Kapal Mewah Tertangkap Selundupkan 107 Kilogram Sabu di Batam
Polisi serta petugas bea dan cukai di Kepulauan Riau menangkap sebuah yacht yang dipakai menyelundupkan 107 kilogram sabu di perairan Pulau Putri, Batam. Modus ini baru pertama kali terungkap di Kepri.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Polisi serta petugas bea dan cukai di Kepulauan Riau menangkap sebuah yacht yang dipakai untuk menyelundupkan kristal methamphetamine di perairan Pulau Putri, Batam, pada 5 September 2021. Modus baru penyelundupan narkoba ini membuktikan jalur laut masih menjadi pilihan utama sindikat internasional untuk memasukkan narkoba ke Indonesia.
Wakil Kepala Polda Kepri Brigadir Jenderal (Pol) Darmawan, Senin (20/9/2021), mengatakan, para tersangka menggunakan kapal Edward Black Beard untuk menyelundupkan 107,258 kilogram sabu. Kapal jenis yacht itu dibawa para tersangka dari Jawa Timur untuk menjemput sabu di perairan perbatasan Indonesia-Malaysia.
Dari enam orang yang diidentifikasi aparat terlibat dalam kasus itu, lima orang telah ditangkap. Mereka adalah AJA (23) asal Jawa Timur, EAH (25) asal Sulawesi Utara, RA (26) asal Jakarta, ROS (26) asal Kepri, dan H (33) asal Jawa Barat. Adapun tersangka dengan inisial CB disebutkan masih buron.
Penyelundupan narkoba menggunakan yacht pancing mewah itu baru pertama kali terungkap di Kepri. ”Mungkin (para tersangka) melihat, selama ini (modus penyelundupan narkoba) menggunakan kapal nelayan (sudah kerap) terendus (aparat),” kata Darmawan saat memberikan keterangan pers di Markas Polres Batam-Rempang-Galang, Senin.
Menurut dia, kristal methamphetamine yang hendak diselundupkan para tersangka itu nilainya mencapai Rp 128 miliar. Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepri Akhmad Rofiq mengatakan, DJBC menurunkan delapan kapal dalam operasi penangakapan penyelundup narkoba itu. ”Prosesnya tidak ujug-ujug. Dari analisis bersama sampai penindakan butuh waktu 1-2 minggu,” ujarnya.
Menurut Akhmad, jumlah sabu yang ditemukan aparat di kapal Edward Black Beard merupakan yang terbesar di Kepri pada tahun ini. Sejak lama, Kepri dikenal sebagai gerbang peredaran sabu di pantai timur Sumatera. Pada Februari 2018, aparat menangkap Kapal Motor (MV) Sunrise Glory yang mengangkut 1,03 ton sabu.
Sabu yang ditemukan aparat di Kepri biasanya terbungkus dalam kemasan teh Guan Yin Wang. Laporan investigasi Reuters pada Oktober 2019 menyebutkan, kemasan teh itu menjadi salah satu ciri kristal methamphetamine yang diproduksi di perbatasan Myanmar, Thailand, China, dan Laos yang dikenal sebagai segitiga emas.
Kemasan teh itu menjadi salah satu ciri kristal methamphetamine yang diproduksi di perbatasan Myanmar, Thailand, China, dan Laos yang dikenal sebagai segitiga emas.
Masih dari sumber yang sama, bisnis narkoba di segitiga emas dikendalikan oleh Tse Chi Lop, warga negara Kanada yang lahir di China. Jaringan Tse Chi Lop ini dijuluki aparat sebagai Sam Gor atau yang dalam bahasa Kanton berarti saudara laki-laki nomor tiga.
Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) memperkirakan, jaringan Sam Gor mengeruk uang sebanyak 17,7 miliar dollar AS dari perederan narkoba pada 2018. Mereka juga diduga mengendalikan 40-70 persen bisnis narkoba di kawasan Asia Pasifik, mulai dari Jepang hingga Selandia Baru.
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga telah memetakan Kepri sebagai salah satu daerah rawan digunakan penyelundup untuk memasukkan narkoba dari segitiga emas. Pada 14-25 September, BNN menggandeng DJBC, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan patroli terpadu di Selat Malaka, Selat Makassar, Laut Sulawesi, perairan Kepulauan Seribu, serta pelabuhan-pelabuhan yang terhubung dengan perairan tersebut.
”Bukan rahasia lagi bahwa laut menjadi jalur utama masuknya narkotika ke Indonesia. Panjangnya garis pantai dan luasnya wilayah pengawasan membuat sindikat tidak pernah berhenti mencoba memanfaatkan kelengahan aparat dalam menjaga perbatasan wilayah Indonesia,” kata Kepala BNN Petrus Reinhard Golose di Batam pada 14 Februari lalu.