Dokter Meninggal karena Terpapar Covid-19 di Papua Bertambah
Dokter yang meninggal di Papua karena terpapar Covid-19 terus bertambah. Ikatan Dokter Indonesia meminta warga lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan. Selain itu, pemeriksaan tes usap juga harus ditingkatkan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Enam dokter meninggal akibat terpapar Covid-19 di Papua. Perilaku masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan berpotensi meningkatkan risiko tenaga kesehatan terpapar virus mematikan ini. Selain itu, pemeriksaan sampel Covid-19 juga tak boleh mengendur.
Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Papua dr Donald Aronggear, saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (22/8/2021). Donald mengatakan, enam dokter yang meninggal karena terpapar Covid-19 tersebar di sejumlah kabupaten dan kota di Papua. Terakhir, seorang dokter meninggal di Kabupaten Merauke, Sabtu (21/8/2021) kemarin.
”Kami sungguh prihatin dengan kondisi yang dialami para dokter ini. Mereka meninggal dalam tugas menghadapi pandemi Covid-19 di Papua setahun terakhir,” kata Donald.
Donald menuturkan, IDI Papua meminta partisipasi masyarakat untuk membantu tenaga kesehatan dalam menghadapi Covid-19. Caranya dengan disiplin melaksanakan protokol kesehatan sehingga menekan potensi penyebaran Covid-19.
Ia berpendapat, perilaku warga yang tidak disiplin melaksanakan protokol kesehatan membahayakan tenaga kesehatan yang bertugas menghadapi Covid-19. Untuk itu, diperlukan regulasi yang mendukung sanksi tegas bagi warga yang tidak melaksanakan protokol kesehatan di zona merah Covid-19.
Berdasarkan data terakhir, jumlah anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Papua sebanyak 2.200 dokter yang tersebar di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua. Kebanyakan dokter berada di daerah-daerah maju di Papua seperti di Kota Jayapura.
Dengan jumlah penduduk mencapai 4.349.343 orang pada Februari 2020, seorang dokter di Papua harus melayani hingga 1.976 orang. Rasio itu lebih rendah ketimbang syarat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni seorang dokter melayani 1.000 orang.
”Kami dan juga emda setempat menyiapkan alat pelindung diri dan fasilitas yang memadai di rumah sakit yang memadai bagi tenaga kesehatan. Sebab, kami adalah garda terdepan untuk menghadapi Covid-19,” ujar Donald.
Ia menambahkan, IDI Papua juga menyoroti jumlah pemeriksaan Covid-19 dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) yang menurun beberapa hari terakhir. Padahal, positivity rate atau rasio kasus positif penularan Covid-19 masih tinggi, yakni 26,74 persen. Tingkat kepositifan yang ideal sesuai standar WHO di bawah 5 persen.
Seharusnya pemda di semua kabupaten dan kota tidak boleh mengendurkan pemeriksaan. Sebab, cara ini untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 secara dini. (Donald Aronggear)
Dari data Satgas Pengendalian, Pencegahan, dan Penanganan Covid-19 Provinsi Papua, pemeriksaan PCR dalam tiga hari terakhir hanya 652 sampel atau 219 sampel per hari. ”Seharusnya pemda di semua kabupaten dan kota tidak boleh mengendurkan pemeriksaan. Sebab, cara ini untuk mendeteksi penyebaran Covid-19 secara dini,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Provinsi Papua dr Antonius Oktavian memaparkan, pemeriksaan sampel usap di laboratorium yang dikelolanya menurun drastis menjadi 45 hingga 90 sampel per hari. Biasanya, tenaga di Litbangkes Papua bisa memeriksa 100 hingga 300 sampel per hari.
”Diharapkan pemeriksaan sampel usap di Papua dilaksanakan secara masif. Sebab, tidak ada kendala ketersediaan reagen untuk pemeriksaan sampel usap di Litbangkes Papua,” kata Antonius.
Ketua Harian Satgas Pengendalian, Pencegahan, dan Penanganan Covid-19 Provinsi Papua Welliam Manderi mengatakan, pihaknya turut berdukacita dan menyesalkan adanya tenaga dokter di Papua yang meninggal karena terpapar Covid-19.
Ia pun menyatakan, Satgas Covid-19 Papua telah melaksanakan sejumlah kegiatan untuk menekan jumlah kasus Covid-19, antara lain penyekatan di sejumlah ruas jalan untuk mencegah mobilitas warga dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 secara masif di tengah masyarakat.
”Kami akan menelusuri penyebab menurunnya pemeriksaan sampel usap. Kami akan memantau ketersediaan reagen untuk pelaksanaan di fasilitas kesehatan dan distributor,” tutur Welliam.