Situasi pandemi Covid-19 di Jawa Timur yang terindikasi melandai dapat kembali memburuk dengan cepat jika publik melupakan disiplin protokol kesehatan. Kasus harian masih di atas 3.500 per hari.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) di Jawa Timur terindikasi melandai jelang berakhirnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3-4. Namun, dengan catatan, penambahan kasus harian masih tergolong tinggi meskipun menurun.
Situasi pandemi terkini ada di laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/. Enam hari terakhir, penambahan kasus harian menurun, berturut-turut 6.422 orang, 6.334 orang, 5.505 orang, 5.210 orang, 4.689 orang, dan 3.671 orang. Jumlah kesembuhan masih fluktuatif, tetapi tiga hari terakhir meningkat, yakni 3.976 orang, 4.592 orang, 4.956 orang, 5.023 orang, 5.112 orang, dan 6.007 orang. Kematian trennya menurun, yakni dari 397 orang ke 366 orang, 361 orang, 330 orang, dan 320 orang. Kasus aktif atau jumlah pasien dirawat dari 52.738 orang ke 51.761 orang.
Secara statistik, situasi pandemi Covid-19 akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) dan atau variannya/mutasinya terindikasi melandai. Di Surabaya, menurut Dinas Kesehatan, tingkat keterisian rumah sakit rujukan pasien Covid-19 menurun dari 90 persen ke 80 persen. Meski menurun, persentasenya masih tinggi dan rentan terganggu kembali. Idealnya, keterisian tak melebihi 50 persen. Inilah yang mendorong pemerintah mengadakan rumah sehat atau tempat isolasi bagian pasien tanpa gejala atau ringan di fasilitas tingkat RW atau kelurahan sehingga mengurangi beban keterisian RS rujukan.
Berharap semua bijaksana dengan terus berupaya menahan diri dan disiplin protokol kesehatan serta menyukseskan vaksinasi.
Di sisi lain, indikasi melandai ini terjadi dalam pekan terakhir PPKM level 3-4 yang, menurut rencana, berakhir pada Senin (2/8/2021). Kebijakan ini berlangsung kurun 3-20 Juli 2021 dengan nama PPKM darurat, kemudian diperpanjang sampai Senin. PPKM sesungguhnya sudah dijalankan sejak pertengahan Januari 2021 dengan berbagai perubahan nama dan cakupan wilayahnya. Tujuannya, menekan penularan sekaligus tetap memberi peluang terhadap kegiatan sosial masyarakat meski secara amat terbatas.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, situasi yang terindikasi melandai sebaiknya tidak disambut dengan sukacita, apalagi kemudian melupakan disiplin protokol kesehatan. Bisa jadi turunnya kasus secara statistik karena penurunan jumlah pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T) oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Penurunan 3T tentu linier dengan terungkapnya kasus-kasus Covid-19 yang tersembunyi.
”Kami masih meyakini bahwa situasi pandemi saat ini belum memperlihatkan yang sebenarnya sehingga 3T tetap perlu digencarkan,” kata Windhu.
Tantangannya, setiap kabupaten/kota di Jatim berkarakter masyarakat berbeda. Sebagai contoh di Pulau Madura, sejak serangan pandemi pada Maret 2020 sampai sekarang, 3T amat minim. Kalangan warga masih ada yang tidak percaya dengan Covid-19, menolak keras vaksinasi, dan kasus-kasus kematian yang diyakini terkait dengan Covid-19 tidak dilaporkan.
Di Madura, lanjut dia, sesungguhnya belum tergambar situasi pandemi Covid-19 yang mendekati kenyataan meski Bangkalan dan Sampang saat ini risiko tinggi (zona merah). Adapun Pamekasan dan Sumenep dalam risiko sedang (zona oranye).
Masalah serupa dialami kabupaten/kota lainnya di Jatim di daratan Pulau Jawa. Terpapar Covid-19 di Jatim masih ada yang memandang sebagai aib. Berbagai cara ditempuh, misalnya kematian seseorang tidak dikaitkan dengan Covid-19. Padahal, status medisnya jelas positif Covid-19 untuk menghindari stigma buruk.
Kekhawatiran terkini adalah pusat-pusat belanja, obyek wisata, dan jaringan jalan yang sempat ditutup akan kembali dibuka dan menarik masyarakat. Publik yang mudah lupa dengan disiplin protokol kesehatan akan kembali meningkatkan risiko penularan dan memperburuk situasi pandemi. ”Saya amat berharap kita semua bijaksana dengan terus berupaya menahan diri dan disiplin protokol kesehatan serta menyukseskan vaksinasi,” kata Windhu.
Secara terpisah, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, situasi pandemi di ibu kota Jatim, meski terindikasi melandai, tetap memprihatinkan. Penambahan kasus harian yang sempat meledak di atas 1.000 kasus kini menjadi 700 kasus. Meski turun, di Surabaya, sebelum bulan Juni, penambahan kasus harian pernah maksimal 20 kasus. Ukuran itulah yang sedang diupayakan terwujud setidaknya sebagai gambaran situasi pandemi melandai.
Eri mengatakan, program 3T dan vaksinasi tetap digencarkan. Potensi penambahan kasus telah diantisipasi dengan rumah sehat. Ada lebih dari 150 lokasi rumah sehat di Surabaya dengan kapasitas total lebih dari 2.500 tempat tidur. Berdasarkan data, ada 7.900 kasus aktif per hari ini sehingga mayoritas ditangani di RS rujukan.
”Untuk PPKM yang akan berakhir, kami akan terus berkoordinasi dengan provinsi dan pusat agar pengendalian situasi pandemi bisa berjalan dengan baik,” ujar Eri.