. Dia bahkan sudah tak sabar mendapatkan sertifikasi sebagai terapis. Sejumlah rencana pun disusun, salah satunya menjadikan sertifikasi tersebut sebagai bekal berkarya secara mandiri.
Lelaki asal Bandung, Jawa Barat, yang telah bertahun-tahun menetap di Sidoarjo ini bekerja sebagai pemijat di tempat pijat. Dia mendapatkan ketrampilannya secara otodidak saat bekerja sebagai karyawan.
”Saya yakin pijat refleksiologi bisa jadi jalan untuk menghidupi keluarga karena penghasilannya cukup menggiurkan,” ujar Firdaus yang bermimpi membuka usaha pijat refleksiologi dan menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitarnya.
Firdaus bercerita, terapis atau pemijat yang bekerja di tempat pijat seperti di pusat perbelanjaan mampu berpenghasilan Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per hari. Saat akhir pekan atau masa liburan, penghasilan bisa berlipat karena banyak pengunjung mal. Namun, sejak pandemi Covid-19 dan pusat perbelanjaan ditutup, para terapis terdampak. Mayoritas dirumahkan tanpa digaji.
Dia dan teman-temannya sesama terapis ingin membuka praktik mandiri. Permintaan pasar terbuka, terutama dari orang-orang yang menjalani rehab medik dan sudah dalam tahap pemulihan. Namun, mereka takut karena tidak punya keahlian dan belum tersertifikasi.
Firdaus pun sangat berbahagia saat ditawari ikut pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sidoarjo. Apalagi, lokasi pelatihannya di kantor kecamatan sehingga tak jauh dari rumahnya di Desa Tebel.
Firdaus hanyalah satu dari ribuan pekerja yang terdampak pandemi Covid-19 secara ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim melaporkan, jumlah pengangguran di Jatim pada 2020 bertambah 466.020 orang dari tahun sebelumnya.
Jumlah angkatan kerja mendekati 22,3 juta jiwa atau 54,8 persen dari populasi berdasarkan sensus 2020 yang hampir 40,7 juta jiwa. Dari 22,3 juta jiwa angkatan kerja, penduduk bekerja 21 juta jiwa.
Dengan demikian, yang tidak bekerja atau menganggur 1,3 juta jiwa. Jumlah pengangguran mencapai 5,8 persen dari angkatan kerja. Jumlah pengangguran bertambah 466.000 jiwa karena pendemi Covid-19.
Dari 38 kabupaten dan kota di Jatim, penambahan pengangguran tertinggi terjadi di Sidoarjo. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sidoarjo pada Agustus 2020 menjadi 10,97 persen dari penduduk usia kerja atau sebanyak 131.000 orang.
Jumlah pengangguran terbuka itu meningkat dibandingkan pada Agustus 2019 yang hanya 4,62 persen atau sebanyak 54.000 orang. Sidoarjo mencatatkan kenaikan tingkat pengangguran terbuka paling tinggi dibandingkan 37 kabupaten dan kota lain di Jatim.
Kenaikannya mencapai 6,35 persen poin atau sebanyak 77.000 orang. Ini merupakan rekor kenaikan jumlah pengangguran tertinggi dalam lima tahun belakangan.
Berdasarkan data BPS, tingginya kenaikan jumlah pengangguran terbuka di Sidoarjo merupakan dampak pandemi Covid-19. Total terdapat 357.700 penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19, terdiri dari pengangguran karena Covid-19 sebanyak 47.000 orang, bukan angkatan kerja karena Covid-19 (9.600 orang). Sementara itu, tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 12.900 orang dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 sebanyak 288.200 orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sidoarjo Fenny Apridawati mengatakan, tingginya tingkat pengangguran karena banyak perusahaan terdampak pandemi Covid-19. Ada yang mengurangi jumlah pekerjanya, bahkan ada juga yang mengalihkan pabriknya dari Sidoarjo ke daerah lain di Jatim ataupun luar Jatim, seperti Jawa Tengah. Tingginya upah minimum kabupaten serta adanya kebijakan upah minimum sektoral menjadi penyebab hengkangnya sejumlah perusahaan.
”Untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka di Sidoarjo, sejumlah strategi telah disusun. Salah satunya memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat, seperti memijat refleksiologi dan spa,” kata Fenny.
Pelatihan keterampilan ini digelar di tiap kecamatan atau 18 lokasi. Pesertanya berasal dari desa-desa yang masuk wilayah kecamatan tersebut. Jumlahnya rata-rata 18-21 peserta setiap kali pelatihan. Adapun jenis keterampilan yang diberikan sangat beragam, tetapi untuk saat ini fokus pada spa dan refleksiologi, barista, serta tata rias. Hingga September ini total 41 pelatihan yang sudah digelar.
Fenny mengatakan, animo masyarakat mengikuti pelatihan sangat besar. Namun, pihaknya harus menyeleksi peserta ini karena anggaran yang terbatas. Pemkab Sidoarjo mencari warga yang benar-benar memerlukan pelatihan tersebut dan memiliki komitmen tinggi untuk mengikuti kegiatan hingga mendapatkan sertifikat sesuai kompetensinya.
”Pemkab Sidoarjo tidak main-main dalam memberikan pelatihan ini. Anggaran yang dikeluarkan cukup besar, yakni Rp 3 miliar. Harapannya, masyarakat benar-benar memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan diri agar kelak bisa bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan di sekitarnya,” ucap Fenny.
Baca Juga: Kawasan Industri Sidoarjo di Jabon Segera Tersuplai Listrik Tegangan Tinggi
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, selain mereduksi dampak pandemi di sektor ketenagakerjaan, pelatihan keterampilan merupakan bagian dari upaya pemda menciptakan 100.000 lapangan kerja baru dalam kurun lima tahun. Hal itu merupakan janji politik pasangan Bupati Ahmad Muhdlor dan Wakil Bupati Subandi saat mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
”Mengingat masa pemerintahan berjalan efektif hanya 3,5 tahun, untuk mencapai target penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 100.000, setiap tahunnya minimal harus dibuka 70.000 lapangan kerja,” ujar Muhdlor.
Selain Disnakestran Sidoarjo, Muhdlor menugasi juga organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya untuk menciptakan lapangan kerja. Skala usahanya pun beragam mulai tingkat UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) hingga usaha skala besar. Ditingkat UMKM, misalnya, pemda mendorong tumbuhnya wirausaha baru melalui pelatihan keterampilan dan pemberian pinjaman modal kerja dengan suku bunga ringan.
Hingga pertengahan tahun ini, kurda telah tersalurkan kepada 670 pelaku UMKM. Sejauh ini pembayaran angsurannya tidak terkendala.
Sekretaris Daerah Sidoarjo Achmad Zaini mengatakan, pihaknya memiliki program kredit usaha daerah (kurda) sebagai stimulus pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Kredit yang disalurkan melalui badan usaha milik daerah (BUMD) BPR Delta Artha ini sangat diminati masyarakat. Setidaknya ada 500 pelaku UMKM yang kini masuk dalam daftar tunggu penerima kurda.
”Adapun konsep kurda ini tidak lain memberikan subsidi bunga kepada pemohon kredit modal kerja. Suku bunga pinjaman normalnya berada di kisaran 11 persen per tahun. Dengan adanya subsidi bunga ini, masyarakat cukup menanggung pengembalian pinjaman pokok dengan tambahan bunga sebesar 3 persen. Sisa bunganya sebesar 8 persen ditanggung oleh pemda,” kata Zaini.
Zaini mengatakan, total anggaran yang disalurkan untuk program subsidi bunga pinjaman kurda ini sebesar Rp 2,5 miliar. Sumber dananya dari APBD tahun berjalan. Rencananya anggaran tersebut akan ditambah lagi sebesar Rp 3,3 miliar melalui Perubahan APBD tahun ini agar lebih banyak warga yang bisa merasakan manfaatnya. Selain memperkuat pelaku UMKM yang sudah eksis, kurda diharapkan bisa mendorong lahirnya wirausaha baru.
Direktur Utama BPR Delta Artha Sofia Nurkirsnajati Atmaja mengatakan, plafon kredit yang disediakan habis sejak pertengahan tahun lalu. Hingga Mei, besaran plafon kredit yang disalurkan mencapai Rp 13,5 miliar. Adapun untuk program subsidi suku bunga sebesar Rp 3,3 miliar mendatang, plafon kredit yang disediakan rencananya sebesar Rp 17 miliar.
”Hingga pertengahan tahun ini, kurda telah tersalurkan kepada 670 pelaku UMKM. Sejauh ini pembayaran angsurannya tidak terkendala,” ucap Sofia.
Gandeng perusahaan
Bupati Sidoarjo Achmad Muhdlor Ali menambahkan, pihaknya juga memiliki strategi lain untuk memulihkan kinerja sektor ekonomi dan mengatasi masalah ketenagakerjaan yang terimplikasi pandemi Covid-19. Saat ini, misalnya, tengah dimatangkan rencana kerja sama dengan para investor yang masuk ke Sidoarjo di bidang pelatihan kerja dan penyerapan tenaga kerja lokal.
Setiap investor yang berinvestasi di Sidoarjo wajib menyerap tenaga kerja lokal. Besaran jumlahnya masih dikaji, tetapi harapannya bisa mencapai 75 persen dari total karyawan. Selain itu, pemda telah bekerja sama dengan investor pengelola Kawasan Industri Sidoarjo (KIS) yang berlokasi di Kecamatan Jabon untuk program pelatihan kerja.
Hal ini untuk mendekatkan kebutuhan dunia industri dengan dunia pendidikan dan pelatihan kerja. Dengan demikian, tenaga kerja yang dihasilkan bisa terserap secara optimal di perusahaan.
Masih dalam upaya menjembatani kebutuhan dunia industri dengan dunia pendidikan, Lembaga Bursa Kerja yang dibentuk oleh Sekolah Menengah Kejuruan di Sidoarjo diminta menyiapkan data lulusan siswa yang siap bekerja. Mereka akan diikutkan dalam program peningkatan kompetensi agar bisa diterima oleh dunia industri. Kota Delta, julukan Sidoarjo karena berada di delta Sungai Brantas, merupakan sentra industri terbesar di Jatim yang memiliki ribuan perusahaan.
Salah satu program yang sudah berjalan adalah di SMK ITABA Gedangan. Sekolah ini sedang menjajaki kerja sama dengan 42 perusahaan. Dari total 42 perusahaan tersebut, sebanyak 37 perusahaan bekerja sama di bidang praktik kerja industri yang mengantarkan 90 persen lulusan sekolah ini mendapatkan pekerjaan sesuai kompetensinya. Sisanya 15 perusahaan merupakan industri aktif yang menyerap tenaga kerja dari lulusan SMK.
Tingkat pengangguran terbuka dari kelompok lulusan SMK di Sidoarjo tinggi, yakni mencapai 43.000 orang atau 14,3 persen dari lulusan yang dihasilkan. Tidak semua pengangguran tersebut didorong bekerja pada perusahaan atau dunia industri. Muhdlor berharap mereka bisa membuka wawasan yang lebih luas dengan mendirikan usaha rintisan. Pemda akan membuka akses permodalannya.
Di masa pandemi Covid-19, impitan ekonomi memang kian berat. Namun, dengan menempa diri dan senantiasa meningkatkan kompetensi atau keahlian, setidaknya dapat menjadi bekal untuk meniti jalan ekonomi.
Baca Juga: Sidoarjo Butuh Pasokan Vaksin untuk Industri Berorientasi Ekspor