Gorontalo masuk jajaran 21 ibu kota provinsi di Indonesia yang akan terdampak kenaikan air laut. Bahkan, tingkat kerentanannya tinggi. Kota ini terancam banjir bandang dan rob sekaligus.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
Tak mudah bagi warga Kota Gorontalo untuk melewati Juni hingga Agustus 2020. Bersama Kabupaten Bone Bolango, kota seluas 79,59 kilometer persegi di utara Teluk Tomini itu dihantam banjir 12 kali. Setidaknya 15.000 orang di tiga kecamatan terdampak, dan sebagian harus mengungsi.
Dampak terparah jatuh pada 11 Juni 2020. Muhammad Riza (25), warga Kelurahan Tamalate, Kecamatan Kota Timur, mengatakan, kala itu Gorontalo diguyur hujan 24 jam nonstop. ”Wilayah kantor dan kos (indekos) saya kebanjiran. Sepertinya ada kiriman banjir juga dari (dataran tinggi) Pinogu di Kabupaten Bone Bolango,” kata dia.
Puncak bencana terjadi pada malam hari. Kota Gorontalo dihantam banjir bandang karena Sungai Bone maupun Sungai Bolango tak mampu menampung air kiriman dari hulu. Jembatan Molingoputo sampai runtuh diterjang air, begitu pula pintu air di muara Sungai Bone di bilangan Talumolo.
Celakanya, laut pun tengah pasang di bawah guyuran hujan yang berkesinambungan. Korbannya adalah kelurahan-kelurahan di dekat mulut Sungai Bone, salah satunya Kelurahan Bugis, Tenda, dan Padebuolo. Di sana, tinggi air banjir bahkan melebihi 3 meter. ”Dua tahun terakhir sepertinya Gorontalo tidak pernah rob, kecuali saat itu,” kata Riza.
Kendati begitu, hasil analisis tim jurnalisme data harian Kompas, Gorontalo masuk jajaran 21 ibu kota provinsi di Indonesia yang akan terdampak kenaikan air laut. Bahkan, tingkat kerentanannya tinggi. Banjir rob bisa menyebabkan 23 persen dari luas kota itu tergenang. Lebih dari separuh penduduk Kota Gorontalo yang berjumlah 200.000 orang terancam mengungsi.
”Kalau kaitannya dengan banjir rob, keadaan sudah memprihatinkan. Beberapa daerah sudah 1-2 meter di bawah permukaan laut. Tetapi, hal ini belum jadi perhatian pemerintah,” kata M Djufryhard, aktivis Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo.
Puncak bencana terjadi pada malam hari. Kota Gorontalo dihantam banjir bandang karena Sungai Bone maupun Sungai Bolango tak mampu menampung air kiriman dari hulu.
Kendati banjir rob belum menjadi satu-satunya penyebab banjir di Gorontalo, keadaan ini sudah mempersulit penanganan banjir. Pengalaman tahun 2020, rob menyebabkan air banjir tertahan di daratan. Warga pun harus menunggu sampai laut surut terlebih dahulu. Butuh berhari-hari sebelum banjir benar-benar surut.
”Bayangkan kalau Danau Limboto (danau kritis yang semakin dangkal) meluap juga. Banjir bisa makin parah. Terkait rob ini, pemerintah masih berfokus pada penanganan di hulu saja, misalnya dengan normalisasi sungai. Jadi belum ada perbaikan signifikan,” tambah Djufryhard.
Satu hal yang perlu mulai dipikirkan pemerintah, kata Djufryhard, adalah merelokasi warga di sekitar bantaran sungai yang dekat dengan muara di Teluk Tomini. Namun, perlu diskusi lebih jauh dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik serta holitsik dari wilayah hulu sungai hingga hilir. ”Tidak perlu tunggu ada kampung yang tenggelam dulu, baru ada tindakan,” kata dia.
Sejak banjir 2020, Balai Wilayah Sungai Sulawesi II di Gorontalo segera memulai berbagai perbaikan dengan dana tahun jamak. Beberapa yang diperbaiki adalah tanggul batu di Sungai Bone dan Sungai Bolango. Perbaikan itu juga diiringi normalisasi sempadan sungai.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Gorontalo Budiyanto Sidiki mengatakan, perbaikan tanggul yang jebol adalah solusi jangka pendek untuk mencegah banjir kembali menggenangi wilayah dekat mulut Sungai Bone. Adapun solusi jangka panjang adalah menyiapkan Bendungan Bulango Ulu yang kini masih dalam proses lelang.
Menurut Budiyanto, perbaikan itu juga akan mencapai daerah hilir. Sebab, pembuatan tanggul mencapai wilayah muara. Hal itu akan diiringi dengan penetapan jarak antara permukiman dan sempadan sungai. ”Harus ada jarak untuk meninggikan tanggul sehingga air tidak sampai masuk ke rumah warga,” kata dia.
Budiyanto tidak menyinggung masalah kenaikan air laut dan bahaya yang menghantui. Untuk sementara, rob saja tidak pernah menjadi satu-satunya penyebab banjir di Gorontalo.