Sikap abai warga terhadap protokol kesehatan tak boleh didiamkan, penegakan aturan dibutuhkan agar warga patuh. Di Banda Aceh pengabaian terhadap protokol kesehatan mudah ditemui. Melawan Covid-19 pun kian sulit.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Memakai masker, menghindari kemuruman, dan rajin mencuci tangan adalah protokol kesehatan paling dasar untuk menghindari paparan virus. Namun, di Kota Banda Aceh, Provini Aceh, di ruang publik minim orang menerapkan protokol kesehatan. Serasa seperti tidak ada pandemi.
Suasana Pasar Mahirah, pasar tradisional di Lamdingin, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Rabu (11/8/2021), ramai. Layaknya sebuah pasar, pembeli dan penjual berbaur tanpa sekat. Tawar-menawar dan bersentuhan tangan saat transaksi tidak terhindarkan.
Dalam kondisi normal mungkin itu hal biasa. Namun, dalam keadaan pandemi Covid-19, pemandangan seperti ini menimbulkan kengerian karena rawan penyebaran Covid-19.
Suasana Rabu pagi di Pasar Mahirah memberi kesan seolah-olah tidak ada pandemi Covid-19 di Banda Aceh. Sebagian besar warga tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak. Di pintu masuk pasar juga tidak ada fasilitas cuci tangan.
”Tidak ada korona di sini,” kata Putra seorang pembeli sambil tertawa. Maksud Putra hanya bercanda. Dia tidak mengenakan masker.
”Korona (Covid-19) ada, tetapi sekarang terkesan kita ditakut-takuti,” kata Putra lagi.
Saat ini Banda Aceh menjadi daerah yang menerapkan PPKM level 4 hingga 23 Agustus 2021. Level 4 menandakan suatu daerah memiliki angka kasus konfirmasi positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100.000 penduduk per minggu.
Awal pandemi muncul di Aceh, Putra merasa khawatir dan takut akan terpapar virus itu. Namun, belakangan dia mulai abai terhadap protokol kesehatan. Menyaksikan polemik penanganan Covid-19, dia mulai jenuh dengan protokol kesehatan.
Pemandangan serupa juga mudah ditemui di warung kopi. Rabu sore, sebuah warung kopi di Jalan Panglima Nyak Makam juga ramai oleh pengunjung. Mereka duduk tanpa menerapkan jaga jarak. Nyaris tidak ada yang menggunakan masker. Sekelompok anak muda itu sedang bermain gim daring.
Penataan bangku di warung kopi itu juga tidak mencermin kondisi pandemi. Penataan bangku masih sama seperti sebelum masa pandemi.
Saifullah, seorang pengunjung, mengaku jarang mengenakan masker saat duduk di warung kopi. Dalam sehari dia bisa menghabiskan waktu di warung kopi 3-4 jam. Bertemu teman, mengerjakan tugas kantor, atau sekadar berselancar di internet. Warung kopi di Banda Aceh umumnya menyediakan fasilitas wi-fi gratis sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung.
”Dibilang takut, takut, tetapi sudah jenuh dengan aturan protkes,” kata Saifullah. Saat kelaur rumah dia selalu membawa masker, tetapi jarang dipakai. Masker hanya untuk jaga-jaga supaya tidak kena razia.
Bukan hanya di pasar dan warung kopi. Pengamatan Kompas di jalan protokol, para pengendara sepeda motor juga banyak yang tidak menggunakan masker. Begitu juga di rumah ibadah, jarang ada masjid yang menerapkan barisan shalat dengan jarak 1 meter antarjemaah.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan jumlah kasus Covid-19 di Banda Aceh. Dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, Kota Banda Aceh merupakan daerah dengan kasus tertinggi, yakni 7.676 orang, dengan jumlah kematian 183 orang. Jumlah warga yang terpapar Covid-19 di Aceh sebanyak 26.128 dengan jumlah warga meninggal 1.101 orang.
Saat ini Banda Aceh menjadi daerah yang menerapkan PPKM level 4 hingga 23 Agustus 2021. Level 4 menandakan suatu daerah memiliki angka kasus konfirmasi positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100.000 penduduk per minggu.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman dalam keterangan tertulis menuturkan, dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Banda Aceh menjadi satu-satunya daerah kota di luar Jawa-Bali yang harus menerapkan PPKM level 4. Artinya status Banda Aceh kini sangat rawan penyebaran virus korona baru.
Banda Aceh mulai hari ini sudah masuk dalam level 4. Untuk itu, saya meminta kepada seluruh warga Banda Aceh harus lebih waspada dan mematuhi prokes. (Aminullah Usman)
Sebelumnya Banda Aceh turun peringkat ke level 3. Namun, dalam seminggu terakhir penularan Covid-19 kian meluas, rata-rata dalam seminggu ada 65 orang yang positif, rata-rata 2 jiwa per hari meninggal, dan tenaga kesehatan yang positif ada 3 orang per hari.
”Banda Aceh mulai hari ini sudah masuk dalam level 4, untuk itu saya meminta kepada seluruh warga Banda Aceh harus lebih waspada dan mematuhi prokes,” ujar Aminullah.
Merespons kondisi tersebut, Aminullah mengatakan, pembatasan waktu operasional restoran dan warung kopi kembali diberlakukan, yakni hingga pukul 22.00. Ibadah di rumah ibadah menerapkan prokes dan pembelajaran di sekolah dilaksanakan secara daring.
Ancaman
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Safrizal Rahman khawatir, dengan masih banyak warga yang abai terhadap protokol kesehatan dapat memicu gelombang Covid-19 ketiga.
Belakangan kasus Covid-19 harian di Aceh semakin tinggi. Pada Rabu, 11 Agustus 2021, misalnya, kasus harian sebanyak 385 orang, tertinggi sejak kasus Covid-19 muncul di Aceh.
Safrizal menganggap pengabaian terhadap protokol kesehatan adalah ancaman terhadap upaya mencegah penyebaran. Tanpa kepatuhan sukar menghentikan penyebaran virus itu.
”Sikap abai warga terhadap protokol kesehatan tidak boleh didiamkan, pemerintah harus sering melakukan razia agar warga patuh,” kata Safrizal.
Sebelumnya juru bicara Satgas Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, mengatakan, ada penurunan tingkat kepatuhan protokol kesehatan di kalangan warga Aceh.
Tingkat kepatuhan memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan melorot dari urutan ketiga menjadi urutan keenam di Sumatera. Sementara itu, kasus Covid-19 dan pasien meninggal terus bertambah.
Sebelumnya sering dilakukan razia masker dan razia jam operasional warung kopi. Beberapa warung kopi di Banda Aceh disegel karena buka hingga di atas pukul 22.00. Namun, belakangan razia semakin jarang dilakukan.
”Yang harus kita lakukan adalah membangun kesadaran warga untuk selalu patuh protokol kesehatan,” ujar Saifullah.
Semua orang menginginkan pandemi Covid-19 segera berakhir, tetapi tidak semua mau menerapkan protokol kesehatan.
Sikap abai warga terhadap protokol kesehatan tidak boleh didiamkan, pemerintah harus sering melakukan razia agar warga patuh. (Safrizal Rahman)