Angin Kencang, Kekeringan Ekstrem, dan Hujan Mendera Wilayah NTT
Kewaspadaan tinggi mulai dari pengguna jalan di darat hingga nelayan dan penyeberangan laut. Pertanian dan perkebunan turut terdampak cuaca.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Angin kencang, kekeringan ekstrem, dan hujan ringan hingga lebat terjadi bersamaan di wilayah Nusa Tenggara Timur. Masyarakat perlu waspada dalam beraktivitas terkait situasi ini, baik di laut maupun di darat. Posko siaga bencana di daerah rawan bencana diminta disiagakan.
Kepala Stasiun Metereologi El Tari Kupang Agung Sudiono di Kupang, Kamis (9/9/2021), mengatakan, musim hujan di NTT berlangsung pada Desember-Maret, sedangkan musim kemarau pada Maret-November. Sepanjang musim kemarau NTT dilanda angin kencang. Ada perbedaan tekanan udara yang signifikan antara belahan bumi selatan dan belahan bumi utara setiap memasuki musim kemarau. Kondisi ini akan meningkatkan dan menguatkan tarikan massa udara dan kecepatan angin di sekitar Indonesia, khususnya NTT yang secara geografis berada dekat dengan Australia.
”Angin kencang ini memiliki kecepatan 45-50 knot per jam, terutama di sebagian besar daratan Pulau Timor, Sumba, Rote, dan Pulau Sabu. Pulau-pulau ini sebagai pulau paling selatan, yang berhadapan langsung dengan Benua Australia. Angin kencang juga menimpa wilayah Alor, Lembata, dan Flores, tetapi memiliki kecepatan jauh di bawah 45 knot per jam,” katanya.
Pergerakan angin ini sesuai sifat massa udara itu sendiri, yakni bertiup dari daerah bertekanan udara tinggi menuju daerah bertekanan rendah, dalam hal ini dari wilayah Australia ke NTT. Semakin tinggi tekanan udara antara dua daerah, kecepatan gerak massa udara juga semakin kencang.
Masyarakat diminta tetap waspada terhadap angin kencang ini. Dampak langsung yang bisa ditimbulkan ialah robohnya papan reklame, baliho, serta pohon atau ranting dan dahan pohon. Dampak tidak langsungnya, meluasnya titik panas atau kebakaran lahan atau hutan jika masyarakat tidak berhati-hati menggunakan api.
Pengendara sepeda motor pun diminta tetap waspada. Beberapa pengendara sepeda motor dilaporkan terjatuh saat melintas di jalan perbukitan akibat tiupan angin kencang.
Gelombang laut juga ikut terimbas, terutama di wilayah selatan perairan NTT, seperti Laut Timor, Sumba, dan Rote, hingga Laut Sawu. Tinggi gelombang berkisar 3-6 meter sehingga pelayaran wajib mewaspadai.
Kekeringan ekstrem
Selain kondisi angin, hasil pembaruan kekeringan di NTT, 5 September 2021, menyinggung kekeringan ekstrem di 13 kabupaten. Ini berlangsung secara sporadis di satu kabupaten, tidak semua wilayah di kabupaten itu didera kekeringan ekstrem. Sebagian besar kekeringan ekstrem terjadi di wilayah pesisir.
Di Kabupaten Alor, misalnya, kekeringan terjadi di Kecamatan Alor Barat Daya, Kabola, dan Mataru. Kekeringan di Kabupaten Belu terpusat di Kecamatan Kota Atambua, Atambua Selatan, Kakuluk Mesak, Lasiolat, dan Reihat. Di Lembata tersebar di Kecamatan Atadei, Buyasuri, Lebatukan, Wulandoni, Nagawutun, dan Omesuri. Kekeringan ekstrem di Rote Ndao tersebar di Kecamatan Lobalain, Ndao Nuse, Pantai Baru, Rote Barat, Rote Barat Daya, dan Rote Barat Laut.
Kekeringan ekstrem terluas ada di Kabupaten Sumba Timur, tersebar di 18 kecamatan dari total 24 kecamatan. Kekeringan di Sumba Tengah hanya terjadi di Kecamatan Mamboro dari total enam kecamatan di daerah itu. ”Kekeringan ekstrem ini memiliki hari tanpa hujan lebih dari 60 hari,” kata Sudiono.
Kekeringan dengan status siaga terjadi di 15 kabupaten dengan tingkat kekeringan lebih dari 31 hari, artinya dalam rentang waktu lebih dari 31 hari tersebut tidak terjadi hujan. Kekeringan dengan status waspada ada di lima kecamatan dengan tingkat kekeringan lebih dari 21 hari.
Ia mengatakan, satu kabupaten bisa mengalami tiga kategori kekeringan, seperti Kabupaten Alor. Kecamatan Alor Barat Laut, misalnya, masuk kategori kekeringan dengan tingkat waspada, Kecamatan Alor Selatan kategori siaga, dan Kecamatan Alor Barat Daya terjadi kekeringan ekstrem.
Pada saat bersamaan, dua pekan terakhir hujan melanda sejumlah kabupaten di NTT. ”Hari ini, 9 September, terjadi hujan ringan, sedang, dan hujan lebat diikuti angin kencang dan petir berdurasi pendek di Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, dan sebagian kecil wilayah Alor, Malaka, Belu, Timor Tengah Selatan, Lembata, Flores Timur dan Sumba,” katanya.
Terjadinya hujan pada musim kemarau ini karena fenomena cuaca atmosfer atau Madden-Julian Oscillation, tekanan rendah, dan gelombang Rosbby yang sedang aktif di wilayah NTT yang berdampak pada tingginya penguapan dan pertumbuhan awan. Kondisi ini mendorong terjadi hujan di sejumlah wilayah NTT. ”Berlangsung 2-4 hari ke depan dalam September ini,” kata Sudiono.
Dengan kondisi cuaca seperti ini, para pengambil kebijakan di sektor pertanian dan perkebunan diharapkan menyesuaikan program kerjanya sesuai karakter wilayahnya. Manggarai Raya direkomendasikan musim tanam dimulai pada November karena pada saat itu hujan sudah menyeluruh di wilayah itu. Daratan Timor Barat, Sumba, Rote, dan Sabu musim tanam pada awal Desember.
Ia meminta para nelayan untuk sementara waktu tidak melaut. Jika terpaksa melaut, nelayan harus sangat waspada. Pencarian ikan pun dilakukan di sekitar perairan dangkal dengan kondisi gelombang laut yang tidak membahayakan.
”Saat hujan lebat disertai angin badai berlangsung beberapa jam sebaiknya tetap waspada dan memantau situasi di sekitar, terutama mereka yang berdiam di daerah rawan longsor dan banjir bandang. Paling rawan jika hujan lebat itu terjadi malam hari, saat masyarakat sedang tidur pulas. Posko siaga bencana di daerah rawan bencana mestinya disiagakan,” katanya.
Petani yang menekuni jenis buah-buahan di Kabupaten Kupang, Yohanes Lalang (58), mengatakan, wilayah daratan Timor dan Sumba untuk jenis tanaman perkebunan tertentu kebanyakan gagal panen. ”Mangga saat ini sedang proses berbunga dan sebagian mulai berbuah, tetapi jatuh diterpa angin. Demikian pula tanaman pisang dan tomat, semuanya roboh,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan NTT Isyak Nuka mengatakan, pihaknya telah menyurati semua operator pelabuhan untuk tetap mengikuti informasi dari BMKG. Jika kondisi cuaca sedang tidak bersahabat, pelayaran jenis kapal berbobot di bawah 1.000 GT sebaiknya dihentikan.