Pemerintah Pusat Mesti Bantu Atasi Krisis Pelayanan Publik di Yalimo
Ombudsman dan Komnas HAM menyoroti masalah pelayanan publik yang terhenti di Kabupaten Yalimo, Papua, akibat konflik pilkada. Pemerintah pusat diharapkan turun tangan menyelesaikan konflik tersebut.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Konflik pilkada di Kabupaten Yalimo, Papua, sejak akhir Juni menyebabkan pelayanan publik bagi masyarakat di segala bidang terhambat, termasuk penanganan pandemi Covid-19. Pemerintah pusat diharapkan turun tangan untuk menyelamatkan warga di Yalimo.
Hal ini disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin di Jayapura, Kamis (5/8/2021).
Sabar mengatakan, konflik politik yang terjadi di Yalimo dipicu penyimpangan prosedur, yakni penolakan sekelompok masyarakat atas keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pelaksanaan pilkada ulang. Hal ini berdampak pada tidak kondusifnya situasi keamanan di Yalimo.
Dalam sebulan terakhir, situasi keamanan di Yalimo belum kondusif. Kondisi ini bermula dengan insiden pembakaran 34 bangunan kantor pemerintah serta 126 rumah dan kios warga di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo, pada 29 Juni 2021.
Massa juga membakar empat kendaraan roda empat dan 115 sepeda motor. Total kerugian akibat aksi pembakaran ratusan bangunan dan kendaraan bermotor di Elelim mencapai Rp 324 miliar.
Sekitar 400 orang melakukan aksi itu setelah Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasikan Erdi Dabi sebagai calon bupati Yalimo dan memutuskan pelaksanaan pilkada ulang dengan jangka waktu persiapan selama 120 hari. Erdi dinilai masih berstatus mantan terpidana sehingga baru dapat mengajukan diri sebagai calon bupati lima tahun mendatang.
Sebanyak 1.025 warga Elelim telah mengungsi ke Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Warga mengungsi untuk menghindari konflik susulan di Elelim.
”Saya berharap pemerintah pusat bersama Pemprov Papua segera turun tangan mengatasi masalah di Yalimo. Masyarakat sangat dirugikan karena pelayanan publik yang terhenti di tengah kondisi saat ini,” kata Sabar.
Ia berpendapat, lumpuhnya pelayanan publik di Yalimo menyebabkan angka kemiskinan semakin tinggi. Sementara kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Yalimo semakin rendah.
Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik pada akhir tahun 2020, angka kemiskinan di Yalimo mencapai 32,82 persen dari total penduduk sebanyak 101.973 jiwa. Yalimo juga termasuk 17 kabupaten di Papua dengan status IPM rendah. Angka IPM Yalimo masih di bawah angka ideal 60, yakni 48,34. Hal ini menunjukkan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan belum optimal walau Yalimo telah dimekarkan pada tahun 2008.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi di Yalimo. Masalah ini menyebabkan masyarakat kehilangan haknya untuk mendapatkan pelayanan dasar baik di bidang kesehatan maupun pendidikan.
”Kami akan menghubungi salah satu rekan Komnas HAM di Yalimo. Upaya ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terakhir masyarakat di sana,” tutur Frits.
Ingga Dabi, koordinator aksi massa di Yalimo, menegaskan, pihaknya akan tetap menutup seluruh akses jalan ke Yalimo selama 120 hari ke depan. Tujuannya agar pelaksanaan pilkada ulang di Yalimo dibatalkan.
”Kami tidak akan menghentikan aksi pemalangan jalan. Kami menuntut agar Erdi Dabi dan Jhon Wilil segera dilantik menjadi bupati dan wakil bupati di Yalimo,” ujar Ingga.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, pihaknya akan berupaya maksimal agar pilkada ulang dapat terlaksana dengan aman. Salah satu caranya adalah membujuk Erdi untuk menunjuk salah satu kerabat untuk menggantikan dirinya sebagai calon bupati.
Ia berpendapat, apabila pilkada tetap dipaksakan tanpa upaya persuasif dengan massa pendukung Erdi, hal itu akan berdampak besar bagi situasi keamanan di Yalimo. Konflik antarwarga akan berkepanjangan.
”Kami sudah menyampaikan potensi terjadi pertumpahan darah di antara simpatisan para kandidat kepala daerah di Yalimo. Masalah inilah yang harus dihindari agar Yalimo tidak bernasib seperti Kabupaten Intan Jaya dengan konflik pilkada berlarut-larut,” ujar Mathius.
Masih lumpuh
Yandry Pamangin, salah satu tenaga kesehatan di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo, saat dihubungi pada Kamis, mengungkapkan, pelayanan publik di Yalimo masih lumpuh. Banyak pegawai pemerintahan, guru, dan tenaga kesehatan yang mengungsi ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan Jayapura.
”Hanya tersisa saya dan empat tenaga kesehatan yang masih bertahan di Puskesmas Elelim. Sebanyak tiga dokter dan 40 tenaga kesehatan mengungsi karena rumahnya terbakar serta mengalami trauma berat,” kata Yandry.
Jefri Loho, salah satu tokoh pemuda di Distrik Elelim, mengatakan, pelayanan publik, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan, bagi masyarakat terhenti selama sebulan terakhir. Masyarakat juga kesulitan mendapatkan bahan makanan karena tidak berjalannya aktivitas perdagangan.
”Kami berharap pemerintah pusat segera mengambil kebijakan menyelamatkan masyarakat di Yalimo. Kondisi ini sangat menyulitkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19,” ujar Jefri.