Beban Ganda Penyandang Disabilitas demi Dapatkan Vaksinasi
Masuk dalam kalangan rentan, penyandang disabilitas tidak leluasa mendapat akses vaksinasi. Saatnya kepedulian ditunjukkan nyata lebih dari sekadar di atas kertas.
Meski ada dalam kalangan rentan, kalangan penyandang disabilitas tetap saja tidak mudah mendapat vaksinasi Covid-19. Minimnya informasi dan pelayanan yang belum spesifik menjadi penyebabnya. Solidaritas antarmereka ikut menyelamatkan sesama penyandang disabilitas.
Wajah Soni (47), warga Banjaran, Kabupaten Bandung, terlihat lega, Sabtu (4/9/2021). Napasnya terengah-engah tapi ada senyum tersungging di wajahnya. Dia dan istrinya, baru saja berhasil membantu Wizdan (17), anak mereka, mendapatkan vaksin untuk pertama kalinya.
Bukan perkara mudah mewujudkan keinginan vaksinasi pertama bagi Wizdan. Pemuda itu adalah difabel mental atau penyandang autisme. Punya cara berbeda dalam berinteraksi, Wizdan menolak disuntik. Akibatnya, Soni harus memeluk erat dan mengunci pergerakan anaknya agar jarum suntik leluasa menusuk lengan kiri Wizdan.
”Aaaaa,” teriak Wizdan saat masih mencoba menolak disuntik. Banyak pasang peserta vaksinasi bagi disabilitas yang diadakan Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) itu berpaling pada Wizdan.
Akan tetapi, semua itu tidak berlangsung lama. Setelah penyuntikan selesai, Wizdan kembali tenang. Pelukan dan kuncian dilonggarkan. Belaian orangtuanya sedikit banyak meredam kepanikannya. Bukan takut tusukan jarum, Wizdan belum terbiasa dengan proses itu.
Meski lega, Soni tahu proses itu belum selesai. Dia mewaspadai kemungkinan trauma yang dialami anaknya pascavaksinasi. Ujung pandangan Soni tidak pernah lepas dari Wizdan.
Baru setelah beberapa saat melihat Wizdan tertawa saat diajak swafoto oleh ibunya, cemas itu perlahan hilang dari wajah Soni. Kali ini senyum di bibir Soni kian lebar dari sebelumnya.
”Syukurlah anak saya tidak trauma. Kalau trauma, biasanya diam dan kalau sedang di luar maunya pulang. Sekarang berarti aman. Nanti, vaksin kedua baru repot lagi,” ujarnya.
Soni mengatakan, vaksinasi ini sangat penting bagi Wizdan. Setidaknya, dia merasa semakin percaya diri membiarkan anaknya kembali berkegiatan di luar rumah. Apalagi, pertengahan September ini, Wizdan bakal belajar tatap muka terbatas.
Baca juga : Vaksinasi untuk Siswa Difabel
Jauh hari sebelumnya, Soni disarankan kawan-kawannya memvaksin Wizdan di fasilitas kesehatan terdekat. Namun, pria yang bekerja sebagai aparatur sipil negara di Kabupaten Bandung ini khawatir petugas tidak terbiasa dengan kondisi anaknya.
”Saya tidak yakin petugas biasa bisa menangani Wizdan. Saya juga takut malah nantinya akan jadi tontonan seperti yang terjadi tadi. Tetapi, saat tahu ini vaksinasi khusus untuk penyandang disabilitas, saya jadi yakin dan akhirnya ikut,” ujarnya.
Kekhawatiran Soni bisa jadi secuil wajah banyak kesulitan keluarga disabilitas mendapat vaksinasi Covid-19. Meski berada dalam kelompok rentan yang harus diprioritaskan, kenyataan yang ada tidak seindah aturan yang ditetapkan. Akibatnya, semua berujung kepada rendahnya capaian vaksinasi untuk mereka.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan melalui vaksin.kemkes.go.id, hingga Senin (6/9/2021), baru 16.177 penyandang disabilitas yang mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama. Jumlah ini masih jauh dari target vaksinasi sebanyak 562.242 orang.
Teman-teman penyandang disabilitas netra sulit vaksinasi secara mandiri karena harus mengisi formulir. Teman-teman difabel rungu kesulitan berkomunikasi dengan petugas. Selain itu, tidak semua petugas bisa menghadapi teman-teman disabilitas mental. (Suhendar)
Belum ramah difabel
Ketua Difabel Center IKA Unpad Suhendar mengatakan, Covid-19 membuat kehidupan disabilitas semakin sulit. Sebagai penyandang disabilitas netra, Suhendar merasakan kepelikan itu.
”Tidak mudah menjaga diri saat pandemi. Sentuhan dan rabaan yang semula menjadi andalannya dalam berkegiatan, sekarang menjadi sumber kekhawatirannya setiap hari,” katanya.
Suhendar yang sehari-hari harus berjalan kaki sekitar 10 menit dari tempat tinggal ke tempat kerjanya kini tidak bisa sembarangan menyentuh benda-benda di sekitarnya. Saking cemasnya, dia bisa menghabiskan sebotol cairan pembersih tangan berukuran 60 mililiter hanya dalam dua hari.
Baca juga : Ribuan Ibu Hamil dan Penyandang Disabilitas di Kabupaten Magelang Belum Divaksin
”Saya tidak tahu barang yang saya pegang itu bersih atau tidak. Saya juga sering dibantu orang-orang saat menyeberang atau di jalan. Dulu sebelum pandemi, saya senang ditolong. Sekarang, jujur saya khawatir. Takut tertular dan takut menularkan,” ujarnya.
Tidak hanya aktivitas sederhana, pandemi pun menyulitkan penyandang disabilitas mencari rezeki. Suhendar bercerita, banyak rekan sesama penyandang disabilitas netra yang berprofesi sebagai pemijat kehilangan mata pancarian. Mereka sulit mencari nafkah karena pekerjannya harus bersinggungan dan bersentuhan dengan orang lain.
Vaksin sulit
Vaksinasi, kata Suhendar, sedikit banyak meredakan kekhawatiran saat pandemi masih terjadi. Namun, kata dia, akses vaksinasi belum ideal bagi penyandang disabilitas. Informasi yang ada cenderung belum ramah difabel dan sulit didapat. Pelayanan khusus untuk rekan-rekan disabilitas juga masih minim.
”Teman-teman disabilitas netra sulit vaksinasi secara mandiri karena harus mengisi formulir sebelum divaksin. Teman-teman disabilitas rungu juga kesulitan berkomunikasi dengan petugas. Selain itu, tidak semua petugas bisa menghadapi teman-teman disabilitas mental,” paparnya.
Akan tetapi, di tengah keterbatasan, penyandang disabilitas tidak ingin menyerah begitu saja mendapatkan akses kesehatan. Setiap ada informasi vaksinasi langsung ditangani bersama. Koordinasi di tempat vaksin dilakukan oleh penyandang disabilitas untuk penyandang disabilitas lainnya.
Siang itu, misalnya, telepon seluler Suhendar sibuk sekali mengatur rekan-rekan disabilitas. Mulai dari menentukan titik kumpul hingga menjelaskan tata cara penyuntikan.
”Di tengah kesempatan yang tidak banyak, vaksinasi bagi penyandnag disabilitas harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Hari ini, bersama IKA Unpad, kami menggunakan bantuan 120.000 dosis vaksin dari Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk Jabar,” ujar Suhendar.
Ketua IKA Unpad Irawati Hermawan menyatakan, telah ditunjuk Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk vaksinasi Covid-19. Tim juga harus menyalurkan vaksin-vaksin ini sebelum habis masa berlakunya di awal Oktober 2021.
”Kami menargetkan 10.000 penerima vaksin V1 (dosis 1) hingga 9 September 2021. Untuk V2 (dosis 2) kami adakan serentak pada 25-26 September. Total ada 20 kota/kabupaten yang menjalankan vaksinasi untuk penyandang disabilitas dari kami,” paparnya.
Ketua IKA Fakultas Kedokteran Unpad Lia Partakusuma menambahkan, vaksinasi bagi penyandang disabilitas ini diharapkan bisa membantu mereka untuk beraktivitas. Untuk melancarkan kegiatan, Lia bahkan mempelajari bahasa isyarat secara sederhana agar bisa membantu vaksinasi difabel runggu.
”Saya hanya belajar sedikit saat beberapa kali sosialisasi. Yang penting saya ingin membantu. Komunikasi menjadi salah satu masalah yang menghambat teman-teman disabilitas mendapatkan vaksinasi,” ujarnya yang hadir langsung di Bale Rame.
Meskipun menggunakan isyarat sederhana dan terbata-bata, para penyandang runggu yang ikut tampak memahami dan merespon Lia. Tanpa suara, mereka terlihat antusias dan sumringah saat berhasil mendapatkan vaksinasi.
Vaksinasi Covid-19 hari itu telah membuat ratusan penyandang disabilitas di Bandung Raya bisa hidup lebih tenang dan memunculkan harapan di tengah badai pandemi. Semoga secercah harapan ini didapatkan oleh seluruh penyandang disabilitas untuk hidup yang lebih baik.
Baca juga : Hibah Vaksin Sinopharm dari Raja UEA kepada Jabar