Perikanan dan pertanian menjadi sektor ekonomi yang tetap tumbuh di Sulsel di tengah pandemi. Kini Pemprov Sulsel akan mengembalikan kejayaan udang windu.
Oleh
reni sri ayu
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Pemerintah Sulawesi Selatan tengah mencoba mengembalikan kejayaan udang windu (Penaeus monodon). Kali ini, pemeliharaan udang ditargetkan berbasis ramah lingkungan.
Udang windu pernah menjadi andalan Sulsel. Namun, sektor ini remuk setelah udang diserang penyakit sekitar tahun 2000-an. Akibatnya, banyak pembudidaya beralih pada bandeng dan rumput laut.
Gagasan mengembalikan kejayaan udang windu lantas dimulai sejak 2018. Saat itu, hanya ada 100 hektar lahan pengembangan di 10 kabupaten. Pada tahun 2018, produksinya hanya 10.169 ton. Jumlah produksi bertambah pada tahun 2019 (10.370 ton) dan 2020 (10.595 ton).
Kini, untuk meningkatkan produksi, data Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel menyebutkan sudah menyiapkan 1.130 hektar lahan pembenihan udang. Sebagian besar ada di Kabupaten Pinrang, mencapai 1.000 hektar. Lahan lainnya disediakan di 10 kota dan kabupaten. Pemerintah Provinis Sulsel menggelontorkan dana Rp 1,5 miliar untuk menggerakkan program ini.
Penebaran benih udang windu di Pinrang dimulai akhir pekan lalu. Pelaksana Tugas Gubernur Sulsel A Sudirman Sulaiman menebar 30.000 benih di Kecamatan Lanrisang, Pinrang. Selanjutnya benih akan terus ditebar hingga mencapai 30 juta pada November 2021.
”Udang windu menjadi salah satu prioritas kami pada sektor perikanan budidaya,” kata Sudirman.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan Perikanan Sulsel Hardi Haris, Rabu (25/8/2021), mengatakan, lokasi tambak di Pinrang ada di kawasan pengembangan budidaya udang windu 1.000 hektar ramah lingkungan (Pandawa-1.000). Pandawa-1.000 merupakan inovasi pengembangan budidaya udang windu berbasis kawasan (ecosystem approach to aquaculture) dan teknologi adaptif lokal.
Teknologi adaptif yang dikembangkan berbasis ramah lingkungan (eco-friendly) tanpa residu bahan kimia, pestisida, dan obat-obatan sesuai dengan standar Indonesian Good Aquaculture Practice. Ini untuk menghasilkan udang windu jenis eco-shrimp kualitas premium terbaik di Indonesia berdasarkan British Retail Consortium (BRC) yang dipasarkan ke Jepang melalui Alter Trade Japan (ATJ).
”Dalam teknologi Pandawa-1.000 dilakukan pelibatan banyak pihak dari hulu hingga hilir. Ada 733 pembudidaya di Lanrisang dengan target produksi rata-rata 300 kilogram per hektar musim tanam. Harapannya, dari 1.000 hektar bisa mencapai 600 ton per tahun dan terus meningkat,” katanya.
Benih yang ditebar di lokasi tambak ini adalah produksi UPT Balai Perikanan Budidaya Air Payau, Takalar. Pemprov Sulsel juga bekerja sama dengan Universitas Muslim Indonesia dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk pemasangan alat yang dapat mendeteksi perubahan cuaca dan kualitas air.