Pelaku Usaha Tanggulangin Butuh Ragam Stimulus untuk Bangkit
IKM Tanggulangin butuh stimulus dari pemerintah pusat untuk bangkit. Bentuknya seperti modal usaha, akses bahan baku kulit berkualitas, serta standarisasi produk kelas dunia.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pelaku industri kecil menengah sentra kerajinan tas dan koper kulit Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, ingin segera bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Namun, mereka butuh dukungan modal usaha, akses bahan baku kulit berkualitas, dan standardisasi produk kelas dunia.
Saat ini, jumlah industri kecil menengah (IKM) di Tanggulangin yang tergabung dalam Koperasi Industri Tas dan Koper Tanggulangin (Intako) mencapai lebih dari 300 industri. Namun, mereka menghidupi ribuan pelaku usaha mikro, seperti penjual aksesoris tas dan pedagang kulit sintetis. IKM ini juga membuka lapangan kerja bagi ribuan perajin.
Ketua Koperasi Intako Junaedi mengatakan, kondisi kali ini berbeda dibandingkan bencana semburan lumpur Lapindo 2006. Saat itu, perajin kesulitan memasarkan di gerai karena akses menuju Tanggulangin yang terdampak lumpur. Penurunan penjualan kala itu mencapai 60 persen.
Sekarang, dampaknya lebih mengkhawatirkan. Pandemi membuat penjualan produk turun hingga 95 persen. Selama lebih kurang delapan bulan pandemi, IKM Tanggulangin telah mengerahkan beragam upaya mempertahankan usaha. Contohnya, perajin memproduksi pasar daring dan diversifikasi produk menjadi masker nonmedis dan baju hazmat.
”Kali ini, perajin menghadapi pukulan ganda,” kata Junaedi
Pandemi membuat proses produksi terkendala. Pasokan bahan baku, seperti kulit dan aksesori dari China, seret. Pada saat yang sama, serapan pasar dalam negeri terbilang rendah karena turunnya daya beli masyarakat. Peluang ekspor lewat pemasaran daring juga belum bisa dioptimalkan.
Junaedi mengatakan, untuk bangkit lagi, IKM Tanggulangin butuh stimulus modal. Setidaknya, pelaku indutri yang memiliki akses perbankan bisa mendapatkan restrukturisasi kredit dan subsidi bunga pinjaman.
Selain itu, IKM tas dan koper Tanggulangin ingin mendapatkan akses bahan kulit lokal berkualitas ekspor. Selama ini, kulit yang berkualitas diprioritaskan untuk ekspor dalam bentuk barang setengah jadi. Industri dalam negeri, katanya, kerap hanya mendapatkan kulit sisa. Jenis kulit juga kurang variatif sehingga produk yang dihasilkan sulit berkembang.
Persoalan lain, belum adanya standardisasi kulit bahan baku untuk produk tas melemahkan daya saing di pasar ekspor. Padahal, pembeli besar luar negeri menuntut standardisasi tinggi. Sejauh ini, daya saing lebih banyak ditopang kualitas desain dan kerapian jahitan.
Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel dalam kunjungan kerjanya di Sidoarjo mengatakan, industri Tanggulangin butuh perhatian tersendiri. Misalnya, memberi kesempatan perajin mendapat bahan baku kulit berkualitas. Selain itu, standardisasi produk idealnya mengacu pada standar internasional.
IKM Tanggulangin, kata Gobel, juga memerlukan fasilitasi dari pemerintah dengan menyediakan infrastruktur marketplace khusus untuk produk tas dan koper kulit. Marketplace ini nantinya bisa dimanfaatkan semua pelaku industri untuk memasarkan produknya di pasar global.
Direktur Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, Kerajinan dan Industri Aneka Kementerian Perindustrian Ratna Utarianingrum mengatakan, pihaknya akan mendorong produktivitas industri kecil dengan meningkatkan kompetensi. Salah satu caranya, katanya, memberikan pelatihan tentang efisiensi produksi.
”Selain itu, perlu menata tempat untuk mendisplai produk agar menarik juga diperlukan agar membuat profil atau cerita singkat tentang latar belakang produk. Penting juga meningkatkan kompetensi penjahit dan pengetahuan tukang pola,” ujar Ratna.