Upaya menggenjot ekspor udang membutuhkan langkah sinergis dan sinkron untuk menopang produksi hingga produksi yang bernilai tambah. Pasar udang masih terbuka luas.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemudahan perizinan merupakan faktor utama untuk menggenjot produksi udang nasional. Nilai ekspor udang nasional ditargetkan meningkat 250 persen sedara bertahap hingga 2024, seiring rencana pemerintah mendongkrak produksi udang.
Pemerintah telah menetapkan komoditas udang sebagai salah satu dari tiga unggulan perikanan budidaya. Pada 2020, kontribusi ekspor udang sekitar 39 persen dari total ekspor perikanan nasional.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, total ekspor perikanan pada 2020 sebanyak 1.262.000 ton atau senilai 5,203 miliar dollar AS. Volume ekspor itu meningkat 6,6 persen dibandingkan 2019, sedangkan nilai ekspor tumbuh 5,4 persen. Dari sisi nilai ekspor, kontribusi terbesar berasal dari komoditas udang, yakni 2,04 miliar dollar AS. Adapun volume ekspor udang tercatat 239.230 ton (18,9 persen),
Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo, Senin (29/3/2021), mengatakan, untuk mencapai target lonjakan nilai ekspor udang sebesar 4,2 milar dollar AS atau 250 persen dalam kurun 4 tahun ke depan dibutuhkan peningkatan produksi dan nilai tambah produk. Volume ekspor udang diproyeksikan naik rata-rata 15,8 persen per tahun, sedangkan nilai ekspor tumbuh 20 persen per tahun.
”Produksi perlu digenjot agar volume ekspor bisa meningkat. Harga jual udang akan naik lebih tinggi apabila produk yang dipasarkan bernilai tambah,” kata Budhi yang juga Ketua Umum Forum Udang Indonesia di Jakarta.
Produksi perlu digenjot agar volume ekspor bisa meningkat. Harga jual udang akan naik lebih tinggi apabila produk yang dipasarkan bernilai tambah.
Menurut Budhi, peningkatan produksi udang memerlukan perluasan (ekstensifikasi) tambak dan peningkatan produktivitas (intensifikasi) tambak. Namun, salah satu kendala dalam meningkatkan produksi adalah perizinan usaha tambak udang yang rumit dan memakan waktu lama.
Jenis perizinan tambak udang saat ini mencapai 21 jenis izin. Oleh karena itu, dibutuhkan kemudahan perizinan tambak udang yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
Upaya lainnya adalah mendorong infrastruktur budidaya, seperti listrik, saluran irigasi dan jalan-jalan produksi. ”Pemerintah sudah bertekad untuk menggenjot ekspor udang. Langkah ini perlu didukung sinkronisasi antarkementerian dan lembaga,” katanya.
Pandemi Covid-19 menyebabkan anjloknya pasar ekspor food service untuk restoran, kafe, dan katering. Unit pengolahan ikan yang mampu bertahan dan berkembang di masa pandemi Covid-19 adalah yang mengalihkan pasar ke produk ritel yang berupa udang olahan. Salah satu produk andalan untuk pasar ritel adalah olahan udang, berupa udang yang sudah dimasak (cooked shrimp) dan udang tepung (breaded shrimp).
Pada 2020, ekspor produk udang tepung dari Indonesia ke AS tumbuh hampir 200 persen dibandingkan 2019 sehingga menempatkan Indonesia naik dari peringkat ke-4 menjadi peringkat ke-1 pemasok produk udang tepung ke AS. Ekspor udang olahan rata-rata meningkat 40 persen, dengan kontribusi 30 persen dari total ekspor udang.
Sementara Deputi bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinantor bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengemukakan, saat ini, luas tambak tradisional udang mendominasi, yakni mencapai 60 persen dari total tambak udang. Pemerintah akan mendorong revitalisasi dan rehabilitasi tambak, serta mengurangi pembukaan lahan baru.
Pemerintah sedang menyiapkan standar nasional Indonesia untuk kincir air tambak buatan lokal sehingga menekan kebutuhan impor kincir air tambak.
Ia mencontohkan, tambak tradisional hanya menghasilkan sekitar 300-500 kg per hektar (ha), sedangkan tambak semi-intensif sekitar 10-15 ton per ha, tambak intensif 20-40 ton per ha, sedangkan super-instensif 100-150 ton per ha. ”Kami akan mendorong tambak intensif dan semi-intensif, dengan memanfaatkan lahan tambak yang sudah ada dan mengatur kembali saluran irigasi,” ujarnya.
Di sisi lain, Safri menilai, peningkatan produksi udang perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana produksi, serta teknologi. Pemerintah sedang menyiapkan standar nasional Indonesia untuk kincir air tambak buatan lokal sehingga menekan kebutuhan impor kincir air tambak. ”Pasar udang tidak jenuh. Inilah momentum menaikkan produksi,” katanya.