Sebaran titik panas di Nusa Tenggara Timur meluas. Sejak Juni-8 Agustus 2021 sebanyak 165 titik panas, hampir merata di 22 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebaran titik panas di Nusa Tenggara Timur meluas. Sejak Juni sampai 8 Agustus 2021, titik panas terpantau 165 titik. Penyebarannya hampir merata di 22 kabupaten/kota di NTT.
Kebakaran terjadi karena ada praktik pembakaran ladang. Angin kencang dan keringnya rumput sabana memperbesar kebakaran itu.
Kepala Stasiun Meteorologi El Tari Kupang Bambang Sudiono Abadi di Kupang, Selasa (10/8/2021), mengatakan, total sebaran titik panas pada Juni 2021 sebanyak 24 titik, bulan Juli 126 titik, dan pada 1-8 Agustus 2021 sebanyak 15 titik panas. Total titik panas sebanyak 165. Jumlah 165 titik api tersebut kebanyakan terdeteksi di Sumba Timur dan Kabupaten Kupang.
”Sebaran titik panas terus meluas dan sudah hampir merata di seluruh kabupaten/kota di NTT. Musim kemarau masih berlangsung lebih dari empat bulan lagi. Titik panas itu diprediksi terus berlangsung sampai musim hujan turun, sekitar awal Desember 2021,” kata Sudiono.
Di NTT hujan hanya terjadi selama tiga bulan. Itu pun muncul secara sporadis, Setiap musim kemarau, kebakaran lahan selalu terjadi bahkan menjadi yang tertinggi di Indonesia. Tahun 2019, misalnya, NTT menempati urutan pertama dengan luas lahan yang terbakar mencapai 71.712 hektar (ha) menyusul provinsi Riau yang mencapai 30.065 ha.
Sebaran titik panas terus meluas dan sudah hampir merata di seluruh kabupaten/kota di NTT. Musim kemarau masih berlangsung lebih dari empat bulan lagi.
Setiap tahun, luas kebakaran lahan di NTT 30.000 ha-71.712 ha. Tahun 2020, luas kebakaran hutan di NTT mencapai 53.210 ha. Tahun ini, kebakaran sudah tersebar di 165 titik. Data satelit menunjukkan satu titik panas mencapai 1 kilometer persegi atau sekitar 100 ha. Maka, sudah sekitar 16.500 ha lahan terbakar.
Data tersebut adalah data yang sempat terpantau satelit. Di luar itu masih banyak titik panas yang tidak terdeteksi satelit. Sebut saja kebakaran di Taman Nasional (TN) Komodo, Minggu (8/8/2021), selama 12 jam. Kebakaran itu tidak terdeteksi satelit sebagaimana dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kupang.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Ajun Komisaris Besar Rishian Krisna Budhiawanto membenarkan telah terjadi kebakaran di TN Komodo, Minggu (8/8/2021). Namun, kebakaran itu di luar habitat komodo. Api sudah berhasil dipadamkan.
”Kebakaran itu tidak mengganggu populasi binatang Komodo di sana. Tidak ada kerusakan fasilitas di sana atau kematian ternak rusa sebagai pakan binatang Komodo. Polres Manggarai Barat sedang menyelidiki penyebab kebakaran itu,” kata Rishian.
Tokoh masyarakat Labuan Bajo Donatus Matur mengatakan, kebakaran di dalam kawasan TN Komodo hampir terjadi setiap tahun. Kebakaran yang baru terjadi itu diduga dilakukan para pemburu rusa, yang datang dari kabupaten Nusa Tenggara Barat, yang selama ini sering memburu rusa di dalam kawasan TN Komodo.
Ia menilai, pengawasan di dalam TN Komodo lemah. Sebagai destinasi wisata super premium, di titik-titik tertentu di dalam kawasan TN Komodo harus ada penjagaan sepanjang 24 jam per hari.
Adapun di Sumba, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Pulau Sumba Umbu Manurara mengatakan, kebakaran di Pulau Sumba hampir merata. Kebakaran sengaja dilakukan masyarakat untuk mendapatkan rumput baru bagi pakan ternak. Biasanya kebakaran terjadi di padang-padang penggembalaan.
”Masyarakat paham mengenai dampak dari kebakaran itu, tetapi mestinya terus diberi pengertian. Bila perlu diberi ancaman dan hukuman bagi pelaku pembakaran hutan. Jika terjadi kebakaran di lokasi tertentu, semua warga yang berdiam di lokasi itu diperiksa sampai ada yang mengaku,” kata Manurara.
Kebakaran di Pulau itu telah menghilangkan sejumlah predator belalang, seperti jenis burung dan ular tertentu. Belalang saat ini sudah menguasai Sumba Timur dan Sumba Tengah. Saat ini, belalang sudah memasuki wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Barat. Jika pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat dari keempat kabupaten di pulau itu tidak melakukan pembasmian secara serentak, belalang kembara itu akan tetap berada di pulau itu, dengan sistem berpindah-pindah lokasi.
”Saat Pemda Sumba Timur menyemprot dan mengusir koloni belalang di sana, belalang terbang ke Sumba Tengah. Jika diusir di Sumba Tengah, lari ke Sumba Barat, atau sebaliknya. Salah satu cara menghilangkan belalang dari pulau itu ialah pembasmian yang dilakukan secara serentak oleh empat kabupaten itu,” kata Manurara.
Jutaan belalang itu telah merusak tanaman pertanian milik warga. Gagal panen pun dialami para petani setempat akibat serangan hama belalang, selain kekeringan.