Melestarikan Cendana di NTT, 20.000 Anakan Dibagikan ke Masyarakat
Budidaya cendana, kayu yang memiliki wangi yang khas, terus diupayakan untuk dibudidayakan dengan cara membagikan anakan kepada masyarakat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Yanto Sanam (31) pekerja harian di lokasi persemaian milik Balai DAS Benain-Noelmina, Sabtu (18/9/2021). Ia tengah merawat bibit cendana sebanyak 5.000 pohon milik Balai DAS tersebut.
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 20.000 anakan cendana dibagikan kepada komunitas masyarakat yang telah memiliki jejak ekologi budidaya cendana di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pemerintah daerah cenderung mempromosikan tanaman dengan nilai ekonomi ketimbang sebagai jenis tanaman endemik jangka panjang.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT Umbu Wulang, di Kupang, Senin (20/9/2021), mengatakan, jumlah 20.000 anakan cendana itu hasil kerja sama Walhi NTT dengan Green Justice. Kondisi tanaman cendana di NTT saat ini di ambang kepunahan sehingga perlu ada gerakan untuk menyelamatkan cendana.
Lembaga ini membagikan anakan cendana ke komunitas masyarakat yang sudah memiliki jejak ekologi sejarah budidaya cendana. Mereka sudah paham bagaimana merawat dan memperlakukan cendana sampai bisa berkembang biak dengan baik dan mendatangkan nilai ekonomi bagi mereka. ”Komunitas masyarakat seperti ini akan didata dan terus dipantau Walhi setelah anakan cendana dibagikan,” ujar Wulang.
Ia mengatakan, saat ini sangat sulit menemukan cendana di lahan masyarakat kecuali di kawasan taman nasional atau hutan lindung tertentu. Di Dusun Remuk kawasan Taman Nasional Laywai Wanggameti Sumba Timur, misalnya, ada beberapa pohon cendana berusia sekitar 40 tahun. Cendana itu tidak diambil pengusaha karena sedang dalam penguasaan taman nasional.
Saat ini perdagangan cendana di NTT sangat masif. Sepanjang 2020 sebanyak 50 ton kayu cendana dibawa keluar dari provinsi ini. Cendana diduga dibawa ke Solo dan Surabaya yang memiliki pabrik pengilangan cendana.
Komunitas masyarakat seperti ini akan didata dan terus dipantau Walhi setelah anakan cendana dibagikan.
”Ini yang sempat terpantau. Pengiriman cendana ini dilakukan secara tersembunyi, terkadang disimpan di antara barang-barang rongsokan atau barang lain dari NTT,” ujarnya.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Tiga pohon cendana yang bertahan hidup di lahan milik pemprov di Fatukoa, Kupang, Minggu (20/9/2021).
Eksploitasi
Eksploitasi cendana di kalangan masyarakat dinilai berlebihan, melewati jumlah cendana yang dibudidaya masyarakat. Setiap tahun masyarakat menanam cendana sekitar 5.000 pohon dengan harapan hidup hanya 100-200 pohon karena kebakaran hutan dan kekeringan. Jumlah 100-200 ini pun belum tentu tumbuh sampai memasuki masa panen 30 tahun. Sementara tingkat eksploitasi cendana 20-100 ton per tahun.
Anggota DPRD NTT, Viktor Mado, mengatakan, masa panen cendana sampai 30 tahun menyebabkan pemda tidak tertarik melakukan budidaya cendana. Masa jabatan kepala daerah hanya 5-10 tahun. Sementara program budidaya porang dan kelor yang bisa dipanen enam bulan dan tiga tahun pun belum tampak di masyarakat, apalagi cendana yang sangat sulit tumbuh.
Untuk itu, dia mengusulkan agar perlu dibentuk komunitas masyarakat pencinta cendana. Komunitas seperti ini harus tersebar di seluruh wilayah kepulauan di NTT, tempat cendana hidup dan berkembang. Berbagai terobosan perlu dilakukan untuk mengembangkan dan melestarikan cendana.
”Jika budidaya cendana menjadi gerakan bersama di masyarakat, dengan sendirinya kasus kebakaran lahan pun bisa ditekan. Masyarakat sangat hati-hati menggunakan api dalam berbagai kegiatan, termasuk membuka lahan baru dan membuang puntung rokok,” kata Mado.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pengawasan Hutan Dinas Kehutanan NTT Sulastri Rasyid enggan berkomentar soal cendana. Ia baru tiga bulan menempati posisi itu. ”Tanyakan langsung kepada Kepala Dinas Kehutanan. Tetapi beliau sangat sibuk untuk beberapa pekan ke depan,” ucapnya.
Kepala Dinas Kehutanan NTT Ondy Siagian yang dihubungi melalui pesan Whatsapp tidak menanggapi sejumlah pertanyaan yang diajukan.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Gedung Rektorat Universitas Nusa Cendana Kupang, Selasa (15/6/2021). Cendana digunakan untuk penamaan sejumlah lembaga di NTT, termasuk perguruan tinggi. Namun, pohon cendana sendiri terancam punah.