Konflik Pilkada Berkepanjangan, Kondisi di Yalimo Semakin Memprihatinkan
Komnas HAM menyebut terjadi pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya di Yalimo, Papua. Hal ini disebabkan lumpuhnya pelayanan publik di Yalimo selama dua bulan terakhir akibat konflik pilkada.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Masyarakat Yalimo, Papua, mulai kesulitan mendapatkan akses pelayanan kesehatan, kebutuhan pokok, hingga pendidikan, akibat buntut konflik pilkada. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah pusat dan provinsi segera turun tangan mengatasi hal ini.
Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari konflik pilkada 2020 setelah Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasikan pasangan Erdi Dabi-John Wilil dan memutuskan pelaksanaan pilkada ulang di Yalimo. Erdi dinilai masih berstatus mantan terpidana yang baru dapat mengajukan diri sebagai calon bupati lima tahun mendatang.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Wilayah Papua Frits Ramandey, Rabu (25/8/2021) di Jayapura, mengatakan, kondisi di Yalimo sangat memprihatinkan. Masyarakat kehilangan hak vital dan beragam pelayanan publik, seperti akses kesehatan, kebutuhan pokok, hingga pendidikan, dalam dua bulan terakhir.
”Di Yalimo terjadi pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya. Seharusnya masalah sengketa politik tidak boleh menghambat pelayanan publik,” kata Frits.
Ia menuturkan, Komnas HAM akan menggelar pertemuan dengan Pemprov Papua untuk membahas solusi terkait hal ini. Dalam pertemuan itu diharapkan bakal terbentuk tim bersama untuk memantau langsung kondisi warga di Yalimo.
”Kami berencana bertemu Gubernur Papua Lukas Enembe. Peran Pemprov Papua sangat dibutuhkan karena masalah di Yalimo ini sudah terjadi selama berbulan-bulan,” tutur Frits.
Jefri Loho, warga Elelim, Yalimo, saat dihubungi mengatakan, massa masih menutup seluruh akses jalan masuk sejak dua bulan terakhir. Akibatnya, pelayanan publik di bidang pemerintahan, perekonomian, dan kesehatan, tidak berjalan.
”Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat di sejumlah distrik juga tidak terlaksana. Masyarakat menantikan pemerintah pusat untuk mengatasi konflik di Yalimo,” tutur Jefri.
Kepala Polres Yalimo Ajun Komisaris Besar Hesman S Napitupulu mengakui, massa pendukung Erdi masih menutup seluruh akses jalan masuk ke Yalimo. Mereka tetap menolak menerima putusan MK mendiskualifikasikan Erdi dan menetapkan pilkada ulang di Yalimo.
”Belum ada kendaraan bermotor yang dapat memasuki Yalimo hingga kini. Kami masih berupaya secara persuasif agar akses jalan dari Wamena dan Jayapura ke Yalimo kembali normal,” tambahnya.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Papua Ridwan Rumasukun juga kesulitan mendapatkan informasi terkini tentang Yalimo. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, Gubernur Lukas Enembe berencana melantik Penjabat Bupati Yalimo dalam waktu dekat.
”Penjabat bupati diharapkan segera mengatasi permasalahan di Yalimo. Selama ini kami hanya mendapatkan informasi tentang kondisi Yalimo dari media massa,” ungkapnya.
Leo Himan, perwakilan tim hukum Erdi Dabi-Jhon Wilil, mengatakan,penutupan jalan menuju Yalimo dilakukan karena masyarakat sangat kecewa dengan keputusan MK. Ia menegaskan, keputusan MK tidak sesuai prosedur karena sudah dilaksanakan tahapan pemungutan suara ulang di Yalimo pada 5 Mei 2021. Pasangan Erdi-Jhon menjadi pemenangnya dengan perolehan 47.785 suara.