Keributan Rentan Nodai Nama Baik dan Minat Wisata di Keraton Kasepuhan
Kericuhan di Kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, Jawa Barat, dapat berimbas pada sektor pariwisata. Padahal, keraton menjadi destinasi wisata unggulan di Cirebon.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Sehari pascakerusuhan, situasi Keraton Kasepuhan di Kota Cirebon, Jawa Barat, relatif sepi, Kamis (26/8/2021). Kericuhan yang sempat merusak sejumlah fasilitas keraton itu diharapkan tidak terulang karena dapat berpengaruh pada nama baik dan potensi kunjungan wisatawan di sana.
Kamis pagi, batu sisa bentrok masih tersebar di area Bangsal Keraton. Namun, tidak tampak lagi puluhan polisi berjaga. Kendaraan polisi juga tak terparkir di depan gerbang keraton. Sejumlah warga terlihat berolahraga dan beberapa orang menjajakan dagangannya.
Kondisi ini berbeda dengan sehari sebelumnya, Rabu (25/8). Saat itu, sekitar pukul 13.00 terjadi saling lempar batu di antara dua kelompok massa di kompleks keraton. Kerusuhan itu merusak sejumlah fasilitas, seperti pot bunga dan tempat sampah. Tangan salah satu jurnalis juga terluka terkena lemparan batu.
Situasi mulai mereda setelah polisi membubarkan kedua massa dan berjaga hingga Rabu malam. Kepala Kepolisian Resor Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Imron Ermawan dan Komandan Komando Distrik Militer 0614/Kota Cirebon Herry Indriyanto juga mengunjungi keraton.
”Kami akan meluruskan sesuatu yang salah dan menegakkan hukum jika memang terjadi pidana. Hingga saat ini belum ada pengaduan ke kami. (Kalau) ada laporan, nanti kami tindak lanjuti. Situasi sudah kondusif,” kata Imron.
Belum diketahui pasti dari mana asal kedua massa yang bertikai. Namun, kericuhan terjadi setelah Sultan Sepuh Aloeda II RH Rahardjo Djali menggelar pelantikan perangkat Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Rahardjo yang mengaku keturunan Sultan Sepuh XI Tadjul Arifin diangkat sebagai Sultan Sepuh Aloeda II pekan lalu.
Semalam, sebelum pengangkatan 20 pembantunya, keluarga Rahardjo didatangi kelompok massa yang meminta acara itu tidak dilaksanakan. Rabu pagi, Badan Pengelola Keraton Kasepuhan (BPKK) Cirebon juga membubarkan kegiatan itu karena dianggap tidak seizin Sultan Sepuh XV Pangeran Raja Adipati Luqman Zulkaedin.
Dualisme kepemimpinan di Keraton Kasepuhan Cirebon itu memanas sejak pertengahan 2020. Saat itu, Rahardjo menggembok salah satu gerbang keraton dan mendaku keturunan sah Sultan Sepuh XI. Padahal, keraton saat itu dipimpin Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat.
Ketika Arief, ayah Luqman, mangkat pada 22 Juli 2020, konflik kian menjadi. Penobatan Luqman yang dihadiri Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan pejabat lainnya juga diwarnai penolakan sejumlah kerabat pada 30 Agustus 2020. Pascapelantikan itu, Rahardjo diangkat pendukungnya sebagai penjabat sementara sultan, lalu menjadi Sultan Sepuh Aloeda II.
Direktur BPKK Cirebon Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat, yang juga adik mendiang Sultan Sepuh XIV Arief, mengatakan, hanya ada satu sultan di Keraton Kasepuhan, yakni PRA Luqman. Ia menilai, dualisme kepemimpinan keraton bisa berdampak pada pariwisata di Cirebon.
”Keraton Kasepuhan ini jadi ikon pariwisata di Cirebon dan ikon sejarah syiar Islam. Di sini ada petilasan Sunan Gunung Jati. Jangan sampai dirusak marwah itu. Mengapa tidak bareng-bareng menjaganya?” ujarnya.
Apalagi, pandemi Covid-19 dua tahun terakhir memukul pariwisata di keraton berusia sekitar 500 tahun itu. Pihaknya belum memastikan jumlah kunjungan wisatawan pada 2020. Namun, ia meyakini jumlahnya berkurang dibandingkan dengan tahun 2019, yakni 90.119 orang.
Keraton ini banyak perannya. Mulai dari menjaga tradisi hingga memberdayakan masyarakat.
Sultan Sepuh Aloeda II Rahardjo menyatakan kesiapannya jika pihak PRA Luqman membutuhkan bukti keabsahan dirinya sebagai sultan. Pihaknya juga telah berupaya membuka dialog dengan keluarga PRA Luqman. ”Tetapi, mereka tidak mau terbuka dan cenderung mengabaikan kami sebagai keluarga besar,” ujarnya.
Rahardjo telah menyiapkan rencana kerja tiga bulan ke depan. Selain mengirim surat ke pemerintah setempat, pihaknya juga akan mengecek barang cagar budaya di keraton. ”Kami juga akan menginventarisasi aset-aset di keraton. Kami siap bekerja memperbaiki Keraton Kasepuhan,” ucapnya.
Pengamat sejarah Cirebon, Mustaqim Asteja, mendorong sejumlah pihak untuk mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian konflik keraton. ”Keraton ini banyak perannya. Mulai dari menjaga tradisi hingga memberdayakan masyarakat setempat dalam sektor ekonomi kreatif. Keraton jangan dirusak,” katanya.