Komoditas Perkebunan Rakyat Ikut Topang Ekonomi Kalbar Saat Pandemi
Di tengah tekanan ekonomi akibat Covid-19, komoditas perkebunan rakyat di Kalimantan Barat cukup bisa menjadi penopang di kala pandemi. Ke depan diperlukan intervensi kebijakan untuk menstabilkan harga jangka panjang.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Komoditas perkebunan ikut menopang perekonomian warga Kalimantan Barat saat pandemi Covid-19. Hal itu ikut dipicu meningkatnya permintaan komoditas beserta produk turunannya di pasar dunia.
Akan tetapi, masih ada tantangan menjaga stabilitas harga dalam jangka panjang. Untuk itu, diperlukan intervensi lebih serius menjaga kualitas produk, peremajaan, dan sentuhan inovasi. Produk itu berupa karet, lada, dan sawit rakyat
Andrio (58), petani di Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, perbatasan Indonesia-Malaysia, Jumat (27/8/2021), menuturkan, harga karet saat ini Rp 9.800 per kilogram. Harga tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan tiga tahun lalu, anjlok hingga Rp 5.000 per kg. ”Di daerah lain bahkan ada yang berkisar Rp 10.000-Rp 10.200 per kg,” ujarnya.
Meskipun masih ada fluktuasi harga, dia mengatakan, terkadang hanya turun Rp 1.000 per kg. Harga itu membantu petani dengan lahan seluas 2 hektar itu menghadapi pandemi.
Selain karet, Andrio juga menanam sawit. Harga sawit dua tahun lalu pernah di bawah Rp 1.000 per kg. Kini, harga sawit jika memiliki akses penjualan langsung ke pabrik Rp 2.500 per kg dan Rp 2.000 per kg bila dijual ke pengepul.
Deni (41), petani karet dan lada di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, menuturkan, harga karet sebesar Rp 9.000 per kg. Harga itu relatif membaik dibandingkan tiga tahun lalu. Harga lada hitam juga berkisar Rp 39.000-Rp 42.000 per kg pada tahun 2021 dari sebelumnya Rp 20.000 per kg. Serupa, harga lada putih tahun ini sempat Rp 80.000 per kg atau naik dari sebelumnya anjlok di Rp 30.000 per kg.
Menurut Deni, komoditas pertanian di saat pandemi ini cukup bisa membantu ekonomi masyarakat. ”Harga merangkak naik. Saya berharap harga komoditas stabil bahkan bisa meningkat setiap tahun,” kata Deni.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman menilai, mengacu pada perkiraan Bank Dunia, sejak tahun 2020 hingga beberapa tahun ke depan terjadi permintan besar terhadap karet dan minyak sawit mentah. Hal tersebut menyebabkan harga komoditas perkebunan cenderung naik.
”Jadi faktor permintaan dunia yang sedang meningkat. Permintaan terhadap barang-barang industri berupa produk turunannya kemungkinan juga meningkat. Selain itu, diduga ada penurunan produksi komoditas tersebut di beberapa negara lain,” papar Eddy.
Tantangan ke depan, kata Eddy, adalah menjaga harga tetap stabil. Hal ini membutuhkan intervensi pemerintah. Dia mencontohkan, selama ini ada penyuluh pertanian, bibit bantuan pupuk, dan bantuan alat teknologi pertani. Namun, hal itu tidak disertai sentuhan inovasi dan kreativitas untuk mendorong kualitas produksi. Pelatihannya juga terkadang tidak memenuhi standar.
Cara lain menjaga stabilitas harga komoditas rakyat adalah memperpendek rantai penjualan. Selama ini, rantai penjualan terlalu panjang sehingga menggerus harga di petani. Gubernur Kalbar Sutarmidji pernah mengemukakan rencana pemerintah membuat warung desa.
Warung desa terhubung dengan perusahaan daerah. Selain menerima barang-barang dari perusahaan daerah, warung desa juga menyerap komoditas rakyat dan menjual ke perusahaan daerah. Rantai pemasarannya diharapkan tidak panjang sehingga tidak akan menyusahkan warga.