Revitalisasi Rawa Pening Berpacu dengan Pertumbuhan Eceng Gondok
Pembersihan eceng gondok baru di luasan sekitar 150 hektar per tahun. Padahal, satu batang eceng gondok hanya butuh 22 hari untuk berkembang menjadi 1 meter persegi. Pertumbuhannya hampir 8 hektar dalam sebulan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Danau Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, berpacu dengan sejumlah masalah yang masih mendera, salah satunya eceng gondok. Laju pertumbuhan eceng gondok yang begitu cepat membuat penanganan sejauh ini belum optimal. Permasalahan coba dituntaskan dari hulu ke hilir.
Rawa Pening menjadi satu dari 15 danau prioritas di Indonesia yang diupayakan untuk segera diselamatkan. Kendati penyelamatan 15 danau prioritas telah lama digaungkan, pemerintah baru menetapkannya dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas pada 22 Juni 2021.
Sebelumnya telah ditetapkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 365/KPTS/M/2020 tentang Penetapan Garis Sempadan Danau Rawa Pening. Dalam ketentuan itu disebutkan, garis sempadan berjarak 50 meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi dengan elevasi +463,3.
Dari 15 danau prioritas yang diselamatkan pemerintah, baru Rawa Pening yang memiliki ketetapan dari Kementerian PUPR. ”Baru Rawa Pening yang sudah ada penetapan oleh Menteri PUPR. Pada tahun ini kami fokus dulu pada penanganan eceng gondok dan keramba jaring apung bersama TNI,” kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana Adek Rizaldi, Selasa (17/8/2021).
Sejak 2017, kata Adek, pihaknya sebenarnya rutin melakukan pembersihan eceng gondok, tetapi belum optimal. Selain perlu dukungan banyak pemangku kepentingan, cepatnya laju pertumbuhan eceng gondok di Rawa Pening masih jadi kendala. Pada 2017-2019, pembersihan eceng gondok baru di luasan sekitar 150 hektar per tahun.
”Kecepatan menangani tidak seimbang dengan kecepatan tumbuh eceng gondok. Dari hasil penelitian Universitas Diponegoro, satu batang eceng gondok hanya butuh 22 hari untuk berkembang menjadi 1 meter persegi. Lalu penelitian Dinas Pertanian Kabupaten Semarang menunjukkan pertumbuhan hampir 8 hektar dalam sebulan,” ujarnya.
Terdapat 4.090 bidang tanah yang memiliki sertifikat, padahal letaknya berada di badan dan sempadan danau tersebut. (Adek Rizaldi)
Pada 2020, kata Adek, pihaknya dengan menggandeng TNI telah membersihkan 685 hektar eceng gondok di Rawa Pening. Namun, lantaran ketidakuratan dalam perkiraan, ternyata eceng gondok belum habis. Maka, sejak Juli 2021, juga bersama TNI, pihaknya melanjutkan pembersihan eceng gondok sekitar 360 hektar.
Untuk jangka panjang, dalam rangka revitalisasi, BBWS Pemali Juana akan menangani masalah di Rawa Pening dari hulu ke hilir. ”Cepatnya pertumbuhan eceng gondok antara lain akibat sisa pakan perikanan di keramba jaring apung, limbah pestisida sawah di sekitar danau, dan air buangan limbah rumah tangga. Ini kami tangani,” katanya.
Adapun luas badan air Danau Rawa Pening mencapai 2.387 hektar dengan luas sempadan 120 hektar. Danau alamiah itu mampu mengalirkan air untuk irigasi pada 20.076 hektar lahan pertanian di hilir, seperti di Kabupaten Demak dan Grobogan. Namun, selama ini hal itu belum optimal. Pada 1990, kedalaman danau sekitar 15 meter, tetapi saat ini hanya 3-5 meter.
Kompleks
Permasalahan di Danau Rawa Pening kompleks karena adanya pembiaran aktivitas di badan hingga sempadan danau sejak lama, seperti keramba jaring apung dan lahan pertanian. Terdapat 4.090 bidang tanah yang memiliki sertifikat, padahal letaknya berada di badan dan sempadan danau tersebut. Lahan itu ditanam saat musim kemarau atau saat surut.
Kepmen PUPR Nomor 365/KPTS/M/2020 pun akan menguatkan batas-batas di Rawa Pening agar pemanfaatan danau itu dapat optimal. ”Saat ini konfliknya di situ (kepemilikan tanah). Rawa Pening ini lama tidak tersentuh, maka saat ini membutuhkan proses panjang dan perlu dukungan semua pihak,” ujar Adek.
Dihubungi terpisah, Koordinator Forum Koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu, Suwestiyono, menuturkan, sejak 2020, sejumlah petani tak bisa menanam di sawah. Pasalnya, lahan tersebut terendam akibat tidak dibukanya pintu air di Tuntang. Lahan yang terendam itu adalah tanah dengan hak milik juga tanah bengkok (garapan desa).
”Kami sudah lima kali bersurat ke gubernur, bahkan dua kali ke presiden soal ini. Kami bukannya tidak mendukung program revitalisasi pemerintah, melainkan kami juga butuh solusi. Kami harap pintu air dibuka. Kalau tahun-tahun sebelumnya kan enam bulan dibuka dan enam bulan ditutup,” ujar Suwestiyono.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Jateng Peni Rahayu menuturkan, pihaknya telah menerima aspirasi warga dan terus berkoordinasi terkait penyelesaian itu. Salah satunya dengan menggandeng Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
”Memang kalau dari peta, banyak lahan yang dimiliki masyarakat dan masuk ke badan danau. Sekarang semua sedang sama-sama mencermati kembali Kepmen PUPR Nomor 365 Tahun 2020 yang berisi tentang zonasi di Rawa Pening. Sementara untuk penggantian (kompensasi), kami belum bicara sampai situ,” ujar Peni.