Polisi Tahan Pelaku Penyelewengan Bansos Puluhan Warga di Malang
Selama empat tahun, seorang pendamping Program Keluarga Harapan di Malang menyelewengkan bantuan yang harusnya diterima oleh puluhan warga penerima manfaat. Jumlah bantuan yang diselewengkan mencapai Rp 450 juta.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, meringkus dan menahan PTH (28), seorang pendamping bantuan sosial Program Keluarga Harapan yang bertugas di Kecamataan Pagelaran, Kabupaten Malang. Ia diduga telah menyelewengkan bantuan sosial tersebut selama empat tahun.
Tersangka telah merugikan puluhan orang yang menjadi sasaran penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Total kerugian Rp 450 juta. Warga Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, ini menjabat sebagai pendamping PKH sejak 12 September 2016 sampai 10 Mei 2021.
Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Bagoes Wibisono, Minggu (8/8/2021), mengungkapkan, pihaknya menahan PTH setelah melakukan gelar perkara dan meningkatkan status yang bersangkutan dari saksi terlapor menjadi tersangka.
”Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, diketahui pada tahun anggaran 2017-2020, tersangka diduga kuat menyalahgunakan dana bantuan PKH untuk 37 KPM (keluarga penerima manfaat) dengan nilai Rp 450 juta,” katanya.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, polisi menyita sejumlah bukti dari tangan yang bersangkutan, antara lain 33 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan 33 rekening BNI atas nama keluarga penerima manfaat.
Selain itu, disita pula beberapa bundel rekening koran, sejumlah peralatan elektronik, satu set bangku taman, serta satu sepeda motor Yamaha NMAX tahun 2015 dengan nomor polisi N 5873 EBD. Ada juga uang Rp 7,29 juta dan satu lembar berita acara pengembalian dana penyalahgunaan bantuan sosial PKH tanggal 28 Mei 2021.
Menurut Bagoes, ke-37 orang yang menjadi korban terdiri dari 16 keluarga sama sekali tidak pernah mendapat dana bantuan sosial (bansos), 17 keluarga tidak ada di tempat atau meninggal, dan 4 keluarga hanya diberikan haknya sebagian.
”Tersangka menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi, pengobatan orangtuanya yang sakit, hingga pembelian peralatan elektronik, seperti lemari es, televisi, laptop, keyboard, kompor, pendingin ruangan, dan sepeda motor. Sisanya untuk kepentingan sehari-hari,” ujar Bagoes.
Atas perbuatannya, tersangka diduga melanggar tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Subsider Pasal 3 Subsider Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas perbuatannya, tersangka diancam penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini sempat meluapkan kekesalannya terhadap pendamping PKH yang menyelewengkan bantuan sosial. Hal itu disampaikan Risma saat berkunjung dan menyerahkan KKS kepada penerima yang haknya dipotong oleh tersangka di Balai Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, akhir Juni lalu.
Risma meminta para pendamping PKH untuk bekerja dengan baik. ”Saya minta kepada para pendamping (PKH) semua, tolong kalau tidak ikhlas, tidak tulus, mengundurkan diri karena masih banyak yang mau menjadi pendamping,” katanya saat itu.
Menurut Risma, dirinya terus memantau kasus seperti ini. Tindakan serupa diduga terjadi di daerah lain dan kasusnya tengah ditangani oleh kepolisian setempat. Kementerian Sosial bekerja sama dengan Polri dan Kejaksaan Agung untuk menangani kasus-kasus tersebut.