Pengabdian Kemanusiaan di Pedalaman Papua yang Terusik Teror KKB
Sebanyak 11 tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, menjadi korban teror keji ketika sedang bertugas di jalan kemanusiaan. KKB membakar puskesmas dan menyiksa mereka.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
Senin, 13 September 2021, menjadi hari kelabu bagi komunitas tenaga kesehatan di tanah Papua. Kelompok kriminal bersenjata atau KKB pimpinan Lamek Taplo menyerang dan menyiksa tenaga kesehatan yang mengabdi di pedalaman Papua, tepatnya di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang.
Sekitar pukul 07.00 WIT, Marselinus Ola Atanila bersama rekan-rekannya memulai aktivitas sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Kiwirok. Kiwirok adalah salah satu dari 34 distrik (setingkat kecamatan) di Kabupaten Pegunungan Bintang.
Selain Marselinus, terdapat 10 tenaga kesehatan lain yang bertugas di puskesmas itu. Mereka adalah dr Restu Pamanggi, Lukas Luji, Siti Khotijah, Martinus Deni Setia, Patra, Emanuel Abi, Katriyanti Tandila, Gabriella Meilani, Gerald Sokoy, dan Kristina Sampe Tonapa. Masing-masing telah mengabdi di Puskesmas Kiwirok selama enam bulan hingga satu tahun.
Puskesmas Kiwirok melayani masyarakat yang tersebar di 12 kampung atau desa. Total jumlah penduduk di Kiwirok berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 3.021 jiwa.
Tiba-tiba, mereka mendapatkan informasi dari masyarakat setempat bahwa akan terjadi baku tembak antara aparat keamanan dan KKB. Namun, Marselinus dan rekan-rekannya bersepakat tetap bertahan di puskesmas untuk mengantisipasi apabila ada korban luka yang membutuhkan bantuan.
Mereka merasa bertanggung jawab untuk mengobati kedua belah pihak yang terluka tanpa memandang perbedaan politik dan ideologi. Sebab, bagi mereka, tenaga kesehatan selalu bersifat netral di daerah konflik.
Kekhawatiran itu pun terjadi sekitar pukul 09.00 WIT saat baku tempak pecah di Pos Satgas Pamtas RI-PNG dari Batalyon 403/WP. Lima menit kemudian, datanglah puluhan anggota KKB yang melempari puskesmas dengan batu dan membakar tempat itu dengan bensin.
Saat itu, Marselinus dan rekannya tengah berada di dua rumah dinas. KKB pun menyasar dua rumah itu. Mereka menghancurkan kaca rumah dan juga membakarnya.
Dr Restu bersama empat rekannya akhirnya nekat meninggalkan rumah dinas itu dan berpencar ke rumah warga setempat. Anggota KKB pun menangkap Restu dan menyiksanya hingga mengalami patah tulang tangan kanan.
Mereka lalu melemparkan tubuh Restu ke jurang yang berada di belakang rumah tersebut. Melihat kejadian yang menimpa Restu, Marselinus bersama rekan-rekan yang lain juga melarikan diri dari rumah itu.
Marselinus sempat bersembunyi di kamar mandi bersama tiga perawat, yakni Katriyanti, Kristina, dan Gabriella, selama 20 menit. Namun, mereka terpaksa melarikan diri dari kamar mandi karena api telah merambat ke atap tempat itu.
Keempatnya lalu dikepung puluhan anggota KKB hingga terpojok ke pinggir jurang dengan kedalaman sekitar 300 meter. ”Akhirnya kami berempat nekat melompat ke dasar jurang. Kami semua selamat karena tersangkut di semak-semak dan pohon,” ungkap Marselinus, yang ditemui saat dievakuasi ke Jayapura, Jumat (17/9/2021).
Tak berhenti sampai di situ, KKB masih terus mengejar mereka hingga ke dasar jurang. Mereka pun menangkap Katriyanti, Kristina, dan Gabriella. Sementara Marselinus berhasil sembunyi di antara ranting pohon.
Anggota KKB kemudian kembali ke dasar jurang.
Anggota KKB melucuti seluruh pakaian ketiga perawat ini. Mereka memukul dan menikam beberapa bagian tubuh korban dengan senjata tajam. Setelah ketiganya pingsan, KKB pun melempar tubuh mereka ke dasar jurang.
Katriyanti dan Kristina kemudian berhasil siuman dan berupaya untuk bersembunyi. Sementara Gabriella yang juga telah siuman tak bisa lagi bergerak karena mengalami cedera berat di sejumlah bagian tubuhnya.
”Anggota KKB kemudian kembali ke dasar jurang. Mereka menemukan Gabriella, kemudian menikam perutnya. Gabriella pun meninggal saat itu,” ujar Marselinus sambil terisak menahan tangis.
Total delapan tenaga kesehatan dilempar KKB ke jurang. Sementara dua tenaga kesehatan berhasil menyelamatkan diri ke Pos Satgas Pamtas RI-PNG yang dijaga anggota TNI AD dari Batalyon 403/WP. Sekitar pukul 17.00 WIT, KKB pun meninggalkan Kiwirok setelah dipukul mundur anggota Satgas Pamtas.
Enam tenaga kesehatan yang bersembunyi di dasar jurang kemudian menyelamatkan diri ke rumah warga dan kantor Polsek Kiwirok. Pada Selasa (14/9/2021), mereka dievakuasi ke Pos Satgas Pamtas. ”Saya bersama tim akhirnya menemukan Kristin dan Gabriella di dasar jurang pada hari Rabu (15/9/2021). Hanya Kristin yang mampu bertahan, sedangkan adik kami, Gabriella, telah berpulang,” ujarnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Papua Aaron Rumainum menyatakan sangat terpukul dengan peristiwa penyerangan terhadap tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok. Tenaga kesehatan yang selama ini berjasa besar di tengah masyarakat juga menjadi sasaran kekerasan kelompok tersebut.
”Kehadiran mereka untuk menyelamatkan warga, bukan berperang. Mereka sama sekali tidak membawa senjata, tapi menjadi target kelompok kriminal,” ucap Aaron.
Ia pun menyatakan, sekitar 300 tenaga kesehatan telah dievakuasi ke Oksibil, ibu kota Pegunungan Bintang, dan Jayapura setelah serangan KKB di Kiwirok. Sebanyak 300 tenaga kesehatan ini berasal dari 34 puskesmas di Pegunungan Bintang.
”Mereka merasa ketakutan dan trauma berat setelah peristiwa yang menimpa tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok. Pelayanan kesehatan di Pegunungan Bintang terganggu karena belum ada jaminan keamanan bagi tenaga medis dan paramedis,” kata Aaron.
Perbuatan mereka (KKB) tidak akan mendapatkan dukungan dari pihak mana pun.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, serangan terhadap tenaga kesehatan di Kiwirok merupakan aksi yang sangat brutal. Hal ini tidak dapat dibenarkan publik internasional dalam implementasi hak asasi manusia.
”Tenaga kesehatan adalah pekerja kemanusiaan dan berperan sangat esensial di tengah masyarakat. Perbuatan mereka (KKB) tidak akan mendapatkan dukungan dari pihak mana pun,” kata Frits.
Ketua Ikatan Dokter (IDI) Papua Donald Aronggear pun mengecam peristiwa tersebut. Ia merasa prihatin karena tenaga kesehatan selalu menjadi korban dalam konflik di Papua. ”Kami menuntut negara untuk melindungi tenaga kesehatan yang bertugas di pedalaman Papua. Tidak boleh terulang lagi aksi penyerangan terhadap tenaga kesehatan di Papua,” katanya.
Hingga Jumat ini, Gerald Sokoy, salah satu dari 11 tenaga kesehatan Puskesmas Kiwirok, belum ditemukan. Doa dan harapan kita bersama agar tim gabungan TNI-Polri di Kiwirok segera menemukan Gerald dalam keadaan selamat.