Belum Saatnya Euforia dari Korona di Semarang Raya
Risiko lonjakan kasus Covid-19 masih mungkin terjadi jika lengah protokol kesehatan. Tes dan pelacakan kasus masih belum memadai.
Wilayah Semarang Raya, Jawa Tengah, meliputi Kota Semarang, dianggap mampu menekan kasus Covid-19 hingga turun dari Level 3 ke Level 2 pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Namun, euforia penurunan level perlu diimbangi kewaspadaan, jangan sampai lengah. Apalagi, tes dan pelacakan juga masih belum memenuhi ideal.
Kasus korona di Kota Semarang mulai melonjak Juni 2021 atau setelah peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Kabupaten Kudus, Jateng, sejak akhir Mei. Lonjakan kasus di Kudus dan sekitarnya tak lepas dari terdeteksinya varian Delta dari sampel asal Kudus yang diperiksa. Varian itu menular lebih cepat dan mematikan dibandingkan varian sebelumnya.
Sebagai ibu kota provinsi, rumah sakit-rumah sakit di Semarang juga menjadi rujukan dari daerah lain, seperti Demak, Grobogan, bahkan Kudus. Pada 15 Juni 2021, misalnya, RSUD KRMT Wongsonegoro (RSWN) dibanjiri pasien Covid-19. Dari total 457 tempat tidur di RS itu, 308 di menjadi tempat isolasi Covid-19. Tempat tidur isolasi pun terus ditambah.
Awal Juli 2021, kondisi kian memburuk. Pada 4 Juli 2021, sebanyak 453 tempat tidur isolasi, 52 tempat tidur ruang perawatan intensif (ICU), dan 30 tempat tidur Instalasi Gawat Darurat (IGD) isolasi di RSWN selalu penuh. Bahkan, di IGD, antrean pasien mencapai 60 orang, baik yang sudah terkonfirmasi maupun suspek Covid-19
Baca Juga: Penurunan Kasus Wajib Disertai Tes dan Pelacakan Memadai
Lonjakan kasus Covid-19 di Kota Semarang, awal Juli lalu juga sempat membuat petugas pelayanan gawat darurat kewalahan. Dalam interval 1-5 menit, terdapat 100 panggilan masuk ke 112 atau panggilan darurat Kota Semarang. Sebagian besar warga mencari ambulans dan menanyakan ketersediaan tempat tidur RS.
Memasuki Agustus 2021, seiring pemberlakuan PPKM Level 3 sejak 3 Juli, kasus Covid-19 di Kota Semarang terus menurun. Dari 2.179 kasus aktif pada 7 Juli menjadi 159 kasus aktif pada Kamis (2/9/2021) sore. Pemerintah pusat akhirnya memasukkan Kota Semarang pada Level 2 PPKM sejak Senin (30/8). Kota Semarang turun level dua kali, dari level 4 ke level 3, lalu dari level 3 ke level 2.
Seiring penurunan ke level 2, sejumlah kelonggaran diberlakukan mengikuti ketentuan dalam Instruksi Mendagri. Sejumlah aktivitas ekonomi, dari sebelum hanya boleh beroperasi hingga pukul 20.00 menjadi pukul 21.00. Untuk sektor pariwisata dan hiburan dibuka dengan kapasitas pengunjung dibulatkan menjadi 30 persen dengan jam buka diperpanjang hingga pukul 21.00.
Tes dan pelacakan rendah
Namun, diakui Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, tes dan pelacakan di Kota Semarang masih kurang. Dari sejumlah indikator, Kota Semarang, sebenarnya sudah bisa berada pada level 1 PPKM. Namun, tes dan pelacakan yang belum memadai membuat kota tersebut kini berada di level 2.
Menurut data Vaksin.kemkes.go.id/#/sckab per Rabu (31/8), target orang yang dites per minggu, menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri, dalam sepekan terakhir di Kota Semarang ialah 27.888 orang. Namun, hanya tercapai 11.288 atau 40,5 persen.
Sementara rasio kontak erat rasio kontak erat per kasus konfirmasi di Kota Semarang baru mencapai 3,1. Padahal, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri disebutkan bahwa tracing atau pelacakan perlu dilakukan hingga lebih dari 15 kontak erat per kasus konfirmasi.
Kondisi itu pun membuat Pemkot Semarang menggencarkan tes dan pelacakan. ”Kami fokus meningkatkan tracing kontak erat di atas 14 per kasus, di mana saat ini masih 3. Selain itu, upaya menurunkan positivity rate dan angka kematian akan terus digenjot melibatkan berbagai pihak, mulai tenaga kesehatan, TNI, Polri serta kawan-kawan di tingkat kelurahan dan kecamatan,” ujar Hendrar.
Hendi, sapaan Hendrar, berterima kasih kepada warga Kota Semarang sehingga kini bisa turun menjadi level 2. Namun, ia mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 belumlah usai. Upaya bersama perlu terus dilakukan.
”Proses untuk bisa lepas dari pandemi masih panjang. Karena itu, jangan karena sudah mulai dibuka aktivitasnya, lalu jadi euforia. Kita harus belajar dari pengalaman. Tercatat ada dua momen peningkatan Covid-19 yang pernah terjadi. Saat itu angka kasus sudah sangat kecil lalu melonjak karena berbagai faktor," ujarnya.
Baca juga: Tes dan Pelacakan Masih Jadi Pekerjaan Rumah bagi Kota Semarang
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga mengingatkan hal serupa. Di Jateng, saat ini dua daerah masih di level 4 PPKM, yakni Kabupaten Purworejo dan Kota Magelang. Sisanya ada pada level 3 dan 2.
Menurut dia, penurunan level tersebut menumbuhkan optimisme. ”Namun, jangan sampai menjelang finish ini ada gangguan-gangguan karena ketidakdisiplinan. Ini yang mesti kita siapkan. Maka kami pantau, umpama bagaimana pelaksanaan PTM (pembelajaran tatap muka) di sekolah. Itu kan sudah bagus,” jelasnya.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Budiyono menuturkan, penurunan kasus Covid-19 di Jateng patut disyukuri. Namun, menurut dia, semua tidak boleh puas begitu saja. Perlu ditanyakan lebih lanjut kepada para pemerintah daerah, apakah tes dan pelacakan sudah mumpuni.
Ia pun mendorong pemerintah daerah memperkuat tes dan pelacakan sesuai dengan target yang ditetapkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri. ”Biasanya, kalau menjadi juara itu mudah terlena. Mempertahankan itu tidak mudah. Agar tidak ada lonjakan di kemudian hari, tes dan pelacakan harus terus digencarkan,” kata Budiyono.
Para kepala daerah perlu meningkatkan tes dan pelacakan serta membuka datanya kepada publik. Apabila tes dan pelacakan sudah memenuhi target dan ternyata kasus tetap rendah, artinya kasus memang benar-benar menurun. Namun, jika tes dan pelacakan ikut kendor, potensi kenaikan kasus masih ada.
Saat ini, masyarakat sudah dalam tahap bosan dengan Covid-19 serta segala pembatasannya. ”Apabila kasus terus turun-naik akan mengganggu trust atau kepercayaan masyarakat,” lanjutnya.
Selain itu, Budiyono mendorong agar vaksinasi terus diakselerasi. Sebab, hingga saat ini vaksinasi tampak belum optimal menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut juga bergantung dengan ketersediaan dan pasokan vaksin dari pemerintah pusat.
Faktor kedisiplinan
Di Kota Semarang, penerapan PPKM sejak level 4 relatif berlangsung baik di pusat-pusat keramaian, di antaranya penutupan mal dan pembatasan pengunjung di supermarket. Begitu juga minimarket hingga restoran yang sempat tutup sebelum pukul 20.00.
Namun, masih terjadi kucing-kucingan antara PKL petugas. Bahkan, di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, tak semua tempat makan memberlakukan jaga jarak secara ketat bagi pengunjung. Beberapa warung makan tetap dipadati pengunjung. Adapun pengawasan, terutama pada malam hari, tak optimal lantaran terbatasnya jumlah petugas.
Kedisiplinan masyarakat dalam mengenakan masker tampak di pusat-pusat keramaian dekat pusat kota. Namun, dalam lingkup lebih sempit, seperti di sekitar kawasan pemukiman, dalam perkantoran, relatif tidak sulit menemui warga yang tak mengenakan masker atau menurunkannya ke dagu.
Dini (37), warga Ngemplak Simongan, Kecamatan Semarang Barat, menuturkan, selama ini kedisiplinan mengenakan masker lebih banyak di tempat-tempat formal. ”Di kantor, karyawan pakai masker meski kadang di dagu. Sementara di sekitar tempat tinggal saya, banyak yang nggak pakai masker, terutama anak-anak dan remaja,” ujarnya.
Ia pun menilai lingkungan rumah menjadi area rentan terjadi penularan. Di sisi lain, pengawasan aparat juga dinilai belum optimal, karena ketat di awal, tetapi lama lama longgar.
Dini berharap pemerintah lebih serius menangani pandemi Covid-19. ”Seharusnya bisa lebih tegas dalam memberi sanksi, terutama pada yang melanggar aturan mengenakan masker di ruang publik dan yang menyebarkan hoaks. Akses vaksin juga harus lebih baik dan prosesnya dipermudah,” lanjutnya.
Sementara itu, Ahmad Rizky (26), warga Karangroto, Kecamatan Genuk, berharap aktivitas kembali seperti sebelum pandemi Covid-19. Ia menyadari tidak mudah disiplin memakai masker sepanjang hari. ”Memang, pasti ada celahnya, misalnya saat makan. Pokoknya sebisa mungkin pakai masker dan jaga jarak saja,” ujarnya.
Budiyono mengemukakan, terkait kepatuhan mengenakan masker oleh masyarakat, secara umum relatif sudah baik. Namun, tidak pada segi kualitas. Artinya, masih banyak warga yang memakai masker di dagu atau bahkan dibuka. Dalam hal ini, peran pemimpin, di tingkat mana pun, bahkan keluarga, penting untuk mengingatkan.
Ada kecenderungan warga mulai sadar untuk konsisten dalam protokol kesehatan jika dirinya atau keluarganya terkena Covid-19. ”Semua pihak tidak boleh berhenti untuk cerewet dalam mengingatkan protokol kesehatan. Yang dikhawatirkan, ini menjadi endemi. Karena itu, literasi terkait Covid-19 perlu terus diperkuat,” katanya.