Tingkat keterisian tempat tidur atau BOR perawatan pasien Covid-19 se-Kalimantan Barat menurun. Kini, BOR berada di angka 46,66 persen. Biasanya BOR berada di angka sekitar 50 persen.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) untuk pasien Covid-19 di Kalimantan Barat secara umum menurun. Berdasarkan data per Sabtu (7/8/2021), BOR Kalbar sebesar 46,66 persen.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, BOR hari-hari sebelumnya sekitar 50 persen. Khusus untuk BOR Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soedarso, Pontianak, sudah turun menjadi 53,68 persen. Biasanya BOR di Soedarso berkisar 70-80 persen. Hal ini menunjukkan telah terjadi penurunan kasus konfirmasi di Kalbar.
Namun, daerah masih memiliki pekerjaan rumah karena di Kabupaten Kayong Utara tingkat keterisian hunian tempat tidur pasien Covid-19 pada Sabtu masih 84,21 persen. BOR Kayong Utara berada pada zona merah. Kepala Dinkes Provinsi Kalimantan Barat Harisson, Minggu (8/8/2021), mengingatkan agar Kayong Utara harus segera menurunkan BOR.
Untuk menurunkan BOR di Kayong Utara perlu ada kebijakan dari hulu ke hilir. Dari hulu terus melakukan tes dan pelacakan. Dengan tes dan pelacakan bisa ditemukan kasus sedini mungkin dan segera diobati sebelum kondisi pasien memburuk.
”Jika lama mendeteksi warga yang terkonfirmasi dan menular serta tidak diobati, mereka akan menambah jumlah pasien di rumah sakit. Maka, tes, pelacakan, dan pengobatan penting,” ujar Harisson.
Selain itu, mendisiplinkan masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan. Di tingkat hilir (rumah sakit) di Kayong Utara harus mengonversi tempat tidur perawatan non-Covid-19 menjadi perawatan bagi pasien Covid-19, minimal 40 persen dari total tempat tidur.
Jika lama mendeteksi warga yang terkonfirmasi dan menular serta tidak diobati, mereka akan menambah jumlah pasien di rumah sakit. Maka, tes, pelacakan, dan pengobatan penting.
Kemudian, bisa juga dengan membuka rumah sakit lapangan. Jika ada gedung-gedung milik pemerintah, bisa dijadikan rumah sakit lapangan sehingga dapat menampung perawatan pasien Covid-19 agar BOR menurun.
Menurut Gubernur Kalbar Sutarmidji, BOR Kalbar secara umum menurun karena adanya kecepatan dalam mendeteksi warga yang terpapar Covid-19 dan penanganannya. Kunci penanganan Covid-19 adalah tes dan pelacakan kasus.
Dengan tes dan pelacakan, maka bisa memisahkan warga yang positif dengan yang tidak agar bisa menghindari terbentuknya kluster-kluster. Selain itu, tetap menjalankan pengobatan dengan memberikan vitamin dan obat-obatan yang telah diupayakan pemerintah.
”Kesiapan daerah dalam menyediakan obat-obatan dan oksigen juga memengaruhi penurunan BOR,” ujarnya.
Kalbar pernah mengalami kelangkaan oksigen. Namun, pemerintah daerah Kalbar berupaya mengimpor oksigen dari Kuching, Sarawak, Malaysia, beberapa waktu lalu, sehingga masalah tersebut mulai bisa teratasi.
”Angka fatalitas harus ditekan. Saya berharap kabupaten/kota jangan takut kasus Covid-19 terlihat banyak karena tes yang gencar. Takutlah dengan kasus fatal yang tinggi karena tes yang minim. Jangan sampai pasien dalam kondisi parah baru dibawa ke rumah sakit. Oleh karena itu, tes dan pelacakan penting dilakukan,” ujar Sutarmidji.
Sementara itu, perkembangan kasus Covid-19 di Kalbar berdasarkan data Dinkes Provinsi Kalbar hingga 7 Agustus secara kumulatif sebanyak 28.955 orang. Sebanyak 22.774 orang di antaranya sudah sembuh dan 724 orang meninggal. Kasus aktif di Kalbar masih 5.457 orang.