Berebut, Terinjak, hingga Hilang Sandal demi Beras Presiden
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (31/8/2021), disambut antusias warga. Namun, warga terpaksa berkerumun demi mendapatkan sembako dari presiden.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
Puluhan warga berdiri di pinggir Jalan Penggung, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (31/8/2021) pagi. Ada kabar, Presiden Joko Widodo bakal melintas di sana. Sayangnya, antusias warga itu belum ditata dengan baik dan kembali memicu kerumunan.
Presiden dan rombongan mendarat di Bandara Cakrabhuwana sekitar pukul 08.20. Warga menangkap momen pesawat yang membawa presiden terbang di atas mereka. Wuzzz....
”Rasanya kayak ditabrak pesawat,” celetuk seorang warga.
Sekitar 20 menit berikutnya, Presiden yang dikawal pasukan pengamanan melintas di hadapan warga. Membuka setengah kaca mobilnya, Presiden melambaikan tangan. Warga bersorak, berusaha mendekat. Aparat keamanan lantas sibuk menghalau mereka.
Mengenakan kemeja lengan panjang putih, celana hitam, dan sepatu kets, Presiden meninjau vaksinasi Covid-19 door to door (dari pintu ke pintu) di Kampung Pengampaan, tepat di belakang bandara. Informasi kedatangannya sudah beredar dua hari sebelumnya.
Sejumlah orang dari Badan Intelijen Negara dan Pasukan Pengamanan Presiden langsung mendata warga yang akan divaksin. Jalan berlubang di kampung ditambal. Paritnya dibersihkan. Spanduk ucapan selamat datang bertebaran.
Namun, kemeriahan menyambut Jokowi seketika berganti. Setelah mobil Presiden melintas, minibus di belakangnya membagikan bingkisan sembako. Lolos dari penjagaan aparat, massa berlarian menuju minibus.
Mereka berebut bingkisan yang disalurkan lewat jendela minibus. Orang dewasa, anak-anak, bahkan seorang ibu hamil terimpit. Anak kecil menangis, sedangkan ibu-ibu menjerit histeris.
”Woy... woy... woy,” teriak aparat juga.
Meskipun bermasker, warga tak lagi menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Protokol kesehatan tiba-tiba menjelma mitos. Warga tidak bermasker juga masih terlihat dalam kerumunan itu.
”(Kalau dengan) Covid-19 sih tetap takut. Cuma kondisinya begini,” kata Agus Syahroni (47), pengendara ojek pangkalan.
Saya tadi berebut, kejepit. Cuma satu sembako saja setengah mati. (Agus)
Agus tak hentinya bersyukur karena meraih bingkisan bertuliskan Bantuan Presiden Republik Indonesia itu. ”Saya tadi berebut, kejepit. Cuma satu sembako saja setengah mati,” ujarnya sambil menunjukkan beras 5 kilogram, minyak, hingga biskuit di dalam tas itu.
Bagi Agus, sembako tersebut sangat berarti. Beras 5 kilogram itu, katanya, bisa memenuhi makanan pokok untuknya, istri, dan tiga anak selama lima hari ke depan. Apalagi, semenjak pandemi tahun lalu, mencari sesuap nasi begitu sulit.
Warga Harjamukti itu biasanya sudah keluar rumah pukul 03.00 untuk mencari penumpang di Pasar Perumnas. Ia bisa pulang sore hari, tergantung ada tidaknya penumpang. ”Sejak ada Covid-19, penghasilan paling Rp 50.000 per hari. Sebelumnya bisa di atas Rp 100.000,” katanya.
Asep (38), penjual tas di Penggung, juga berebutan demi sembako dari Presiden. ”Tadi susah (dapat sembako). Harus berebutan, sampai keinjak-injak dan sandal tertinggal,” katanya sambil memperlihatkan telapak kakinya yang kotor terinjak orang.
Tidak jauh beda dengan Agus, Asep juga membutuhkan sembako. ”Tadi baru mau beli beras karena beras habis di rumah. Eh, dapat beras dari Presiden. Beras 5 kg ini bisa untuk empat hari,” kata bapak dua anak ini.
Pandemi juga menguras pendapatannya. Jika sebelumnya ia mampu meraup Rp 500.000 per hari, kini maksimal hanya Rp 200.000. Uang tersebut harus disisihkan untuk membayar kontrak kios. ”Saya belum dapat bantuan apa-apa,” katanya.
Berbeda dengan Agus dan Asep, Tumira (45), warga lainnya, meluapkan kekesalannya karena tidak kebagian bingkisan. ”(Saya) Udah di depan pintu (minibus), tetapi (sembakonya) diambil sama orang lain,” ujarnya.
Bagi ibu tujuh anak ini, beras 5 kilogram di dalam bingkisan itu bisa bertahan di rumahnya hingga lima hari. Itu sebabnya, ia datang sejak pukul 07.00 dan berlarian ke tempat pembagian sembako. Namun, ia belum beruntung.
Kerumunan saat rombongan Presiden membagikan sembako bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, kejadian serupa berlangsung di Terminal Grogol, Jakarta Barat, dan saat Jokowi memantau banjir di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Januari lalu.
Kerumunan saat rebutan sembako itu berbanding terbalik dengan imbauan Presiden saat ke Cirebon. ”Saya minta kepada masyarakat tetap protokol kesehatan dilakukan dengan disiplin dan secepat-cepatnya ikut program vaksinasi,” katanya.
Sukarelawan LaporCovid-19, Amanda Tan, menilai, antusiasme masyarakat yang menyambut Presiden hingga berkerumun tidak bisa disalahkan. ”Namun, yang kami sayangkan, mengapa hal ini tidak diantisipasi ? Apalagi, kejadian ini sudah berulang kali,” katanya.
Amanda mendorong pemerintah menggunakan jalur penyaluran sembako langsung ke masyarakat melalui RT/RW atau Kantor Pos untuk menghindari kerumunan. Pemerintah juga perlu membenahi pendataan bansos.
”Intinya, sistem penyalurannya diperbaiki,” ujarnya.
Amanda mengingatkan, pandemi Covid-19 yang menyebar di tengah kerumunan masih terjadi. Jangan sampai kunjungan Presiden malah berujung penularan virus korona baru.