Kesejahteraan Penduduk Perbatasan Lebih Rendah dari Nonperbatasan, Perlu Optimalkan Potensi
Pembangunan kesejahteraan masyarakat perbatasan perlu terus dilakukan dengan mengoptimalkan potensi-potensi ekonomi yang belum tergali. Potensi tersebut mulai dari pariwisata hingga pertanian.
PONTIANAK, KOMPAS — Tingkat kesejahteraan penduduk perbatasan di Kalimantan Barat masih rendah dibandingkan dengan wilayah nonperbatasan. Pembangunan perbatasan hendaknya terus dilakukan, misalnya dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang belum tergali.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, Eddy Suratman dalam webinar tentang ”Formulasi Pembangunan Inklusif Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat untuk Indonesia Maju”, Senin (23/8/2021), mengatakan, provinsi ini memiliki panjang perbatasan sekitar 970 kilometer. Ada beberapa kabupaten yang memiliki perbatasan darat dan laut dengan Malaysia.
Lima kabupaten setidaknya berbatasan dengan Malaysia, yaitu Kabupaten Sambas (batas laut dan darat), Bengkayang, anggau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Selain itu, ada sekitar 50 jalan setapak yang menghubungkan desa-desa di Sarawak dengan desa-desa di Kalbar.
Eddy juga menjelaskan bagaimana negara lain mengelola perbatasannya. India mengelola perbatasan dengan pendekatan keamanan lebih menonjol dibandingkan dengan pendekatan kesejahteraan karena di sekitar India sedang bergolak secara politik dan keamanan.
Penyediaan infrastruktur tetap berjalan 100 persen didanai pemerintah pusat, dilaksanakan secara partisipatif dan terdesentralisasi. Ada badan khusus yang mengelola, disebut badan otonomi atau badan lokal.
Amerika Serikat memiliki dua pendekatan. Perbatasan dengan Kanada cenderung menggunakan rezim perbatasan lunak (soft border regime) dengan fungsi utama pendekatan kesejahteraan. Sebaliknya terkait perbatasan dengan Meksiko, AS cenderung menggunakan pendekatan rezim perbatasan keras (hard border regime) dengan fungsi utama pendekatan keamanan.
Baca juga : Pemerintah Canangkan Pembangunan Terpadu Daerah Perbatasan di Aruk-Sajingan
Afrika Selatan menggunakan pendekatan kesejahteraan. Turki tidak memiliki lembaga khusus menangani perbatasan, tetapi pemerintah mampu menghasilkan penyediaan infrastruktur dan layanan publik yang sama untuk semua wilayah, baik perbatasan maupun nonperbatasan.
Indonesia sejak 1974 telah membentuk Panitia Koordinasi Penanganan Wilayah Nasional yang juga mencakup pengelolaan perbatasan, tetapi tidak berjalan optimal. Pada tahun 1996 lembaga tersebut dibubarkan.
Kemudian dibentuklah Dewan Kelautan Nasional. Pada 1998 berubah menjadi Dewan Maritim Indonesia. Pada 2009 diganti lagi menjadi Dewan Kelautan Indonesia (Dekin), lalu muncul forum-forum.
Baru pada 2010 dibentuk Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP). Perbatasan dikelola secara sistematis dan terlihat kemajuannya setelah terbentuk BNPP, antara lain pembangunan pos lintas batas negara (PLBN) dan jalan paralel perbatasan. Meskipun ada kekurangan, kehadiran BNPP memberikan perubahan wajah perbatasan.
Patut diduga, orang miskin paling banyak terdapat di perbatasan sehingga perlu membangun ekonomi perbatasan. (Eddy Suratman)
Meskipun demikian, dalam aspek sosial-ekonomi perbatasan di Kalbar, ada hal yang masih perlu menjadi perhatian. Sebagai contoh dari aspek pertumbuhan ekonomi. Pada 2020 pertumbuhan hampir semua daerah negatif, termasuk Kalbar minus 1,82 persen. Kontraksi pertumbuhan ekonomi kabupaten-kabupaten perbatasan di Kalbar lebih dalam dari angka provinsi Kalbar, kecuali Kabupaten Sanggau.
Pertumbuhan ekonomi Sambas pada periode tersebut minus 2,14 persen, Bengkayang minus 1,99 persen, Sintang minus 2,30 persen, dan Kapuas Hulu minus 2,53 persen. Hanya pertumbuhan ekonomi Sanggau yang relatif baik, sebesar 0,70 persen.
Baca juga : Kalbar Bentuk Badan Pengelola Perbatasan Daerah
Dalam aspek ekonomi, ada yang perlu diperhatikan untuk membangun kabupaten-kabupaten perbatasan. Dari sisi kemiskinan, ada tiga kabupaten yang angkanya lebih tinggi dari rata-rata provinsi Kalbar tahun 2020, yakni Kapuas Hulu 8,99 persen, Sintang 9,27 persen, dan Sambas 7,70 pesen. Kemiskinan rata-rata provinsi 7,24 persen.
”Patut diduga, orang miskin paling banyak terdapat di perbatasan sehingga perlu membangun ekonomi perbatasan,” ungkap Eddy.
Dari sisi pengangguran, semua kabupaten perbatasan angkanya lebih rendah dari angka pengangguran Provinsi Kalbar yang sebesar 5,81 persen. Namun, angka pengangguran paling rendah tidak serta-merta memperlihatkan daerah itu paling maju. Angka pengangguran di daerah-daerah terbelakang cenderung rendah karena daerah terbelakang diisi orang berpendidikan rendah.
”Mereka tidak memilih-milih pekerjaan. Mereka akan menerima pekerjaan apa pun yang disediakan. Sebaliknya, perkotaan yang lebih maju diisi orang-orang terdidik yang lebih memilih-milih pekerjaan. Bahkan, lebih baik menganggur daripada bekerja dengan gaji yang tidak sesuai harapan,” ungkap Eddy.
Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM), hampir semua kabupaten perbatasan memiliki IPM lebih rendah dari rata-rata Provinsi Kalbar, yakni 67,66, kecuali Kabupaten Bengkayang sebesar 67,87 pada 2020. Meskipun demikian, pada tahun 2019, IPM Bengkayang lebih rendah dari rata-rata provinsi, yakni 67,57, sementara rata-rata provinsi 67,65.
”Dari aspek kesejahteraan, daerah perbatasan darat cenderung memiliki kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan daerah nonperbatasan,” kata Eddy.
Adapun perdagangan luar negeri melalui perbatasan cenderung menurun. Pola perdagangan dengan Malaysia juga tidak berubah selama 15-20 tahun terakhir. Barang yang keluar dari Kalbar adalah barang-barang primer hasil pertanian dengan nilai tambah rendah. Sementara barang yang masuk dari Malaysia cenderung barang industri yang memiliki nilai tambah.
Perdagangan
Gubernur Kalbar Sutarmidji dalam webinar tersebut menyampaikan, fokus selama ini hanya pada perdagangan di perbatasan dan pertambangan serta perkebunan. Ke depan, pariwisata menjadi hal penting, termasuk untuk pengembangan wilayah perbatasan.
Di Temajuk, Kabupaten Sambas, perbatasan Indonesia-Malaysia memiliki potensi pariwisata pantai dengan panjang sekitar 40 km. ”Pasirnya putih dan bersih. Sebelum Covid-19 pernah ada sekitar 4.000 orang Malaysia masuk ke daerah itu. Kalbar secara umum memiliki sekitar 320 destinasi wisata yang belum tereksplorasi dengan baik,” ujar Sutarmidji.
Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan Eddy Suratman bahwa wisatawan yang masuk ke Kalbar ternyata menggunakan perbatasan sebagai pintu masuk utama. Perbatasan penting sekali bukan sekadar lalu lintas perdagangan, tetapi warga yang berwisata dari sejumlah negara, misalnya Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, juga masuk melalui perbatasan.
Sutarmidji menambahkan, belum lagi potensi buah durian. Bahkan, permintaan durian berasal dari berbagai negara, antara lain China dan Hong Kong. Permintaan durian dari Kalbar pernah hingga mencapai 53 ton.
Potensi ekspor pertanian juga baik. Tahun lalu nilai ekspor pertanian Kalbar sekitar Rp 3,9 triliun dari target Rp 3,5 triliun. Tahun ini target Rp 3,9 triliun, tetapi hingga Juli 2021 ekspor sudah sebesar Rp 4,8 triliun.
”Ke depan bagaimana memaksimalkan pintu-pintu ekspor Kalbar,” kata Sutarmidji.
Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP RI F Gatot Yanrianto menuturkan, permasalahan umum yang ditemukan di lapangan di sejumlah kecamatan di wilayah perbatasan di Indonesia adalah masih dibutuhkan infrastruktur untuk membuka keterpencilan dan infrastruktur pelayanan dasar. Kemudian, belum optimalnya pemanfaatan potensi unggulan daerah untuk percepatan pembangunan sosial dan ekonomi.
Baca juga : Pemerintah Mesti Lebih Berani Membuka Perdagangan di Perbatasan
Ke depan, pemerintah terus berupaya membuka akses infrastruktur di perbatasan. Hingga tahun 2024 ditargetkan terbangun 26 pos lintas batas negara (PLBN) di berbagai perbatasan di Indonesia. Saat ini sudah delapan PLBN yang terbangun dan diresmikan.
Ke depan bagaimana memaksimalkan pintu-pintu ekspor Kalbar. (Sutarmidji)
Di Kalbar ada tiga PLBN yang sudah diresmikan, yakni di Sambas (Aruk), Sanggau (Entikong), dan Kapuas Hulu (Badau). Ada juga rencana pembangunan PLBN di dua lokasi yang saat ini masih dalam pembahasan. Sebab, hal itu terkait dukungan anggaran yang saat ini masih difokuskan untuk penanganan Covid-19.