Omzet Terjun Bebas, Perajin Tanggulangin Berharap PPKM Tak Diperpanjang
Perajin tas dan koper Tanggulangin, Sidoarjo, berharap PPKM level 4 tidak diperpanjang lagi. Selama kebijakan tersebut diterapkan, omzet perajin terjun bebas sehingga keberlangsungan usaha terancam.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Perajin di sentra industri tas dan koper Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berharap pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4 tidak diperpanjang lagi. Selama kebijakan tersebut diterapkan, perajin nyaris tak bisa menjual produknya sehingga omzet pun terjun bebas, mengancam kelangsungan usaha.
Puluhan gerai kerajinan tas dan koper yang terdapat di sepanjang Jalan Raya Desa Kludan dan Desa Kendensari, Kecamatan Tanggulangin, terlihat sepi, Senin (9/8/2021). Meski buka dari pagi, tak banyak pengunjung yang masuk ke gerai untuk berbelanja. Rata-rata hanya dua hingga tiga orang setiap hari.
”Bahkan, kerap tidak ada pengunjung sama sekali. Kondisi seperti ini terjadi sejak PPKM darurat diterapkan awal Juli lalu,” ujar Wiwin (39), pemilik gerai ND Collections di Desa Kludan.
Sebelum PPKM darurat, Wiwin mampu menjual lebih dari 100 tas dan dompet kulit serta lebih dari 500 tas berbahan kulit sintetis setiap bulannya. Tas kulit sintetis banyak dipesan untuk souvenir kegiatan rapat dan seminar serta hajatan pernikahan.
Sepinya pengunjung juga terlihat di gerai Koperasi Industri Tas dan Koper (Intako) Tanggulangin. Ketua Koperasi Intako Sya’roni Arif mengatakan, selama masa PPKM, gerai hanya buka Sabtu dan Minggu karena pengunjungnya sangat sedikit. Pembatasan jam buka gerai untuk menekan biaya operasional.
”Dampak pandemi Covid-19 sudah dirasakan sejak tahun lalu. Namun, kondisi terparah terjadi sejak diberlakukan kebijakan PPKM darurat yang diperpanjang sebanyak dua kali,” ujar Sya’roni saat ditemui di kantornya.
Sya’roni yang juga perajin tas ini menambahkan, selama PPKM darurat atau sejak 3 Juli lalu, hampir tidak ada pengunjung yang datang ke gerai. Hal itu berdampak pada minimnya pemasukan. Di sisi lain, biaya operasional gerai tinggi meski pihaknya sudah melakukan sejumlah efisiensi.
Kondisi itu diperparah dengan PPKM darurat yang disertai penyekatan di sejumlah ruas jalan.
Dia mengatakan, hingga saat ini sebanyak 40 karyawan koperasi belum menerima gaji bulan Juli dan terancam tidak gajian pada Agustus. Selain itu, koperasi tak mampu membayar angsuran pinjaman di perbankan yang menjadi kewajiban setiap bulan. Pembayaran konsinyasi barang kepada perajin juga tertunda.
Situasi yang sulit ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang berlarut-larut, bahkan situasinya memburuk pascalibur Lebaran lalu. Menurut Sya’roni, sejak awal pandemi, pihaknya sudah berupaya melakukan adaptasi, misalnya, efisiensi biaya operasional gerai. Selain itu, Intako juga mulai menggarap pasar digital secara serius.
Namun, kondisi koperasi yang menaungi 265 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini tak kunjung membaik karena tekanan ekonomi yang terus-menerus. Daya beli masyarakat pun turun karena pandemi. Kondisi itu diperparah dengan PPKM darurat yang disertai penyekatan di sejumlah ruas jalan.
Sya’roni mengatakan, dengan situasi ekonomi yang semakin mengimpit, para perajin tas dan koper Tanggulangin meminta pemerintah tidak memperpanjang kebijakan PPKM level 4 yang berakhir 9 Agustus ini. Aspirasi perajin itu disampaikan dalam bentuk pengibaran bendera putih, Sabtu (7/8/2021).
Sebanyak 400 lebih bendera putih dikibarkan di sepanjang sentra industri tas dan koper kulit Tanggulangin. Lokasi pemasangan bendera mulai gapura pintu masuk kawasan di Jalan Raya Tanggulangin hingga Jalan Raya Desa Kendensari.
Perajin sebenarnya berencana mengibarkan 1.000 lembar bendera putih. Biaya pembelian alat diperoleh dari hasil iuran para perajin. Namun, karena dana yang didapat terbatas, uangnya hanya cukup untuk membeli 400 bendera.
”Maksud pengibaran bendera putih ini tidak lain mengharapkan perhatian pemerintah agar dicarikan solusi terkait persoalan yang dihadapi para perajin. Faktanya, beban yang ditanggung perajin ini tidak hanya biaya hidup, tetapi jauh lebih banyak, seperti pinjaman perbankan, biaya operasional, dan upah karyawan,” tutur Sya’roni.
Jumlah perajin tas koper kulit asli ataupun berbahan kulit sintetis di Tanggulangin sekitar 500. Dalam kondisi normal, perputaran uang di sentra kerajinan ini mampu mencapai Rp 20 miliar per bulan. Nilai itu tergolong besar dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi regional.
Setiap pelaku UMKM mampu mempekerjakan 10 orang hingga ratusan karyawan sehingga industri ini masuk sektor padat karya. Sumber permodalan perajin mengandalkan tabungan pribadi dan pinjaman dari perbankan.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor yang ditemui terpisah mengatakan, pihaknya sudah mengetahui keluhan yang disampaikan oleh perajin tas koper di Tanggulangin. Menurut dia, situasi tersebut juga dialami oleh pelaku UMKM lainnya di Sidoarjo selama masa pandemi Covid-19.
”Kebijakan PPKM diambil demi kepentingan bersama yang lebih besar, yakni untuk mengatasi pandemi Covid-19. Harapannya, setelah situasi semakin membaik, dilakukan pelonggaran sehingga aktivitas ekonomi kembali berjalan,” kata Muhdlor.
Pemkab Sidoarjo mengaku tidak menutup mata dengan kondisi pelaku UMKM, termasuk perajin tas koper di Tanggulangin. Contohnya, pemda telah memberikan bantuan bahan pokok kepada pelaku UMKM. Selain itu, pemda juga mengusulkan ke kementerian agar pelaku UMKM menerima Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Sejak pandemi Covid-19, pelaku UMKM di Sidoarjo telah menerima BPUM tahap pertama dengan besaran Rp 2,4 juta dan BPUM tahap kedua dengan besaran Rp 1,2 juta. Saat ini, pelaku UMKM juga sudah menerima BPUM tahap ketiga dengan besaran Rp 1,2 juta.
Bantuan itu diharapkan bisa meringankan beban pelaku UMKM dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 dan kebijakan PPKM darurat hingga level 4 yang saat ini diterapkan. Seiring terkendalinya kasus Covid-19, pembatasan kegiatan masyarakat diharapkan bisa direlaksasi.