Polisi Selidiki Kasus Penggunaan Surat Gubernur Sumbar untuk Minta Sumbangan
Surat gubernur tersebut digunakan lima pelaku untuk meminta sumbangan atau sponsor dalam penerbitan buku profil Sumbar.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Padang masih menyelidiki keabsahan surat bertanda tangan Gubernur Sumatera Barat yang dijadikan alat untuk meminta sumbangan atau iklan untuk penerbitan buku profil Sumbar oleh lima warga. Jika surat itu asli, para pelaku tidak dapat dijerat tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Kepala Satreskrim Polresta Padang Komisaris Rico Fernanda di Padang, Sabtu (21/8/2021), mengatakan, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Sekretariat Daerah (Setda) Sumbar, dan oknum ES, penghubung lima oknum dengan gubernur, pada Sabtu ini. Saksi dari Bappeda datang lebih awal pada Kamis (19/8/2021) dan saksi dari Setda pada Jumat (20/8/2021). Adapun ES tidak tiba.
Menurut Rico, pemeriksaan terhadap perwakilan Setda Provinsi Sumbar dijadwalkan ulang karena staf yang diutus tidak mengerti persoalan. Sementara itu, saksi dari Bappeda Provinsi Sumbar mengakui sebagai pembuat surat itu.
”Pegawai Bappeda mengatakan, surat itu memang mereka yang buat, tetapi diserahkan kembali ke pimpinan. Mereka tidak tahu tentang surat itu lagi. Terkait tanda tangan, mereka tidak tahu. Mereka akui mereka buat surat dan betul dari Bappeda. Penggandaan dan penyebarluasannya mereka tidak tahu,” kata Rico, Sabtu.
Rico melanjutkan, sejauh ini pihaknya sudah memeriksa delapan orang, termasuk dari Pemprov Sumbar. Adapun untuk kemungkinan pemeriksaan terhadap Gubernur Sumbar Mahyeldi, ia mengatakan, semuanya bergantung pada perkembangan pemeriksaan saksi-saksi yang sudah dipanggil. Setelah itu, baru diputuskan apakah perlu meminta keterangan gubernur atau tidak.
Rico menjelaskan, kasus ini bermula dari ditangkapnya lima warga pada 13 Agustus 2021, yaitu DA (46), warga Jawa Timur; DS (51), warga Sulawesi Selatan; AG (36), warga Sulawesi Selatan; MR (50), warga Jawa Timur; dan DM (36), warga Jawa Barat. Mereka diduga melakukan tindak pindana penipuan dan penggelapan terhadap pelaku usaha.
Sebelumnya, kata Rico, salah seorang pemilik restoran melapor ke polres bahwa ada beberapa orang yang memintanya untuk menjadi sponsor pembuatan buku/majalah profil Sumbar. Mereka menunjukkan surat dari gubernur dan surat berkop Bappeda. ”Namun, pelapor heran, kenapa kop surat dari Bappeda, tetapi uang minta dikirim ke rekening pribadi atas nama Dwi Sutanto?”
Atas laporan itu, polisi meminta keterangan ke pelapor dan mengklarifikasi ke gubernur melalui ajudannya. Ajudan kemudian menyampaikan, hal tersebut tidak benar. Polisi pun akhirnya menangkap kelima orang tersebut dan memintai keterangan. Kelima orang itu ternyata bekerja di bidang periklanan dan pembuatan buku, bukan dari pegawai Pemprov Sumbar. Merekalah yang meminta sumbangan atau iklan kepada pelaku usaha, BUMN, perguruan tinggi, rumah sakit, dan instansi lainnya.
”Kami amankan lima orang, lalu kami mintai keterangan. Namun, sekarang mereka sudah dipulangkan dan dikenai wajib lapor. Dipulangkan karena mereka bisa memberikan bukti bahwa memang ada surat atau persetujuan dari pihak gubernur. Makanya kami belum bisa tingkatkan ke penyidikan. Kami menunggu bukti atau keterangan provinsi,” ujar Rico.
Menurut Rico, kelima orang itu juga mengaku pernah menerbitkan buku profil Kota Padang pada tahun 2016 dan 2018. Dalam pencarian dana penerbitan buku, mereka melakukan praktik serupa. Para sponsor akan mendapat ruang untuk iklan di dalam buku tersebut.
Rico menyebutkan, dari kelima orang itu, polisi menyita tiga dus besar berisi surat dan berkas yang hendak disebarkan ke seluruh daerah Sumbar. Adapun selama dua bulan beraksi di Kota Padang, mereka telah mengirimkan 21 permintaan ke calon sponsor dan mengumpulkan dana sekitar Rp 170 juta, baik melalui transfer maupun tunai, dan disimpan di rekening DS.
Jika ini benar surat gubernur, setidak-tidaknya melanggar aspek bukan kewenangan dan sewenang-wenang.
Rico menambahkan, apabila surat gubernur tersebut benar atau absah, kelima orang tersebut lepas dari ancaman pidana karena mereka tidak melakukan tindak pidana penipuan. Adapun bagi provinsi, jika surat itu benar, Rico belum bisa menjelaskannya. ”Terkait provinsi, akan kami cek lebih lanjut, apakah ini kesalahan administrasi atau pidana. Yang jelas kami buktikan dulu kasus lima orang ini,” ujarnya.
Dari barang bukti yang diperlihatkan Rico, antara lain ada dua lembar kertas atas nama pemprov yang dipakai pelaku, yaitu surat gubernur dan formulir order iklan berkop Bappeda. Surat berkop dan bertanda tangan gubernur tanggal 12 Mei 2021 isinya meminta partisipasi dan kontribusi penerima surat dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku profil ”Sumatera Barat: Provinsi Madani, Unggul, dan Berkelanjutan”.
Gubernur Sumbar Mahyeldi ketika dimintai tanggapan terkait keabsahan surat tersebut, Kamis (19/8/2021) lalu, tidak mau berkomentar. ”Nanti, nanti, itu (dijelaskan),” kata mantan Wali Kota Padang ini. Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi Sumbar Hefdi, Sabtu, mengatakan, pihaknya menunggu proses penyelidikan di polres. ”Sebaiknya, kita tunggu proses di polres,” ujarnya.
Secara terpisah, dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari, mengatakan, kasus tersebut mengindikasikan dua hal. Pertama, penyakit administrasi yang rusak. Pejabat tata usaha negara dilarang melakukan tindakan dan/atau kebijakan yang bukan kewenangannya, mencampuradukkan wewenang, dan sewenang-wenang. ”Jika ini benar surat gubernur, setidak-tidaknya melanggar aspek bukan kewenangan dan sewenang-wenang,” katanya.
Kedua, jika gubernur terbukti terlibat, ”Terdapat indikasi tindak pidana korupsi yang berupa pemerasan dengan memanfaatkan kewenangan penyelenggara negara menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN,” ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi Unand itu.