Suap Penyidik KPK Rp 1,69 Miliar, Wali Kota Tanjung Balai Dituntut Tiga Tahun
Wali Kota Tanjung Balai nonaktif Muhamad Syahrial dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menyuap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Rp 1,69 miliar.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Wali Kota Tanjung Balai nonaktif Muhamad Syahrial dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menyuap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebesar Rp 1,69 miliar. Syahrial bertemu penyidik KPK setelah diperkenalkan Wakil Ketua DPR M Azis Syamsuddin.
Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum KPK yang diketuai Agus Prasetya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan yang diketuai As’ad Rahim Lubis, Senin (30/8/2021). Syahrial mendengarkan tuntutan melalui sambungan video konferensi.
”Hal memberatkan, sebagai kepala daerah yang dipilih masyarakat, terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata Agus.
Agus mengatakan, Syahrial mendatangi Azis selaku Wakil Ketua DPR dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar pada Juli 2020 di rumah dinas pimpinan DPR. Syahrial yang juga Ketua Partai Golkar Tanjung Balai menceritakan, dirinya tengah menghadapi permasalahan hukum yang sedang ditangani KPK terkait dugaan jual-beli jabatan.
Syahrial lalu datang kembali ke rumah dinas Azis pada Oktober 2020. Azis kemudian memperkenalkan penyidik KPK kepada Syahrial. ”Bro, mau guekenalin. Tapi jangan cerita-cerita mengenai proyek, Bro. Siapa tahu bisa bantu-bantu untuk pilkada, Bro,” kata Agus menjelaskan perkataan Azis ketika menyambut Syahrial di rumahnya.
Penyidik KPK itu, Stepanus Robin Pattuju, pun kemudian datang ke rumah dinas Azis. Azis lalu memperkenalkan Stepanus kepada Syahrial dan mempersilakan mereka untuk berbicara.
Stepanus pun menunjukkan kartu identitas pegawai KPK miliknya dan saling bertukar nomor telepon. Stepanus lalu memperkenalkan Syahrial dengan Maskur Husain, pengacara, melalui sambungan telepon.
Setelah pertemuan di rumah Azis, Stepanus dan Syahrial kembali berkomunikasi lewat aplikasi Signal. Melalui sambungan itu, Stepanus meminta Rp 1,69 miliar kepada Syahrial agar kasusnya di KPK bisa diamankan.
”Stepanus memberi arahan agar transfer jangan menggunakan rekening pribadi, keluarga, PNS, atau pengusaha,” kata Agus.
Agus menyebut, Stepanus meminta agar uang itu ditransfer ke rekening atas nama Riefka Amalia dan Maskur Husain. Syahrial pun mentransfer uang tanda jadi Rp 260 juta. Stepanus kembali menghubungi Syahrial meminta agar segera mengirim sisa uangnya.
”Izin, Bang. Untuk semuanya masih kurang 1,4 meter lagi. Kira-kira Abang bisa geser berapa dulu karena di atas lagi pada butuh uang. Sudah kami back-up kasusnya, Bang,” kata Agus, menjelaskan pernyataan Stepanus kepada Syahrial.
Syahrial lalu meminta bantuan uang kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pemkot Tanjung Balai Tety J Siregar, Kepala Bagian Umum Hurmaini Nasution, dan Direktur CV Hafna Jaya Abdussalam. Total uang yang diberikan Syahrial sebesar Rp 1,69 miliar dari November 2020 hingga April 2021.
Selain transfer, pemberian uang juga dilakukan secara tunai kepada Stepanus di rumah makan di Kota Pematang Siantar. Syahrial juga memberikan fasilitas mobil Toyota Innova kepada Stepanus.
Atas tuntutan itu, Syahrial mengatakan akan mengajukan nota pembelaan. ”Saya akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis,” katanya.
As’ad mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Senin (6/9/2021) dengan agenda mendengarkan nota pembelaan dari terdakwa.