Konflik di Yalimo Berkepanjangan, Sejumlah Bangunan Kembali Dibakar
Konflik di Kabupaten Yalimo, Papua, berlanjut hingga kini. Aksi pembakaran rumah oleh oknum tak dikenal kembali terjadi dalam dua hari terakhir.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Dalam dua hari terakhir, terjadi pembakaran tiga bangunan oleh oknum tak dikenal di Distrik Elelim, ibu kota Kabupaten Yalimo, Papua. Kondisi keamanan di kabupaten tersebut belum kunjung kondusif sejak konflik pilkada meletus pada 29 Juni lalu.
Kepala Kepolisian Resor Yalimo Ajun Komisaris Besar Hesman S Napitupulu, saat dihubungi dari Jayapura pada Jumat sore, membenarkan insiden pembakaran yang kembali terjadi tersebut. Kejadian pertama adalah pembakaran dua unit rumah pada Kamis (9/9/2021) pukul 16.03 WIT di Kampung Holani. Dua rumah tersebut milik pegawai Bank Papua Cabang Elelim.
Kejadian kedua adalah pembakaran satu mes milik Pemkab Yalimo pada Jumat (10/9/2021) pukul 01.15 WIT di Kampung Bulmu. Terdapat 10 kamar di mes itu. ”Tidak ada korban dalam kedua insiden ini karena tidak ada orang yang menghuni ketiga bangunan tersebut,” ujar Hesman.
Sebelumnya, oknum tak dikenal juga membakar total 12 unit rumah milik pegawai Pemkab Yalimo dan Bank Papua pada 30 Juli hingga 1 Agustus 2021. Kemudian, terjadi lagi pembakaran lima unit rumah di Elelim pada 24 Agustus.
Meski begitu, Hesman menuturkan, pihaknya belum dapat menyatakan aksi pembakaran tiga bangunan ini terkait konflik pilkada yang terjadi di Yalimo sejak Juni lalu. ”Kami telah berupaya melaksanakan patroli di Elelim dari pagi hingga malam. Namun, oknum tak dikenal ini membakar rumah secara bergerilya,” ujarnya.
Dalam dua bulan terakhir situasi keamanan di Yalimo tak kondusif. Kondisi ini bermula dari amuk massa yang berujung pada pembakaran 34 bangunan kantor pemerintah serta 126 unit rumah dan kios warga di Elelim pada 29 Juni. Massa juga membakar empat kendaraan roda empat dan 115 unit sepeda motor. Total kerugian akibat kerusuhan ini Rp 324 miliar.
Sekitar 400 orang melakukan aksi itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Erdi Dabi sebagai calon bupati Yalimo dan memutuskan pelaksanaan pilkada ulang. Erdi dinilai masih berstatus mantan terpidana dan baru dapat mengajukan diri sebagai calon bupati lima tahun mendatang.
Hesman mengatakan, massa pendukung Erdi hingga kini masih menutup seluruh akses jalan ke Yalimo. Massa masih tidak menerima keputusan MK yang mendiskualifikasi Erdi dan menetapkan pelaksanaan pilkada ulang di Yalimo.
Hesman menambahkan, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Papua telah berupaya menemui massa pendukung Erdi Dabi pada Kamis kemarin. ”Namun, massa tetap menolak pelaksanaan PSU (pemungutan suara ulang) dan meminta Erdi segera dilantik sebagai bupati Yalimo,” ucapnya.
Jefri Loho, salah satu tokoh pemuda di Elelim, saat dihubungi secara terpisah mengatakan, massa menutup seluruh akses jalan masuk ke Yalimo selama dua bulan terakhir. ”Masalah ini mengakibatkan pelayanan publik di bidang pemerintahan, perekonomian, hingga kesehatan tidak berjalan seperti biasanya,” katanya.
Ketua KPU Papua Diana Simbiak mengakui, pihaknya telah menemui massa pendukung Erdi pada Kamis di Elelim. Namun, belum tercapai solusi agar PSU di Yalimo dapat terlaksana. ”Kami akan berupaya menjalin komunikasi dengan massa di sana. Putusan MK tentang pelaksanaan PSU tidak bisa dibatalkan karena merupakan perintah negara,” ujarnya.