Kematian Pasien di Banggai Tinggi, Penanganan Sektor Hulu Lemah
Kasus kematian pasien Covid-19 di Kabupaten Banggai, Sulteng, beberapa waktu terakhir melonjak. Hal itu perlu segera dicegah dengan memperbaiki penanganan di tingkat desa/kelurahan dan puskesmas.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
PALU, KOMPAS — Kasus pasien Covid-19 meninggal di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dalam sepekan terakhir terbilang tinggi. Kebanyakan pasien baru dirujuk ke rumah sakit saat sudah dalam kondisi kritis. Pembenahan di tingkat hulu sangat diperlukan untuk mencegah kasus kematian terus terjadi.
Berdasarkan laporan Pusat Data dan Informasi Bencana Pemerintah Provinsi Sulteng, Rabu (4/8/2021), ada 13 kasus kematian di Banggai. Jumlah tersebut separuh lebih dari total kematian se-Sulteng, yakni 20 kejadian. Dalam seminggu terakhir, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal 49 orang atau 34 persen dari total 149 kasus kematian sejak Covid-19 menular di Banggai, April 2020.
Meningkatnya jumlah kematian di Banggai dimulai jelang akhir Juli 2021. Kasus kematian harian dilaporkan 4-5 kejadian. Padahal, sebelumnya, kasus kematian harian berkisar 1-2 kejadian. Adakalanya laporan kasus harian tanpa kematian.
Dengan meningkatnya jumlah pasien meninggal, tingkat kematian di Banggai mencapai 3,89 persen. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata Sulteng, yakni 2,83 persen. Di Sulteng, sebetulnya Kabupaten Tolitoli memiliki tingkat kematian tertinggi, yakni 6 persen. Namun, dalam seminggu terakhir kasus kematian bisa ditekan.
Kasus penularan di Banggai pun hingga saat ini masih terus bertambah. Kasus harian berkisar 50-100 penularan. Hingga Rabu (4/8/2021), jumlah kasus konfirmasi akumulatif di Banggai sebanyak 1.169 kasus, tertinggi kedua setelah Kota Palu yang mencapai 1.704 kasus. Dari jumlah tersebut, 1.068 orang menjalani isolasi mandiri di rumah. Sebanyak 55 pasien dirawat di RSUD Luwuk, satu-satunya tempat perawatan pasein Covid-19 di ibu kota kabupaten tersebut, dan 46 pasien dirawat di rumah sakit darurat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Anang S Otoluwa mengakui tingginya angka kematian di daerah tersebut. Menurut dia, jumlah kematian tinggi tersebut karena banyak pasien Covid-19 dan keluarga tak bersedia dirujuk ke rumah sakit atas saran petugas kesehatan di puskesmas setempat. Mereka berkeras menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.
”Nanti gejalanya sudah berat baru terpaksa dirujuk. Biasanya saturasi (kadar oksigen dalam darah) pasien sudah rendah. Ini yang bikin kematian meningkat,” ujar Anang saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Kamis (5/8/2021).
Ia menyatakan, pihaknya akan terus mengedukasi warga, terutama yang anggota keluarganya terinfeksi Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri untuk bersedia dirujuk ke rumah sakit. Hal ini untuk mencegah kematian sejak dini.
Anang menyebutkan, untuk mengantisipasi terus melonjaknya kasus penularan dan perawatan, RSUD Luwuk sudah menambah kapasitas tempat tidur. Meski demikian, ia tak menyebutkan jumlah tempat tidur perawatan tambahan tersebut.
Adanya pasien antre di instalasi gawat darurat seperti yang beredar belakangan di media sosial adalah mereka yang sedang dipersiapkan untuk dirawat di ruang isolasi. Terkait fasilitas pendukung perawatan, seperti oksigen, ia juga memastikan hal tersebut masih tersedia aman.
Menurut Ama Achmad dari Babasal Mombasa, yang menggerakkan sukarelawan membantu suplai kebutuhan makanan dan obat-obatan warga menjalani isolasi mandiri, penanganan Covid-19 di Banggai cukup pelik. Lambatnya rujukan ke rumah sakit hanya salah satunya.
Penanganan hulu
Masalah lain, banyak warga yang menjalani isolasi mandiri tanpa gejala tak patuh protokol kesehatan. Mereka masih ke luar rumah. Sementara penerapan protokol kesehatan di rumah sakit darurat untuk pasien gejala ringan juga tak cukup ketat. Keluarga orang yang terpapar masih bisa menjenguk.
Selain itu, oksigen di apotek untuk antisipasi bagi warga yang isolasi mandiri juga sudah habis. ”Berdasarkan informasi yang saya dapat, di rumah sakit juga stok oksigen menipis,” ujar Ama.
Ia meminta pemerintah dan pemangku kepentingan memperkuat penanganan di hulu, yakni desa/kelurahan dan puskesmas. Penanganan termasuk untuk memperkuat penerapan protokol kesehatan dan penanganan atau pemantauan kondisi orang yang menjalani isolasi mandiri.
Belum divaksin
Anang menyatakan, dari kasus kematian di Banggai, terungkap hanya dua orang yang sudah divaksin. Sementara yang lainnya belum divaksin. Mereka rata-rata orang rentan, yakni lanjut usia dan orang dengan penyakit penyerta (diabetes dan ginjal). Ini mengonfrimasi pentingnya vaksinasi untuk melawan Covid-19.
Menurut dia, selama ini kendala utama vaksinasi pada keterbatasan distribusi dari Kementerian Kesehatan di Jakarta. Masyarakat sebenarnya cukup antusias mengikuti vaksinasi. Untuk waktu dekat ini, Banggai mendapatkan jatah 150 vial vaksin. Ini akan dimaksimalkan untuk program vaksinasi dosis pertama dan dosis kedua.
Hingga 4 Agustus, cakupan vaksinasi di Banggai untuk dosis pertama mencapai 11 persen atau mencakup 28.547 dari sasaran 254.8000 orang. Sementara cakupan vaksinasi dosis kedua baru 4 persen (11.585 orang).
Secara umum, cakupan vaksinasi di Sulteng masih rendah. Merujuk data Kementerian Kesehatan melalui laman vaksin.kemenkes.go.idper 4 Agustus 2021, tingkat vaksinasi di Sulteng 14,30 persen atau 305.497 orang dari sasaran 2,1 juta orang untuk dosis pertama. Cakupan lebih kecil lagi terjadi pada dosis kedua, 6,98 persen (149.052 orang). Angka tersebut lebih rendah dari capaian vaksinasi nasional masing-masing 23 persen untuk dosis pertama dan 10,55 persen untuk dosis kedua.
Kepala Dinas Kesehatan Sulteng I Komang Sujendra dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Sulteng pada Senin (2/8/2021) menyatakan, pihaknya menerima 101.000 dosis vaksin. Separuhnya diserahkan kepada Polri dan TNI untuk mempercepat pelayanan vaksinasi. ”Insya Allah, kami akan gencarkan vaksinasi di Agustus ini,” ujarnya.
Saya lima hari berturu-turut ke puskemas, tetapi tak mendapatkan jatah. Ini kondisi, kan, bertolak belakang dengan kampanye percepatan vaksinasi. (Mat Banggur)
Problem ketersediaan vaksinasi ini terasa nyata di lapangan. Pada pertengahan Juli, banyak orang antre dan hilir mudik menyambangi tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin. Namun, mereka selalu pulang dengan tangan hampa karena stok vaksin sedikit.
”Saya lima hari berturu-turut ke puskemas, tetapi tak mendapatkan jatah. Ini kondisi, kan, bertolak belakang dengan kampanye percepatan vaksinasi. Tolong ke depan ini tak terjadi lagi. Saya dan juga hampir semua orang mau, kok, divaksin” ujar Mat Banggur (58), warga Kelurahan Birobuli Selatan, Kecamatan Palu, Selatan, Kota Palu.